Bab 29 ~ Babak Belur

762 76 5
                                    

Secangkir kopi sama sekali tidak tersentuh hingga suhunya sudah merubah menjadi dingin

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

Secangkir kopi sama sekali tidak tersentuh hingga suhunya sudah merubah menjadi dingin. Sang pemilik kopi sedang fokus menatap layar laptopnya, sesekali dahinya berkerut. Akhir-akhir ini perusahaannya sedang mendapatkan masalah, salah satu orang kepercayaannya menggelapkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit.

"Bisa-bisanya aku kecolongan," ucap Bumantara sedikit kesal.

Malam semakin larut. Namun, laki-laki paruh baya itu belum juga beranjak dari ruang kerja pribadinya. Uang dengan jumlah hampir dua miliar itu bukanlah jumlah yang sedikit. Bumantara akan mencari tahu dalang dibalik ini semua.

Ponsel Bumantara berdering, menampilkan nomor tidak dikenal. Awalnya Bumantara menghiraukan panggilan tersebut, siapa tahu hanya orang iseng, karena ini sudah terlalu malam untuk membahas masalah bisnis. Namun, ponselnya kembali berdering setelah sempat terhenti beberapa menit, lagi-lagi nomor yang sama.

Merasa jengah, akhirnya Bumantara mengangkat panggilan tersebut. "Hallo," ucap Bumantara.

Raut wajah lelah Bumantara langsung berubah menjadi raut wajah yang sangat emosi saat mendengar ucapan orang yang menelponnya.

"Brengsek! Ternyata lo dalang dibalik ini semua!" Bumantara mengumpat jengkel.

Rasanya saat ini Bumantara ingin mencabik-cabik wajah seseorang yang berada disambungan telepon tersebut. Seseorang yang selama ini selalu membuat masalah dengannya, terutama kematian sang istri tercinta yang disebabkan oleh orang tersebut.

"Jangan pernah ganggu anak-anak gue! Lo itu manusia paling pengecut di dunia ini, Wicak!"

Wicaksana Lenggawang, laki-laki dengan seribu cara licik untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Wicak adalah laki-laki penuh ambisi yang menghalalkan segala cara.

Panggilan telpon terputus, ditutup dengan ancaman-ancaman yang Wicak katakan untuk Bumantara.

"Gue menyesal dulu pernah menganggap lo sebagai sahabat gue, Wicak. Lo itu terlalu busuk dan licik," ucap Bumantara dengan kejengkelan yang sudah memenuhi relung hatinya.

☁️☁️☁️

S

uasana meja makan terasa begitu hening, hanya terdengar dentingan piring keramik yang terkena sendok stainless. Di sela-sela sarapan, Bumantara menatap satu-persatu anaknya secara diam-diam. Terlihat Angkasa dan Langit sedang menikmati sarapan dengan santai, karena mereka masih memiliki banyak waktu.

Saat memperhatikan Langit, Bumantara merasa sedikit heran. Kenapa Langit terlihat semakin kurus, bahkan wajahnya terlihat begitu tirus dan pucat. Kemana perginya pipi tembam anak itu.

AstrophileUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum