Ruang yang sama

2.5K 268 24
                                    

Apa semua cewek kayak gini ya?" Tanya Ahkam setelah mengantar Sheena dari facial dan beberapa perawatan lainnya. Hampir 2 jam lebih, dan laki-laki itu bersedia menemani meski sedikit menggerutu.

"Ikhlas gak?" Tanya Sheena yang mengobrak-abrik tasnya untuk mencari smarthpone. Dia belum mengabari Kala.

"Udah aku bales pesannya, maaf lancang. Tapi dari tadi dia mengirim pesan dan coba telpon kamu." Ucap Ahkam yang tau kecemasan Sheena waktu itu.

Sheena langsung menatap Ahkam setelah mendapatkan ponselnya, ada kecemasan lain yang muncul. "Kamu bilang apa?"

"Aku bilang kita masih ada checkup, dan beberapa waktu lagi udah selesai." Jawab Ahkam yang dengan wajah muram, lalu tiba-tiba bergidik ngeri melihat Sheena yang menatapnya dengan berbinar-binar. "Eh kenapa? Oke oke aku tau itu salah. Aku gak jujur. Ya Rabb, maafkan aku, aku sudah..."

"Gak gaaak. Kamu bener. Bener banget. Kamu gak salah." Sheena memotong ucapan Ahkam. "Kalo kamu jujur kita sekarang ada disini, itu yang malah mengkhawatirkan. Beeh, kenapa kebetulan banget ya kamu tau apa yang aku pikirkan."

Ahkam berubah mimik wajahnya, sebenarnya tadi dia hanya berpura-pura sok bersalah. Karena dia tau apa yang diinginkan oleh Sheena, dan benar, perempuan itu pun mengatakan hal yang sama.

"Sudah kuduga sih. Dan tadi aku hanya berpura-pura merasa bersalah saja." Jawab Ahkam.

"Akh alesan aja, bilang aja emang merasa bersalah."

"Kamu ngerti, aku tau semua yang ada dihatimu. Bahkan aku optimis untuk mendapatkannya." Celetuk Akham yang membuat Sheena langsung mengalihkan pandangan kearahnya. Laki-laki itu mengulang ucapannya dalam hati dan mulai mengoreksi setiap kalimatnya hingga membuat perempuan itu menatapnya penuh tanya.

"Eh sekarang kita kemana?" Tanya Ahkam mengalihkan pembicaraan. Naif memang. Tapi dia sadar sedang mengungkapkan perasaan pada siapakah saat ini, istri orang lain, dan itu tidak benar sedikit pun.

"Ini telingaku belum budek loh, tiap hari aku bersihin. Aku bisa denger jelas yang kamu bilang tadi. Maksudnya apaa? Ahkam jelasiin." Perempuan itu mengintili Ahkam yang berjalan cepat dan berusaha tidak menghiraukannya, laki-laki itu benar-benar mengutuk kecerobohannya.

"Aku laper, nunggu kamu 2 jam lebih menguras tenagaku. Dan harusnya kamu tanggung jawab dengan mentraktir." Ucap Ahkam kembali mengalihkan pembicaraan.

"Tuhkan, beneran gak ikhlas. Dasar. Mending tadi gak perlu dianter. Oke oke aku traktir. Tapi plis, jangan ngegerutu." Ucap Sheena yang sudah mensejajarinya.

Sepertinya Ahkam berhasil mengalihkan pembicaraan. Sekarang perempuan itu yang menggerutui dirinya. Tidak apa, asal jangan bertanya soal ucapannya tadi. Ahkam tidak bisa menjawabnya. Bagaimana mungkin dia mencintai perempuan yang sudah bersuami.

***

"Oke sekarang jelasin." Sheena selesai mengelap bibirnya dengan tisu, minumannya tersisa es teh, steak dan taro milkshakenya  sudah habis dilahapnya. Sedangkan Ahkam hanya minum taro milkshake seperti yang dipesan Sheena. Dan sibuk dengan ponselnya.

"Jelasin apalagi?" Ucap Ahkam sibuk membalas pesan yang masuk dari dokter jaga yang malam itu bertugas, katanya ada seorang wanita yang sedang mencarinya.

"Tadi kamu bilang laper, tapi apa yang kamu pesen?" Sheena menunjuk pesanan yang ada diatas meja. "Malah aku yang pesennya segini, habislah rencana dietku."

"Terus?" Ahkam masih sibuk dengan ponselnya. Sheena jadi geram.

"Kamu tadi hanya mengalihkan pembicaraan kan? Supaya aku gak tanya lagi apa maksud dari yang kamu bilang. Emang dasar ya."

Memeluk BayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang