Bab 27 ~ Khawatir

834 106 3
                                    

Angin berhembus kencang diiringi hujan deras serta kilatan petir yang menyambar

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Angin berhembus kencang diiringi hujan deras serta kilatan petir yang menyambar. Pepohonan di sekitar jalan raya bergoyang kesana-kemari tidak terkendali, bahkan jalanan terasa begitu sepi arena jarang ada pengendara yang lewat.

Angkasa merutuki kebodohannya, andai saja dia lebih memilih pulang setelah hujan reda, pasti dirinya tidak akan merasakan kedinginan seperti saat ini. Kaos tipis yang dikenakan kini sudah basah kuyup. Namun, Angkasa tetap enggan menghentikan motornya untuk berteduh.

"Sial! Mau berhenti tapi udah nanggung." Angkasa mengumpat di balik helm full face yang dikenakan. Tubuhnya sudah menggigil hebat, bahkan gigi Angkasa sudah bergemeletuk akibat menahan dingin.


Andai saja tadi dia tidak pergi ke kantor sang ayah, pasti dirinya saat ini sedang berada di kamar sambil menikmati kopi panas yang begitu nikmat diminum saat hujan.

Akhirnya Angkasa sampai juga. Setelah meletakkan motornya di garasi, dia segera berlari ke dalam rumah tanpa memperdulikan tubuhnya yang basah mengotori lantai.

Kondisi rumah sangat sepi, mungkin Langit sedang ada di kamarnya. Angkasa melanjutkan langkah kakinya menuju kamar, dia sudah tidak tahan dengan dingin yang terus-menerus menusuk ke dalam kulitnya. Sesampainya di kamar, Angkasa segera mengganti pakaian.

Setelah semuanya selesai, Angkasa memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur, tidak lupa ia menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut tebal, agar hawa dingin yang diasakannya segera berkurang.

Di kamar sebelah, Langit sedang sibuk mengerjakan tugas sekolahnya, ditemani secangkir coklat hangat dan satu piring biskuit coklat. Matematika adalah mata pelajaran favorit Langit, jadi dia tidak pernah mengeluh saat mengerjakannya.

Langit teringat kepada Angkasa, dia sama sekali tidak ada mendengar tanda-tanda Angkasa sudah pulang. Langit sedikit penasaran, jadi dia memutuskan untuk mengecek ke luar, terutama kamar Angkasa yang lokasinya bersebelahan dengan kamarnya.
Dahi Langit mengernyit heran, kenapa ada banyak tetesan air di lantai, terlihat seperti belum lama. Air tersebut berhenti tepat di depan pintu kamar Angkasa.

Walaupun sedikit ragu, Langit mengetuk pelan pintu makar abangnya itu. "Bang? Abang udah pulang?" tanya Langit, tetapi tidak ada sahutan dar dalam sana.

Ketika Langit hendak mengetuk pintu kembali, tiba-tiba terdengar seperti ada suara pecahan yang cukup nyaring dari dalam kamar Angkasa. Tanpa permisi, Langit langsung memutar kenop pint kamar Angkasa tanpa permisi.

"Abang!" teriak Langit saat melihat Angkasa yang beusaha membersihkan serpihan kaca dengan tangan yang bergemetar.

Langit menghampiri Angkasa dan berniat untuk membantunya. "Biar Langit aja yang bersihkan, Bang," kata Langit sambil membantu Angkasa untk kembali baring di atas tempat tidur.

Langit cukup menyadari jika Angkasa sedang tidak baik-baik saja, bisa dilihat dari wajah Angkasa yang pucat serta suhu tubuh yang panas saat tidak sengaja bersentuhan dengan kulit Langit.

AstrophileWhere stories live. Discover now