Pertemuan itu

775 83 13
                                    

"Jangan menatapku seperti itu," ucap Sheena ketika Ahkam menemuinya.

Laki-laki itu akhirnya bersedia bertemu dengan Sheena, setelah usaha perempuan itu memohon. Sudah beberapa bulan ini, Ahkam enggan menghubungi Sheena. Dia hanya ingin meyakinkan padanya bahwa apa yang menjadi keputusannya sekarang adalah salah, bercerai dengan Kala bukanlah keinginan hati terdalamnya. Mereka saling mencintai, meskipun tidak saling mengungkapkan.

"Aku membencimu." Ucap Ahkam yang tidak tau harus berkata apa lagi.

Perceraian Sheena dan Kala sudah pada tahap persidangan yang ketiga, dan sebentar lagi mereka resmi bercerai. Seperti mimpi buruk bagi perempuan itu, pernikahan yang selama ini dalam harapannya akan terjadi satu kali seumur hidup, menjadi harapan kosong. Dia tidak sedih, Sheena menganggap bukan nasibnya yang jelek, apalagi dengan status barunya nanti, ini adalah takdir yang sudah digariskan. Perempuan itu percaya, garis tersebut akan berjalan menuju kebaikan, yang semakin menjadikannya dewasa menghadapi kehidupan.

Sheena tersenyum melihat laki-laki itu, sudah berapa lama mereka tak saling bertemu, dan Sheena merindukan Ahkam.

"Kenapa kamu tidak mendengarkan ucapanku? Kenapa kamu mengambil keputusan yang merugikanmu?" Seperti sudah dipendamnya cukup lama, laki-laki itu ingin mengeluarkan semua unek-uneknya.

Sheena menyecap minumannya lalu kembali tersenyum menatap laki-laki itu, "Aku merindukanmu.."

"Sheena jangan bar-bar. Aku serius." Ahkam memperingati.

"Apa aku terlihat nggak serius? Sampai sidang ketiga ini?" Tanya Sheena.

Ahkam menghempaskan tubuhnya ke pundak kursi yang ada disana. Sama seperti pengunjung lainnya di cafe tersebut, mereka memilih duduk di dalam ruangan daripada di luar yang seharusnya jauh lebih nyaman, hanya karena hujan yang mengguyur sore itu.

Ahkam terlihat kesal, tapi dia pun tidak dapat berbuat apa-apa. Perasaannya pada perempuan itu tidak pernah berubah, namun dia rela menguburnya jika melihat Sheena bahagia bersama Kala, dia beranggapan bahwa mendapatkan cinta Kala sangatlah cukup bagi Sheena.

"Apa aku terlihat seperti anak kecil yang nggak bisa mengambil keputusan sendiri? Aku dan Mas Kala sudah sepakat, kita sama-sama rela untuk berpisah, nggak ada yang diberatkan dari keputusan ini, begitupun Rere. Dia memahami bahwa ini memang jalan yang terbaik. Meskipun nantinya aku berpisah dengan Mas Kala, kasih sayangku nggak akan berkurang untuk Rere." Jelas Sheena.

"Kalian saling mencintai." Ucap Ahkam.

Sheena menggeleng, "Seperti sebelumnya, perasaan Mas Kala nggak pernah berubah, dia tetap mencintai Mbak Sera. Tapi bedanya, sekarang dia tau dengan mencintai seseorang bukan berarti kita dapat memilikinya. Sebagai aparat negara, dia wajib menjalankan sumpahnya, yang salah tetaplah salah, meskipun yang melakukan itu adalah orang yang dicintainya."

"Kamu jangan bohong, setelah semua yang dilakukannya untukmu, tidak mungkin dia tidak mencintaimu."

Sheena menghembuskan napasnya dengan kasar, "Kalo begitu silahkan kamu tanyakan langsung pada Mas Kala, minta penjelasan yang sejelas-jelasnya. Aku disini, cuma mau memberitahumu. Setidaknya memperbaiki hubungan kita yang renggang beberapa bulan ini, menghindar, tidak ada kabar. Aku hanya ingin memperbaiki itu." Perempuan itu lelah harus menjelaskan pada Ahkam yang keukeuh dengan persepsinya.

Kemudian yang ada hanyalah hening. Tidak ada sepatah katapun yang terdengar diantara mereka.

"Dia melepaskanmu karna dia ingin kamu bahagia tanpa dibebaninya. Kalian saling mencintai. Kalian berhak untuk mengambil kebahagiaan itu." Ucap Ahkam masih bersikeras ingin meyakinkan Sheena.

"Bagaimana jika aku sudah tidak mencintainya?" Tanya Sheena. Dia menatap Ahkam sangat dalam.

Ahkam sedikit terhenyak mendapatkan tatapan itu, dia memperbaiki posisi duduknya. "Lalu kamu mencintai siapa?"

Tidak ada jawaban, Sheena menimang kembali ucapan yang akan menjadi jawabannya.

"Apa karena sekarang jaman semakin mendukung emansipasi wanita, aku juga harus mengungkapkan perasaanku ini lebih dulu?" Sheena menghembuskan napasnya dengan jengah. Sekarang dia yang terhempas di pundak kursi, memijit pelipisnya dan terlihat geram pada Ahkam. "Sekarang, terserah." Sudah cukup dia menjelaskan, tapi laki-laki didepannya terlihat masih acuh.

Sheena menyukai Ahkam, itu lah jawabannya. Setelah semua yang dilewati, Ahkam memiliki perhatian yang lebih, selain sebagai dokter dia juga menjadi teman yang tidak ragu ada untuknya. Banyak hal-hal kecil namun begitu berkesan yang dia dapatkan darinya, dan itu lah yang menjadi alasan perasaannya berubah. Terdengar mudah berpaling ya, namun setelah menjalaninya hingga hari ini, Sheena percaya bahwa hati mudah dibolak-balikkan, tentunya oleh Sang Maha Kuasa.

Dia pun mengingat kejadian di gedung tempatnya di sekap oleh Sera, setelah dirinya dibawa keluar bersama Kala dari ruangan, dia melihat Ahkam sangat khawatir dan meneteskan airmatanya, tapi dia hanya bisa melihat Sheena dan mengikuti Kala yang sedang membopongnya.

Juga ketika Sheena terbaring di rumah sakit, Ahkam sendiri lah yang menanganinya. Meski belum sadar betul, Sheena bisa mendengar suara Ahkam yang mengungkapkan kekhawatirannya, dan perasaannya. Menyakitkan rasanya, ketika laki-laki itu berkata ingin ada di posisi Kala.

"Aku menghargainya, maaf aku sudah membuatmu berpikir bahwa perhatian dan khawatirku ini berlebihan... begitupun dengan perasaanku." Ungkap Ahkam yang membuat Sheena terperangah.

Sebentar, apa maksudnya semua perhatian dan perasaan itu tidak benar-benar dia berikan pada Sheena? Apa artinya Ahkam tidak pernah mencintai atau menyukainya?

"Maksudnya? Kamu nggak pernah punya perasaan itu?" Sheena meminta kepastian.

Ahkam menundukkan kepalanya cukup lama. Yang semakin membuat persepsi buruk di pikiran Sheena.

---

Halooo semuaaa, tuhkan aku udah update. Maaf ya baru up setelah sekian lama, mampet nih otak hmm. Semoga masih ada yang nunggu ini cerita.

Memeluk BayangWhere stories live. Discover now