Dilara Afsheena

4.3K 336 18
                                    

Matanya mengerjap, dan langit-langit berwarna putih adalah pemandangan pertama yang dilihatnya. Sheena, memiliki nama lengkap Dilara Afsheena, terpaksa dilarikan kerumah sakit karena sebuah kecelakaan yang menimpa dirinya dengan sang Ayah.
Memori terakhir yang diingatnya adalah ketika Sheena dan ayahnya kembali kerumah, setelah acara pemakaman ibunya yang baru saja meninggal karena serangan jantung.
Wanita itu menghembuskan nafas terakhirnya ditengah-tengah perjalanan menuju rumah sakit, kala itu wanita yang bersama keluarganya telah merubah keyakinan menjadi seorang muslim, didatangi oleh saudara yang pernah diputus hubungan oleh Vero, kakaknya Sheena yang sekarang pergi entah kemana. Saudaranya itu mencaci, bahkan mengeluarkan kalimat sumpah serapah yang membuat Sheena dan lainnya mengelus dada, saudaranya itu menghina ibu Sheena, menganggap wanita itu tidak bisa mendidik seorang anak, pertama Vero, dan sekarang Sheena, yang ternyata telah menjalin hubungan dengan Emre, laki-laki yang dicintai oleh anak dari saudara orang tuanya Sheena, tepatnya sepupu perempuan itu.

Disaat itu, Sheena mencoba meminta maaf, karena dia dalam posisi yang tertekan. Dimana Emre, yang selalu memintanya untuk menetap, karena mereka saling mencintai. Namun disisi lain, ada Killa, sepupunya yang begitu mencintai Emre juga.

Sampai akhirnya, dunia Sheena berubah. Ketika wanita yang disayangnya, mendadak terkena serangan jantung, dan meninggal saat itu juga. Lalu sekarang dia berada dirumah sakit karena sebuah kecelakaan. Ingatannya langsung tertuju pada ayahnya, yang terakhir kali dilihat sedang berusaha menolong dia yang kakinya sedang terjepit oleh tubuh mobil, dan bahan bakar terus mengalir kearah percikan api yang muncul ditubuh mobil. Dan gelap, ingatannya terpotong saat Sheena mulai lelah dan akhirnya pingsan.

"Ayah,"
Sheena bangun dari tidurnya, kakinya terasa sangat sakit. Dan seseorang yang dilihatnya pertama kali adalah Emre.

Entah apakah Sheena akan menyalahkan semuanya pada laki-laki itu, yang telah dengan tulus mencintai dirinya.

"Sheen, kamu sudah sadar?"
Ucap Emre dengan panggilan istimewanya.

Matanya mengembun, ada air yang mengumpul diujung matanya, namun coba ditahan. Karena bagaimanapun juga, Emre belum tau dengan masalah yang dihadapinya.

"Emre, dimana Ayahku?"
Tanya perempuan itu yang tidak mendapat jawaban langsung dari Emre.

"Emre, katakan. Dimana Ayah? Dia baik-baik saja kan?"
Tanya Sheena dengan nada berkerasnya.

"Ayahmu, telah meninggal Sheen."
Jawab Emre pelan, dan mengambil posisi disamping perempuan itu.

"Apa? Tidak mungkin, Ayah yang menolongku. Mana mungkin Ayah meninggal."
Dan perempuan itu tidak bisa menerima kenyataan yang bertubi-tubi menyakitinya.

"Saat selesai menolongmu, baju Ayahmu tersangkut oleh pintu mobil. Dan, mobil itu sudah meledak terbakar, sebelum Ayahmu bisa menyelamatkan diri."
Jelas Emre. Dan Sheena pun sudah meringkuk. Tubuhnya lemas lagi, kenyataan yang tidak bisa dihadapinya sendiri. Dimana kakaknya? Seandainya ada sosok seorang kakak, dia pasti bisa lebih kuat.

Emre mulai mendekat, tangannya berniat meraih tubuh Sheena agar bisa ada dalam pelukannya, dan bisa menenangkan perempuan itu. Tapi niatan itu harus terhenti, saat telapak tangan Sheena terangkat keudara.

"Berhenti."
Ucap Sheena.
"Mau apa?"

"Aku hanya ingin menenangkanmu Sheen, seperti biasanya kalo kamu sedang bersedih. Dadaku akan membuatmu lebih tenang, kemarilah.."
Emre masih coba mendekat kearah Sheena, namun perempuan itu segera mengelak.

