Memeluk Bayang - Hijab Takdir

2.8K 333 13
                                    

Sheena membenarkan duduknya ketika Kala memasuki ruangan berbentuk persegi itu. Ada rasa canggung, apalagi setelah berdebat mengenai Emre, tapi bukan namanya Sheena kalau dia mau menyapa lebih dahulu, perempuan itu sama dengan yang dikatakan para pepatah, yaitu maling teriak maling. Mengatai Kala bebal dan egois, sedangkan dirinya sendiri jauh lebih keras kepala.

"Apa kamu yakin tidak mau menceritakan apapun padaku?" tanya Kala lagi. Ah Sheena kira laki-laki itu tidak mau membahasnya.

"Apa kamu yakin mau mendengar semuanya?" tanya balik Sheena. Lihat siapa yang masih keras kepala. Kala hanya tersenyum mendengarnya.

"Tanpa dijelaskan, aku tau satu sifatmu sekarang." ucap Kala mengambil buku milik Sheena. Dibaliknya dari cover depan hingga belakang lalu kembali lagi ke depan, menimang kemudian membawanya duduk diatas ranjang. Sheena yang duduk di meja tempatnya membaca sedikit terpaku melihat aksi Kala. Terpaku atau terpukau?

"Apa?" tanya Sheena.

"Tidak. Nanti kamu marah." ucap Kala membuka halaman pertama.

"Apaa? Kamu mau mengataiku?"

"Dua sifat yang aku tau sekarang." ucap Kala lagi, setelah melihat Sheena yang berburuk sangka padanya.

Sheena mendengus kesal, sedangkan Kala masih disibukkan dengan buku dan perempuan itu.

"Buku yang cukup menarik," ucap Kala sembari mendongak untuk melihat Sheena. Perempuan itu tersenyum menjawabnya.

"Kamu akan bilang lebih dari itu kalo sudah membacanya sampai habis." sahut Sheena, sekarang dia berubah sangat manis.

"Tiga sifat yang aku tau sekarang." ucap Kala lagi, setelah melihat mimik muka dan suasana hati Sheena yang mudah berubah.

"Berhenti mencari tau tentang sifatku!" cebik Sheena yang tidak terima.

Kala tertawa, membuat Sheena langsung diam. "Itu salahmu, oh ya aku serius dengan buku ini." dia membenarkan ucapannya lagi, diteruskannya membaca buku tersebut.

"Iya, buku yang sangat bagus. Apalagi di bab hijab takdir." ucap Sheena. "Aku lupa halamannya, tapi kamu bisa mencarinya."

"Hmm." Kala membalik setiap halaman.

"Terkadang kita bekerja keras, berikhtiar untuk mencapai tujuan dan cita-cita, namun seringkali kita lupa bahwa didepan sana, dalam proses usaha kita ada semacam benteng yang kokoh, yang tak mungkin seorangpun mampu menerobosnya, Yah." pandangan Sheena kosong, mengorek setiap perjalanannya. Kala pun mendongak lagi untuk melihat perempuan yang jaraknya cukup jauh, laki-laki itu hanya diam untuk memberi ruang waktu agar Sheena berbicara. "Benteng kokoh itulah yang disebut hijab takdir."

Sheena menunduk, menahan airmatanya agar tidak turun didepan laki-laki itu, mengingat masa lalunya yang menyedihkan. "Bacalah, aku ke kamar mandi dulu." dia memutuskan untuk pergi. Tapi saat melewati Kala, laki-laki itu tiba-tiba berdiri didepannya untuk menahan Sheena.

"Apa kamu mau menjelaskan isi dari buku ini?" ucapnya pelan.

"Kamu bisa membacanya sendiri." jawab Sheena.

"Juga menjelaskan tentang alasanmu ingin menangis." tambah Kala yang tidak dihiraukan oleh Sheena, perempuan itu tetap menunduk. "Sedikit saja redam keras kepalamu, dan berbicaralah mengenai kehidupanmu. Mungkin dipernikahan kita ini ada sebuah batas yang tidak bisa ditembus, tapi apa salahnya kita tau satu sama lain?"

"Kamu akan bosan mendengarnya." ucap Sheena masih bersikeras.

"Bagaimana bisa aku bosan, jika mendengarnya saja belum," ucap Kala. "Sini." Laki-laki itu pun menarik tangan Sheena agar bisa duduk didepannya di atas ranjang, Sheena sedikit terhenyak mengetahui sikap Kala yang menghangatkan.

Memeluk BayangWhere stories live. Discover now