Memeluk Bayang 4

2.5K 305 7
                                    

Ditempat lain, Emre sedang bertemu dengan dua orang laki-laki berpakaian hitam, mereka membawa sebuah foto. Dan setelah melihatnya, Emre tersenyum sinis.

"Menjadi terbaik itu sulit, tapi setidaknya aku bisa memperbaiki untuk menjadi baik baginya." ucap Emre dalam hati. Dia melihat ke dua orang laki-laki berpakaian hitam didepannya, yang wajahnya ditutupi oleh kain hitam. "Kalian bisa pergi."

Dan seperti perintahnya, mereka pergi. Sedangkan Emre membawa foto itu kedalam rumah sakit yang ada diseberangnya. Sudah beberapa minggu ini dia sibuk mencari siapa pelaku penculikan, dan beberapa minggu itu pula dia tidak menghubungi atau dihubungi oleh Sheena, entah bagaimana keadaannya sekarang, tapi yang ada dalam pikiran Emre sekarang adalah menemukan pelaku penculikan dan seseorang yang telah menyamar sebagai polisi untuk membawa lari pelaku tersebut. Dengan bantuan orang-orangnya tadi, Emre tau perawakan polisi palsu itu meski tidak terlalu jelas dibagian wajahnya.

Emre terus berjalan hingga memasuki ruangan dimana Sheena dirawat. Namun, ketika dia sampai disana, Emre tidak melihat Sheena bahkan siapapun.

"Maaf, bisa saya bantu Pak?" tanya seseorang yang ada dibalik tubuhnya. Emre berbalik dan melihat suster sedang didepannya.

"Kalo boleh tau, pasien diruangan ini kemana ya?"

"Oh Bu Sheena? Sudah sejak dua hari yang lalu beliau sudah diperbolehkan pulang."

Jadi Sheena sudah pulang?

Emre tersenyum kecut, "Baik, terimakasih Suster." dia melangkah, mulai menjauh dari ruangan itu. Dan segera bergegas ke rumah Sheena.

***

"Permisi, Sheena." Emre sudah ada didepan rumah Sheena, tidak tampak seseorang yang muncul dari dalam rumah satupun, membuat Emre semakin khawatir. Dipikirannya, rumah itu hanya dihuni oleh Sheena dan asisten rumah tangganya, jika tidak ada Sheena maka asisten rumah tangga itulah yang membuka pintu setiap ada tamu. Tapi ini? Bahkan pintu rumah pun terbuka. Menambah sederetan kekhawatiran dalam hati Emre.

"Emre," suara itu berasal dibalik tubuhnya, dan saat berbalik, tubuhnya terasa ditarik. Dan yang melakukan itu adalah Sheena. "Kamu ngapain disini?"

Emre tidak menjawab, dia menatap wajah Sheena.

"Emre! Aku peringatkan untuk yang terakhir kalinya, tundukkan pandanganmu!" ucap Sheena yang sudah menundukkan wajahnya.

"Maaf, maaf." Emre membenarkan tatapannya. dia mulai menunduk juga. "Apa kamu sudah baikan?" tanya Emre yang sebenarnya penuh kekhawatiran.

"Seperti yang kamu lihat." jawab Sheena dingin.

"Syukurlah, aku sudah melihatmu sehat seperti ini." jawabnya.

"Langsung ke intinya saja. Kenapa kamu kesini?"

"Begini, beberapa minggu ini aku coba mencari tau tentang penculik Rere, dan orang yang menyamar menjadi polisi itu.."

"Orang yang menyamar jadi polisi? Maksud kamu?"

"Ya, polisi yang menolong kita waktu itu ternyata palsu. Ini beberapa bukti yang aku dapat, kamu juga bisa membantuku mencari tau." Emre menyodorkan beberapa foto. "Sudah aku copy fotonya menjadi beberapa. Dan, mungkin akan memakan waktu lama untuk mencari tau siapa orang didalam foto ini. Jadi, aku juga minta bantuanmu dan orang terdekatmu yang mungkin kenal seseorang difoto itu." jelasnya panjang lebar, namun yang menjadi perhatian Sheena sekarang adalah kebaikan laki-laki itu, dengan segala sikap tidak baik yang diberikan oleh perempuan itu, tapi Emre masih mau membantunya.

"Kamu tidak perlu khawatir, pasti akan segera terungkap pelaku sebenarnya, lalu kita bawa dia untuk mempertanggung jawabkan kejahatannya." ucap Emre yang tetap tidak mendapat balasan dari Sheena, dia jadi gugup, takut jika Sheena tidak terima dengan apa yang dilakukannya untuk Sheena. "Kalo kamu tidak mau, maka ak..."

"Makasih." Sheena memotong ucapan Emre, dia memainkan jemarinya, mencari kosakata yang paling tepat untuk mengucapkan terimakasih dan maaf secara bersamaan. "Dan, maaf aku sudah bersikap buruk selama ini sama kamu."