"Aku sudah bilang berhenti, kamu bukan mahramku! Kita masih memiliki jarak. Dan jangan berfikir aku akan seperti dulu lagi, yang menganggap dadamu itu nyaman."
Ucapan Sheena bagai petir yang menyambar permukaan tubuh Emre, tubuhnya terasa memanas. Dipandanganya perempuan yang meringkuk sedih.

Emre sadar, sekarang mereka ada diantara batas yang tidak bisa ditembus hanya dengan satu langkah. Jika dengan Sheena, maka Emre pun harus mengerti keyakinan perempuan itu yang tidak lagi sama dengannya.

"Baiklah, aku mengerti."
Emre duduk dikursi yang ada disampingnya. Memandang Sheena terus-terusan, tanpa bicara sedikitpun.

"Aku ingin melihat Ayah."

"Iya, ayo. Sebelum jenazahnya dimakamkan."

***

Sheena mulai membaik, ketika Alesha datang. Perempuan yang dulu pernah disakiti olehnya dengan kata-kata kasar. Karena kebaikan Alesha dengan keluarganya lah, yang membuat Sheena dan keluarganya mantap masuk islam. Dan menjadi layaknya seorang saudara.

"Sheena, sekarang kita pulang ya."
Alesha menuntun Sheena agar mengikutinya.

"Iya, ayo Nak. Kamu perlu beristirahat."
Tambah Rumi, ibu dari Alesha.

Sheena tidak bergeming, matanya menatap Emre yang ada diseberangnya.

"Sha, Tante Rumi. Aku ingin bicara dulu dengan Emre."
Ucap Sheena yang membuat Emre mendongak untuk melihatnya.

"Baiklah. Kita tunggu kamu dimobil ya."
Ucap Alesha yang dibalas anggukan pelan oleh Sheena. Dan tidak lama kemudian, didepan makam Ayahnya, Sheena sudah bersama dengan Emre saja.

"Emre, benci aku."
Ucapnya, yang langsung membuat Emre terhenyak.

"Benar yang dikatakan ibunya Alesha, kamu perlu beristirahat."
Emre begitu mengerti bagaimana Sheena. Karena tidak sebentar dia mengenal perempuan itu. Sejak kecil Emre sudah dengan Sheena, juga Killa. Mereka bersahabat, tapi sayangnya harus hancur karena perasaan masing-masing.

"Aku serius."
Ucap Sheena tidak tersentuh.

"Kamu bercanda. Untuk apa aku membencimu? Tidak ada hal yang bisa membuatku membencimu."
Elak Emre.

"Ada,"
Jawab Sheena.
"Karena, aku juga membencimu."
Ucap Sheena yang hatinya sama sekali tidak membenarkan. Bagaimana bisa Sheena membenci orang yang membuatnya memiliki perasaan cinta. Tapi Sheena juga tidak ingin mencari masalah lagi dengan sepupunya.

"Atas alasan apa kamu membenciku?"
Tanya Emre sangsi. Meringis miris, dadanya terasa sedih.

"Kedua orangtuaku yang meninggal."
Jawab Sheena.

"Apa? Aku tidak mengerti. Apa hubungan kebencianmu itu dengan meninggalnya orangtuamu?"
Emre semakin meringis miris. Dia mendesis, saat dirinya tidak tahu menahu dengan meninggalnya kedua orang tua Sheena, malah menjadi alasan kebencian perempuan itu.

"Aku tidak ingin menjelaskan. Karna kamu tau jawabannya apa."
Ucap Sheena yang langsung berlalu begitu saja. Meninggalkan Emre yang masih bingung.

Namun akhirnya teringat sesuatu, Emre pun berjongkok untuk melihat makam Ayah Sheena. Dan mulai menatapnya dengan nanar.

"Apa karna perasaanku pada Sheen? Apa karna Sheen juga memilikinya? Dan, Killa?"
Laki-laki itu berdiri langsung, saat ingatannya langsung tertuju pada Killa.
"Killa. Apa karna dia."

---

Sheena nih Sheena

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Sheena nih Sheena. Cantik kan?😂 kayak aku💃

Regards
Umi Masrifah

Memeluk BayangDonde viven las historias. Descúbrelo ahora