Bab 14 ~ Makan Bersama

830 92 5
                                    

Langit menatap pantulan tubuhnya melalui cermin lebar yang menempel dipintu lemari

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Langit menatap pantulan tubuhnya melalui cermin lebar yang menempel dipintu lemari. Langit tersenyum getir melihat berat badannya yang semakin menyusut. Pipi bulatnya kini mulai tergantikan dengan rahang yang tegas.

Tangan Langit mengelus lembut dadanya,  semakin hari ia sering merasakan sesak secara tiba-tiba. Walaupun dari kecil Langit sudah terbiasa sesak napas karena penyakit asma ringan yang dideritanya. Namun, kali ini berbeda, penyakitnya saat ini bukan penyakit asma biasa, melainkan sebuah kanker yang dapat merenggut nyawanya kapan saja.

"Aku mampu bertahan nggak ya sampai bisa ketemu mereka." Raut wajah Langit berubah menjadi sendu. Mereka yang dimaksud adalah keluarga aslinya.

Pintu kamar Langit diketuk oleh seseorang dari luar. Ketukan yang tidak manusiawi, bisa Langit tebak siapa pelakunya, pasti Reikana.

"Langit! Udah siap belum? Gue masuk, ya?" teriak Rei dari pintu luar kamar Langit. Benarkan tebakan Langit, siapa lagi manusia di rumah ini yang suka berteriak seperti orang utan, tidak mungkin mama, papa atau bang Mahen .

"Sebentar lagi, masih sisiran. Masuk aja, Bang." Langit mempersilahkan Rei masuk.

Ceklek

Pintu terbuka memperlihatkan Rei yang sudah rapih menggunakan pakaian santainya. Malam ini di rumah akan mengadakan acara makan malam bersama, sebenarnya hanya mengundang satu keluarga saja, yaitu sahabat satu-satunya sang ayah.

"Wah! Baju kita warnanya sama," pekik Rei girang saat melihat Langit menggunakan kaos yang berwarna putih, sama sepertinya. "Jadi kayak anak kembar," lanjut Rei.

Langit yang sedang merapihkan rambutnya hanya tertawa mendengar ucapan Rei.

Setelah selesai, mereka berdua memutuskan untuk langsung keluar kamar dan menuju ruang makan.

Sarah tersenyum lebar saat melihat dua anaknya yang memakai baju yang senada, seperti anak kembar, begitu manis. "Kalian lucu, kayak anak kembar."

Sarah terkikik geli. Sebelum adanya Langit, ia ingat betul Rei itu paling anti memakai baju yang sama atau mirip dengan yang dikenakan Mahen.

"Imut kan, Ma?" tanya Rei dengan senyum yang lebar.

"Iya, Langit imut," jawab Sarah.

"Aku?" Rei menautkan alisnya heran. Kok hanya Langit yang dipuji? Dirinya kok tidak?

"Kalau kamu amit," balas Sarah santai. Saat ia melirik ke arah Rei, anaknya itu sedang memasang wajah yang cemberut. Sontak membuat Sarah tertawa terbahak-bahak.

Mata Rei melotot sempurna saat melihat sosok laki-laki yang lebih tua sembilan tahun darinya baru saja turun dari anak tangga.

"Abang! Lo kenapa pakai kaos putih juga, sih! Gak sudi banget gue pakai baju samaan kayak lo!" Teriakan Rei memekakkan telinga yang mendengar suaranya.

AstrophileWhere stories live. Discover now