Emre terhenyak, dia tidak menyangka kalau Sheena akan membicarakan hal itu. "Seharusnya kamu tidak perlu melakukan ini padaku, toh aku sudah bersikap tidak baik ke kamu."

Emre tersenyum canggung, bahkan dia rindu saat Sheena berbicara lembut seperti ini. "Seperti yang pernah kamu katakan, seburuk apapun orang lain pada kita, kenapa kita juga harus berbuat buruk padanya? Aku tau semua ini karena Killa, tapi biarlah berlalu, kamu juga sudah menikah bukan? Cukup menjadi temanmu, aku sudah sangat bahagia." ucap Emre.

"Menikah? A-ku tidak per-nah meni-kah." jawab Sheena.

"Jangan mengelak, kebetulan aku juga sudah tau bahwa kamu telah menikah dengan Kala. Tapi aku tidak tau, kenapa kalian menyembunyikannya. Jadi tidak perlu khawatir, aku juga akan menyembunyikannya." ucap Emre.

"Makasih, Emre." Sheena meremas jemarinya. "Bagaimana caranya aku berterima kasih, dan meminta maaf sama kamu, banyak sekali kesalahan yang aku lakukan dan dapat kamu terima begitu saja."

"Kenapa kamu bicara seperti itu? Dengan melihatmu sudah sehat saja, aku senang. Jadi, jangan bertanya bagaimana caranya." ucapnya yang membuat Sheena mengembangkan senyum. "Yasudah, aku balik dulu." tambahnya yang dibalas anggukan oleh Sheena.

Lalu Emre pun melangkah pergi, hingga hilang didalam mobil hitam miliknya. Sheena berbalik untuk masuk kedalam rumah, namun betapa terkejutnya dia saat Kala sudah ada dibalik pintu. Laki-laki itu menatap Sheena dengan mata yang tidak bisa diterka, Sheena langsung gugup dan menundukkan kepala.

"Assalamualaikum," Sheena berjalan pelan menjauh untuk kedalam rumah.

"Waalaikumsalam, tunggu Shee." Kala menahannya, dan wajah Sheena berubah ketar-ketir.

"Iya?" Sheena berbalik dan melihat Kala menutup pintu.

"Dia laki-laki yang sama saat aku menemuimu dengan Rere di cafe donuts bukan?" tanya Kala.

Sheena mengangguk, "apa kamu mendengar tadi?"

Kala mengendikkan alisnya, "sedikit."

Sheena terdiam, dia takut.

"Laki-laki yang baik, dan kenapa kamu tidak menikah dengannya saja?" tanya Kala yang langsung menohok.

Sheena menatap suaminya itu, mempertanyakan yang diucapkan Kala.

"Kamu tidak tau apapun, dan tidak akan pernah mau tau." ucap Sheena berbalik, pikirnya percuma memberi tau segala sesuatu yang ada di kehidupannya pada laki-laki itu, toh jika hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

"Bagaimana mau aku tau? Jika kamu tidak memberi taunya." ucap Kala. Sheena pun berbalik lagi untuk melihat Kala, laki-laki itu masih bergeming dari tempatnya.

"Kamu sadar dengan yang kamu bicarakan? Sama dengan meminum air untuk menghilangkan rasa laparmu. Hanya sementara, namun bukan itu yang kamu butuhkan." Sheena membenarkan kerudungnya. "Kamu ingin tau tentang kehidupanku, tapi sebenarnya itu semua tidak kamu butuhkan sama sekali." ucapnya lagi.

Kala hanya diam, sampai akhirnya dia membuka suara. "Jadi begitu menurutmu?" laki-laki itu melangkah kearah Sheena. "Baiklah, aku tidak akan mau tau. Dan kamu juga lebih baik seperti itu." tambahnya langsung pergi kedalam rumah melewati Sheena yang harusnya duluan pergi sejak tadi.

"Menyebalkan. Aku kira dia akan lebih lembut. Tapi dasar urat tawa putus, tetap saja bebal dan egois." gerutunya yang tidak sadar bahwa dirinya sendiri juga egois.

"Aku masih bisa mendengarnya." ucap Kala dibalik tubuhnya sembari melambaikan tangan keatas. Dan itu semua berhasil membuat Sheena cengok, pipinya berubah memerah.

Dia itu seperti sebuah puzzle, penuh teka-teki dan sulit ditemukan tapi begitu indah jika sudah tersusun sempurna.

-Memeluk Bayang-

Hai, udah 100+vote yaa hehe. Telat lagii duh. Oke oke, yang pentingkan sudah dateng dengan dua laki-laki wauuw. Wkwk.

Untuk target selanjutnya jadi 150+vote yaa.
Makasih semua sudah ngikutin cerita ini, dan yang mampir disemua ceritaku ahaaai.

Regards😙
Umi Masrifah

Memeluk BayangWhere stories live. Discover now