21

97 22 2
                                    

Nawasena tergelak. Ia merasa, bahwa kehidupan tengah mengolok-oloknya. Bayangkan saja, dari orang biasa yang hidup tanpa keluarga. Nyatanya memiliki rahasia yang tidak masuk akal.

"Bawa gue menemui Raksa Auriga," seru Nawasena. Ia melirik Magma sambil mengayunkan kaditula sebagai bentuk ancaman. "Jangan menghalangi gue. Sudah cukup, pelatihan kalian. Sisanya, akan gue urus sendiri."

"Tidak akan!" Magma tersenyum licik. "Kakak tidak boleh pergi."

Nawasena sudah kehilangan kesabaran. Ia bergerak untuk menyerang Magma. Namun, gerakan itu mudah dibaca.

Magma menghindar ke samping. Lalu menendang bola sepak ke arah Nawasena. Tendangan itu berputar dan mendesis di udara, saat kaditula Nawasena menangkis serangan tersebut.

Kafin pun berlari, merentangkan sayap selebar mungkin. Seolah tahu, apa yang terjadi. Nawasena segera menghampirinya dan menyambar punggung Lembuswana. Kemudian, menunggangi hewan tersebut.

Magma dan Eril hanya melihat wujud Kafin dalam rupa semi transparan. Tetapi tidak terlalu jelas. Mereka hanya tahu, ada makhluk yang sedang di kendarai oleh Nawasena.

"Cukup Magma! Gue enggak ngerti apa yang lo inginkan dari gue? Setelah ingin mencongkel mata gue, apalagi yang lo rencanakan?"

Magma tidak menjawab. Tangannya terkepal kuat. Eril yang melihat kejadian tersebut, berusaha tidak memihak siapa pun.

Lalu, semua orang dibuat tersentak. Saat Magma mengeluarkan tekanan energi yang begitu besar. Eril nyaris terjatuh, jika dia tidak tanggap untuk menghindar.

Apa-apaan ini? Eril bisa merasakan kekuatan kuno yang begitu besar dalam aura sihir Magma. Jejaknya seperti kembali ke berabad-abad di masa lampau. Tidak mengancam, namun cukup tegas untuk menindak siapa pun agar menurut pada kehendak si pengguna.

Eril, mengirim pesan darurat secara diam-diam. Dia punya firasat bahwa ini jauh lebih merepotkan dari mengurus para Ahool. Tidak lama berselang, seluruh anggota kesatria bhayangkara yang di pimpin oleh Eril muncul dan kali ini, jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya.

Sebuah selubung, mendadak tercipta di sekitaran bundaran HI. Selubung itu berfungsi melindungi dan meminimalisir kerusakan yang akan terjadi.

Eril memberikan anggukan singkat dan semua formasi tercipta di atas atap. Setiap sudut dikunci agar tidak seorang pun bisa kabur.

Magma tidak mempedulikan hal itu. Fokusnya adalah menahan Nawasena, apa pun yang terjadi.

Seberkas cahaya kekuningan mengarah lurus ke arah Nawasena. Kafin pun berbelok untuk menghindar. Berpikir serangan Magma berakhir, nyatanya itu salah besar.

Serangan itu berbelok arah dan terpecah menjadi beberapa bagian. Lalu meluncur mengejar Nawasena.

Pegang kuat, Manusia!

Nawasena patuh, dipegang kuat-kuat bulu di sekitar tengkuk Kafin. Mereka melesat ke udara dengan cepat. Tidak ada pemandangan yang bisa terlihat, semua mengabur begitu cepat.

Lalu Nawasena tersadar, bahwa Kafin sedang terbang lurus pada salah satu jendela dari gedung pencakar langit.

"Berhenti! Kita akan menabrak!"

Kafin hanya tersenyum licik. Sayapnya semakin cepat mengibas udara. Nawasena sudah memejamkan mata, bersiap akan rasa nyeri yang akan terjadi saat tubuh mereka menghancurkan kepingan kaca.

Sesuai perhitungan, terdengar bunyi kaca yang pecah dan hancur berkeping-keping. Nawasena pikir, dirinya terluka. Namun nyatanya, Kafin berhasil menukik di saat-saat terakhir. Dan serangan Magma, justru menghancurkan setengah dari bangunan yang tengah berdiri megah.

The Heroes Bhayangkara Where stories live. Discover now