37

102 11 23
                                    

"Sial! Sial! Sial! Kenapa harus gue? Kenapa di saat Airin sedang tertidur selama sebulan? Aren sialan! Kenapa kita harus menerima pesanan sekarang."

Seberapa keras dan frustasinya Sarina. Dia tetap tidak bisa menolak pergi menuju hutan di Kemaharajaan Kalimantan. Sambil duduk dengan wajah cemberut di peron 5/11 dia menatap lalu-lalang orang yang berdiri di hadapannya.

Di sisi lain, Yolai yang baru saja bertemu dengan Manusia Ahool lain mengganguk takzim dengan wajah puas dan buru-buru menyembunyikan sebuah kotak kayu dibalik pakaian yang ia kenakan. Lalu duduk di dekat Sarina dengan perasaan lega.

Keberadaan Yolai di sini, bukan tanpa sebab. Ya, dia pergi tanpa sepengetahuan Nawasena. Yolai berencana menuju Kemaharajaan Kalimantan dengan surat izin yang ia dapatkan dari kenalannya.

Yolai tidak ingin Nawasena tahu tentang ini. Lagipula, jika Nawasena tahu, dia akan menuntut untuk ikut.  Yolai yakin.  Kafin tidak ingin hal itu terjadi.

Mereka sama-sama ingin Nawasena tinggal di Jakarta dan Yolai percaya, David bisa menjaga Nawasena. Terlepas betapa mereka saling membenci. Nawasena tidak akan dibuat mati, selama perjanjian masih berjalan.

Senayan Express pun tiba. Penumpang dari dalam gerbong pun turun. Sarina dan Yolai pun serempak berjalan masuk ke dalam. Sialnya, kereta penuh sesak.

Sarina terpaksa berdiri sambil bergelantungan dengan Yolai yang berdiri di depannya. Inilah yang tidak disukai Sarina. Kadang kala, destinasi di luar pulau akan membuat gerbong penuh sesak. Kendati demikian, Sarina tidak lagi mengeluarkan suara hanya untuk mengeluh.

Sepanjang perjalanan, hening. Senayan Express melaju dari satu stasiun menuju stasiun lain. Di perhentian kedua, suasana gerbong semakin sesak. Sarina kesulitan untuk bergerak. Tanpa menyadari ada tangan jahil yang berusaha menyentuh bokongnya dari arah belakang.

Namun, dengan cepat. Yolai melingkarkan tangannya di pinggul Sarina dan menariknya mendekat.

"Istriku, mendekatlah," ujar Yolai. "Gue akan mematahkan tangan liar yang berusaha menyentuh lo."

Mata Sarina terbelalak. Dia melirik syok pada orang di belakangnya. Namun tangan Yolai sudah lebih dulu mematahkan pergelangan tangan tersebut. Sayang, kegaduhan ini tidak begitu menarik perhatian orang di sekitar mereka.

Mulut Sarina ingin terbuka dan dia siap dengan seribu kata untuk mengumpat pelaku pelecehan seksual dan juga tangan Yolai, sekalipun dia berhasil menyelamatkannya.

"Lepasin gue, orang gila! Jangan sok pahlawan," bisik Sarina tepat di depan wajah Yolai. Uniknya, mereka punya tinggi badan yang sama.

"Lo bisa mengutuk gue setelah gerbong mulai sepi. Tapi untuk sekarang, izinkan gue tetap seperti ini. Perjalanan ke luar Kemaharajaan terlalu beresiko bagi seorang wanita."

"Oh, ya?" balas Sarina tidak peduli. "Lepasin! Gue baik-baik saja."

"Kutuk gue sekarang dan lihat. Berapa tangan yang akan mencoba kembali meraba tubuh lo? Gue hanya mencoba menyentuh pinggang lo dan menegaskan pada para hidung belang untuk tidak menyentuh teritori orang lain."

Sarina tidak percaya. Dia tersenyum sinis sambil memutar bola mata malas. Sebisa mungkin, Sarina menghindari bersitatap dengan Yolai.

Menit demi menit berlalu. Perkataan Yolai benar, ketika gerbong mulai sepi. Rengkuhan di pinggang Sarina melonggar dan terbebas. Kursi di gerbong mulai bisa ditempati.

Sarina pun segera mengambil tempat untuk duduk dan Yolai mengekor di belakangnya. Berpikir bahwa Yolai akan duduk di samping Sarina, itu adalah hal yang salah. Pria Ahool itu justru berdiri dengan bergelantungan di depannya.

The Heroes Bhayangkara Where stories live. Discover now