Bab 11 ~ Mencoba Ikhlas

929 105 0
                                    

Semenjak kepulangannya dari panti asuhan, keluarga Xailendra membujuk Langit untuk tinggal bersama mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semenjak kepulangannya dari panti asuhan, keluarga Xailendra membujuk Langit untuk tinggal bersama mereka. Awalnya Langit menolak dengan alasan tidak ingin semakin merepotkan mereka. Namun, pada akhirnya, mereka berhasil membujuk Langit.

Satu minggu sudah semenjak kepergian  Laras dan Bagas. Langit kira, semuanya akan berjalan kembali baik-baik saja. Nyatanya tidak, Langit belum bisa benar-benar mengikhlaskan kepergian mereka berdua.

Langit, pemuda yang memakai piyama biru muda itu sedang menatap jendela kamarnya yang transparan, sehingga bisa melihat kondisi malam yang sedang diporak-porandakan oleh hujan yang lebat serta angin yang bertiup kencang membuat pepohonan bergoyang kesana-kemari tidak terkendali.

Wajah Langit terlihat pucat dengan mata panda yang semakin menghitam karena kurang tidur. Waktu kini sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Langit bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju cermin besar yang ada di pintu lemari.

Langit memandang tubuhnya yang semakin kurus dan wajahnya yang semakin pucat. Sesekali ia terkekeh melihat penampilannya yang sedikit memprihatinkan. "Ya ampun. Muka aku sedih kali." Lagi-lagi Langit menertawakan hal yang sebenarnya tidak lucu sama sekali.

Bukannya beristirahat, Langit malah melangkahkan kakinya menuju meja belajar. Langit membuka buku pelajarannya yang sudah satu minggu ia abaikan, karena Sarah dan Alvin tidak mengizinkannya untuk bersekolah satu minggu kemarin. Jari-jari Langit membuka tiap lembar halaman buku cetak biologi yang lumayan tebal. Matanya terlalu pokus, hingga rasa kantuk pun terhalau jauh-jauh.

Waktu berjalan tidak begitu terasa. Telinga Langit mulai mendengar pengeras masjid yang mulai mengeluarkan suara azan. Langit langsung menutup buku bacaannya, lalu memasukkan ke dalam tas. Dilanjutkan dengan mandi pagi dan tentunya Langit tidak lupa menjalankan shalat subuh.


"Pagi, Mama. Pagi, Bibi." Langit menyapa dua wanita yang sedang asyik berkutat di dapur.

Semenjak Langit tinggal di rumah keluarga Xailendra, Alvin dan Sarah memaksa Langit untuk memanggil keduanya dengan sebutan papa dan mama, sama seperti Rei dan Mahen memanggil mereka. Walaupun sempat sedikit canggung, akhirnya Langit mulai terbiasa. Bahkan keduanya sudah mengurus surat adopsi dan hak asuh Langit.

"Pagi anak ganteng, Mama." Sarah membalikkan badannya melihat Langit yang sudah rapih menggunakan seragam sekolahnya. Sebenarnya Sarah sedikit sedih melihat tubuh Langit yang semakin kurus. Namun, sebisa mungkin ia tidak memperlihatkannya kekhawatirannya di hadapan Langit, takut anak itu risih.

"Pagi, nak Langit," balas Bibi.


Langit dapat melihat Sarah yang sedang mengoles roti tawar dengan selai coklat dan stroberi yang akan dijadikan sarapan pagi. Sedangkan Bibi sedang membuat teh hangat dan susu hangat.

AstrophileWhere stories live. Discover now