Sidang Terakhir

142 16 12
                                    

"Papa nggak akan lama, Rere di rumah aja ya." Ucap Kala pada Rere.

Hari ini adalah persidangan ketiga atau sidang terakhir dari gugatan cerai Sheena pada Kala.

Sejak terakhir kali bertemu dengan Sheena di rumah sakit ketika ia berhasil menolongnya dari Sera. Kala tidak lagi menemui perempuan itu. Bahkan setelah beberapa sidang, sidang ketiga ini lah Kala baru mau menghadirinya. Ia hanya tidak ingin mengintervensi Sheena dengan keberadaannya, Kala ingin memberi waktu perempuan itu untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, tidak lagi untuk orang lain.

Kala mengakui Sheena adalah orang yang sangat baik, meski terkadang keras kepala. Kalau tidak, maka ia tidak akan mengambil keputusan menikah dengan Kala dan hidup dalam kepura-puraan. Itu juga mengapa Kala ingin membebaskan Sheena, karena selama ini ia merasa dirinya banyak menyakiti perempuan itu.

"Papa mau ketemu Bunda, kan?" tanya Rere, karena ia mendengar percakapan antara Papa dan Neneknya tadi malam.

Kala mengangguk, "Nggak akan lama kok Sayang, Papa segera pulang." Jawab Kala. Yah, laki-laki itu ingin sekali tidak menghadiri sidang itu, ia ingin mengikhlaskan Sheena dengan tidak lagi melihatnya. Namun ia tidak bisa menghindar. Kala bukan laki-laki seperti itu.

"Papa pulang sama Bunda, kan?" tanya Rere lagi yang membuat Kala tidak bisa menjawabnya sekarang. Laki-laki itu hanya diam dan tidak bisa menjanjikan apapun pada putrinya. Ia mengelus puncak kepala Rere lalu mengecup keningnya.

"Sudah, Papa nanti telat ketemu Bunda nya.. Salim dulu sama Papa." Ibu Kala selalu datang disaat yang tepat, ketika Kala tidak bisa menjawab pertanyaan putrinya.

"Cepat berangkat, sidang dimulai jam berapa?" tanya wanita itu pada Kala. Ia tau putranya tersebut masih ragu untuk menghadiri persidangan cerainya, namun wanita itu yang terus membujuknya agar tidak memberikan kesan yang buruk pada Sheena.

"Jam 9, Bu. Yasudah, Kala berangkat. Assalamualaikum." Ucap salam laki-laki itu menuju mobil yang sudah ada Ayah dan Pamannya.

Sebentar lagi ia juga akan bertemu dengan Vero; kakaknya Sheena. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana sebencinya laki-laki itu pada dirinya, suami adiknya yang selama ini telah menyakiti perempuan itu.

Setelah masuk ke mobil dan berada di bangku penumpang, Kala menghembuskan nafasnya. Kenapa ia menjadi setakut ini, padahal selama ini ia terkenal orang yang yakin dan tidak takut menghadapi apapun.

"Yang rileks Kala, kamu terlihat tegang sekali." Ucap pamannya yang tidak pernah melihat keponakannya seperti itu.

"Ini kesempatan terakhir, kamu bisa memperbaikinya atau benar-benar mengakhiri, Kala." Ucap Ayah Kala yang membuat laki-laki itu langsung menoleh.

"Sheena seperti ini karena mengikuti alurmu, jika kamu tidak keras kepala dan menurunkan sedikit egomu, dia mungkin akan kembali dan mau memperbaiki semuanya." Tambah pria itu, Ayah Kala bukan tipe orang yang banyak omong, sekalinya bicara pasti ada hal yang sangat penting.

"Tapi semua sudah terlambat, Yah." Ucap Kala sekarang seperti laki-laki pasrah yang tidak punya inisiatif dan tekad sedikitpun. Bukan sosok seorang Kala yang biasanya.

"Kamu bisa mengambil tindakan yang sudah semestinya kamu lakukan." Jawab Ayahnya yang membuat Kala semakin frustasi. Kali ini ia tidak bisa berpikir dengan jernih.

***

Kala bersama Ayah dan Pamannya yang akan menjadi saksi persidangan nanti sudah berada di Pengadilan Agama. Kala mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Sheena. Namun perempuan itu tak terlihat sama sekali.

"Sheena belum dateng, Kala?" tanya Pamannya.

"Kala nggak tau, coba Kala hubungi Sheena." Ucap Kala sembari mengambil ponselnya disaku.

Ini untuk pertama kalinya Kala menghubungi Sheena setelah sekian lama.

Setelah beberapa kali ditelepon dan Sheena belum juga menjawabnya, laki-laki itu pun mengirimkan pesan whatsapp.

"Sheena, saya Kala. Segera datang ke Pengadilan Agama..."

Ketika hendak dikirimnya, Kala kembali membaca kalimatnya dan terkesan sangat memerintah dan bengis, itu malah membuat Sheena semakin membencinya. Ia pun menghapus pesannya.

"Sheena, apa kabarmu? Aku Kala. Semoga kamu masih menyimpan nomorku. Aku mau mengingatkan saja hari ini ada sidang ketiga perceraian kita, kamu bisa datang kah?"
 Kala segera menghapus pesan itu lagi, bukan Kala jika mengirim pesan dengan panjang lebar dan terlalu basa-basi.

"Sudah kamu chat Sheena nya?" tanya Ayah Kala melihat putranya itu masih fokus dengan ponselnya.

"Belum Ya, ini sebentar.." Kala kembali fokus, otaknya mencoba cari kalimat yang singkat dan sopan.

"Sheena, aku Kala. Bisa kamu datang hari ini ke pengadilan untuk sidang ket..."

Kala berhenti mengetik ketika ada panggilan masuk, dan seseorang yang menghubunginya adalah perempuan yang sedari tadi menjadi alasannya berpikir keras seperti apa isi chat yang harus dikirimnya.

"Haloo, Assalamualaikum. Mas Kala?" Suara itu. Suara yang ternyata sangat dirindukannya.

Sepersekian detik laki-laki itu terdiam, sampai akhirnya dia tersadar ketika perempuan itu memanggil namanya lagi.

"Waalaikumsalam."

"Kamu sudah di Pengadilan, Mas?" Tanya Sheena. "Oh itu kamu ya... ternyata kamu dateng." Ucapnya bersamaan dengan seorang perempuan yang melambaikan tangannya kearah Kala.

Perempuan itu terlihat bahagia sekali, senyumnya tidak lepas sampai ia menghampiri Kala, ayah mertua dan pamannya.

***

"Aku kira kamu nggak akan datang juga di sidang ketiga ini, Mas. Syukurlah kalo kamu mau datang." Ucap Sheena ketika mereka duduk bersama menunggu antrian untuk masuk keruang sidang. Setelah beberapa waktu mereka terdiam dan tidak berbicara satu sama lain. Sepertinya itu bukan hal yang aneh jika berada ditempat itu, bahkan ada dari mereka yang masih saja bertengkar dan beradu argumen ditempat tersebut.

"Apa kabarmu?" Tanya Kala, ia ingin mengatakan jika Sheena terlihat lebih bahagia dan ceria, tapi ia takut menyinggung perasaan perempuan itu, takut ada kesalahpahaman disaat keadaan seperti ini.

"Alhamdulillah baik, Mas." Jawab Sheena yang tidak bertanya balik bagaimana kabar Kala saat ini.

Kala menghembuskan napasnya, sepertinya memang keputusan untuk berpisah adalah keputusan yang sudah paling benar.

"Kamu nggak mau ngomong apa gitu, Mas? Sebelum pertemuan terakhir kita nanti." Tanya Sheena yang kini menoleh dan menatap Kala.

Kala masih mencoba mencerna ucapan Sheena, pertemuan terakhir kali?

"Setelah sidang ini, aku pindah ke Turki. Semua yang ada disini akan dihandle oleh Kak Vero..." Ucap Sheena yang kini tidak ada lagi wajah bahagianya. Yang ada kini wajah sendunya seperti yang sering ditatap oleh Kala.

"Kenapa? Apa harus seperti itu? Disana dengan siapa?" tanya Kala yang terdengar posesif dan batu.

Sheena hanya tersenyum menjawab semua pertanyaan laki-laki itu.

Kala memperbaiki sikapnya. Lalu kembali menatap Sheena.

"Kalau aku minta kamu untuk nggak pergi, apa kamu tetap akan pergi?" tanya Kala yang membuat Sheena mengernyitkan alisnya karena bingung, tepatnya bingung dengan keegoisan Kala.

"Maksudku, apa kamu mau mencabut gugatan ini, jika aku janji akan memperbaiki semuanya dan membangun dari awal hubungan kita?" Kala mencari kalimat yang paling bisa diterima oleh Sheena dan tidak terkesan keras kepala dan egois.

Sheena menatapnya untuk sepersekian detik lalu tersenyum miring dan membuang muka.

Memeluk BayangWhere stories live. Discover now