12

126 25 4
                                    

Arya dan Agha secara serempak maju, bersiap untuk menyerang. Pertarungan tidak dapat dihindarkan. Gayatri menarik tangan Magma dan segera berlari ke ruangan yang dijaga.

"Sialan! Kalian teman-teman monster itu ya?"

Semua Kaditula dikeluarkan oleh masing-masing pemiliknya. Gayatri pun berlari sambil mengarahkan ujung tombaknya.

Bunyi kedua senjata berdeting nyaring. Tombak Gayatri, ditangkis begitu mudah dengan sebuah pedang yang bilahnya menyerupai bilah keris yang berkelok-kelok.

"Menyusup di parlemen. Artinya kalian semua cari mati."

Gayatri tidak peduli dengan seruan tersebut. Ia kembali melakukan serangan tanpa jeda. Berusaha mencari titik untuk melukai lawan. Akan tetapi, seperti namanya. Mereka yang menjadi kesatria bhayangkara adalah orang-orang pilihan. Mustahil untuk dikalahkan begitu mudah.

Pertarungan ini seimbang. Setiap Gayatri ingin menusuk, gerakan bilah pedang bergerak menangkis, lalu berubah haluan memberikan serangan balasan.

Kaki Gayatri, perlahan-lahan dipaksa mundur. Kecepatan dan ketangkasan lawan dihadapannya membuatnya terjebak. Beberapa sabetan Kaditula telah melukai lengannya. Tetapi, bukannya merasa terdesak. Gayatri tersenyum tipis.

"Wanita gila," cibir si penjaga.

"Oh, ya?"

Tombak Gayatri terlepas dari genggaman. Sebagai gantinya, ujung bilah yang tajam menghunus leher wanita tersebut. Dengan sedikit dorongan, leher Gayatri akan tergorok dengan mudah.

Alarm tanda berbahaya berbunyi nyaring. Magma sedang berusaha mengacak-acak lingkaran sihir yang terpasang. Kesempatan tersebut pun dimanfaatkan Gayatri dengan menghantamkan lututnya ke area selangkangan lawan.

"Arghhh! Dasar jalang!"

Gayatri pun menghunuskan ujung tombaknya pada leher penjaga tersebut. "Buka pintu tersebut."

"Lo pikir gue akan mengatakannya? Lebih baik mati terhormat daripada mengikuti perintah musuh."

"Yakin?"

"Menurut lo?"

Gayatri tersentak, sebuah tendangan membuat tubuhnya limbung.  Kemudian lawan pun mengeluarkan sebuah benang merah dan merapalkannya pada Gayatri.

Tidak ada yang bisa Gayatri perbuat. Benang merah itu meredam semua tindakannya dan paling fatal menyerap energi sihirnya.

Agha dan Arya semakin sibuk menghalau ribuan prajurit yang datang. Tidak ada waktu untuk memperhatikan Gayatri. Sementara itu, Magma yang mencoba menyelinap ditarik paksa dengan menjauh dari pintu.

"Beri jalan! Senopati ada di sini."

Keributan jeda sebentar. Semua mata tertuju pada kehadiran seorang pria dengan garis mata yang terluka. Perawakannya tinggi, otot-otot bisepnya tampak mencolok dan kulitnya yang sedikit kecoklatan akibat sering terpapar sinar matahari.

"Senopati Javas." Para kesatria membungkuk hormat. Javas mengganguk, lalu perhatiannya teralihkan pada Agha.

"Lo sudah gila, hah?" Marah Javas. "Apa lo ingin mempermalukan gue?"

"Ini bukan urusan lo," ucap Agha tidak peduli.

"Akan jadi urusan gue karena ini teritorial gue sebagai seorang Senopati, bukan watek seperti lo."

"Berikan Nawasena pada gue. Pemuda itu milik gue."

"Oh, ya? Monster itu? Jangan bikin malu keluarga, Agha. Gue udah cukup bersabar akan tindakan lo selama ini."

The Heroes Bhayangkara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang