Memeluk Bayangan 2

2.9K 317 29
                                    

Sheena POV

Lembutnya elusan dipipiku, tiba-tiba beralih ke puncak kepala.

"Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha.."
Sayup-sayup suara itu terdengar mengalun, seiring dengan hembusan nafas yang menguar dipermukaan dahiku. Aku sudah terbuai, hingga lupa membuka mata.
"Wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih."

Seiring doa itu selesai, tangan Kala terangkat dari puncak kepalaku, dan membuat mataku terbuka.

Aku tidak bisa berkata-kata, seindah ini kah menikah? Hingga aku terbuai dengan keadaan ini. Seandainya ini semua didasarkan cinta, mungkin aku akan sangat bahagia. Tapi, sepertinya aku tidak akan bisa mendapatkan semua itu, lagi.

"Mas, bolehkah aku minta satu hal?" ucapku tanpa terkendali.

"Jika bisa aku memberikannya, silahkan."

Aku menunduk, "Meskipun kita tidak pernah berkomitmen dalam hubungan ini, tapi aku berharap kamu menghargaiku bukan hanya sebagai ibu untuk Rere, tapi juga istrimu." lidah terasa keluh, hingga seluruh kalimat itu hanya bisa diucapkan dalam hati. Dan juga, aku harusnya sadar, apa tujuan pernikahan ini. Hanya karena Rere, dan selanjutnya kita berjalan ditujuan masing-masing, yang tidak pernah sejalan. Kenapa aku tiba-tiba menjadi berharap seperti ini? Bukankah, aku tidak pernah, dan tidak mau mencintainya.

"Minta apa She? Katakan." tanya Kala melihatku yang terus menunduk.

"Tidak, aku hanya minta agar kamu terus mengingatkanku bahwa pernikahan ini harus disembunyikan." pintaku.

Tapi kini Kala malah tersenyum, apa sehabis menikah urat tawanya kembali normal?

"Dan, aku juga minta jangan terus tersenyum seperti itu."

"Kenapa?"

Karena aku bisa meleleh, mengerti tidak? Aku lebih bersyukur bicara dengan Kala yang urat tawanya putus, daripada boros senyum seperti ini.

"Dikira orang nggak waras entar." jawabku sekenanya, membohongi alibi pertama dalam batinku.

Kala langsung berhenti tersenyum, dan memasang wajah datarnya. Kok jadi menakutkan ya?

"Sekarang apa aku sudah terlihat waras?" tanyanya yang membuat perutku terasa tergelitik, ternyata dia mendengarku yang memprotesnya tadi.

"Kenapa lebih ke orang yang menahan buang air besar ya?" alibiku lagi yang ingin tertawa melihat ekspresinya. Ah, dia menggemaskan. Astaghfirullah. Sadar Sheena.

"Apa?" dia mendelik.

Aku hanya nyengir sembari berjalan terbirit-birit, menjauhinya yang semakin menggemaskan. Lihat, seorang kolonel yang tampangnya seram, tapi punya ekspresi yang menggemaskan. Andai boleh, aku ingin mencubit pipinya. Tapi, ah ingat Sheena siapa dia untukmu?

"Aku berangkat dulu ya, Mas. Assalamualaikum." pamitku.

"Waalaikumsalam."

***

"Sekarang Rere minta kemana lagi? Ini kan sudah ke beli semua." tanyaku.

"Lele lapel Ma." rengek gadis kecil itu, menggemaskan juga seperti Papanya.

"Mau makan apa?" tanyaku lagi, kemudian dia menunjuk ke sebuah stan donat. Saat aku mengikuti jemarinya yang menunjuk, tepat itu juga aku melihat seorang perempuan sedang melihati kita dengan mata tajamnya.

Aku memperhatikannya terus, begitupun dia yang tidak ada takutnya ikut memperhatikanku dengan Rere.

"Mama, ayo." tarik Rere yang membuyarkan pandanganku.

Memeluk BayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang