•3•

83 15 0
                                    

Pagi di Jeju. . .

Udara bersih nan sejuk berhembus halus melewati dedaunan hijau pepohonan. Embun air menetes kala daun di terpa angin. Lelaki muda dengan memakai hoodie hitam ini, meregangkan tubuh sambil menghirup oksigen bersih di pagi hari.

Rasa nyaman di desa sangat berbeda dari rumahnya. Nyaman yang tidak bisa di artikan dengan kata-kata. Membuat si lelaki muda ini tersenyum menampilkan lesung pipi. Sangat menikmati suasana ini, yang jarang ditemukan di kota.

Kakek memberikan sepatu boot hitam dan sarung tangan. Chan mengerti langsung menggunakan. Tidak lupa juga topi jerami khas para petani. Ia gunakan.

Keduanya berjalan menurunin tangga pembatas antara rumah dan kebun. Sudah tampak petani memulai kegiatan memanen jeruk. Hati Chan tergelitik ingin cepat-cepat. Chan mempercepat langkah tapi di hentikan kakek.

"Ini untuk menampung jeruk yang kamu petik, Chan." Kakek memakaikan tas keranjang di punggung sang cucu. Lalu memberikan alat pemotong serupa seperti tang. "Pergilah, pilih buah jeruk yang bagus dan manis. Kalo mau di bayar mahal."

Chan langsung memilih pohon yang jadi target panennya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chan langsung memilih pohon yang jadi target panennya. Mengulas senyum saat melihat buah bulat dan oranye ini sangat segar dan wangi. Tidak perlu banyak berlatih, Chan sudah mampu menggunakan alat potong jeruk itu. Pohon demi pohon sudah di panen Chan.

Lelaki muda ini sangat menikmati panen jeruk. Berbincang-bincang juga dengan petani disana. Hingga sampai ada yang ingin mengenalkan Chan dengan anak gadisnya. Chan menolak halus dan tersenyum. Untuk itu, dia masih belum siap. Mempunyai tambatan hati bukan hal yang mudah. Ia takut menjadi orang jahat, takut menyakiti perasaan pasangannya dan memberikan luka batin. Ia takut.

Tas keranjang Chan hampir penuh dan mulai berat. Ia bergegas menuju kakek yang menjadi penyortir. Chan di bantu menurunkan tas keranjangnya.

Sesaat kakek melihat jeruk yang di panen Chan, kakek tertawa keras. "Anak ini harus berlatih banyak."

Chan memiringkan kepalanya tidak mengerti maksud kakek.

"Hei nak, kalau kamu memilih jeruk terlalu besar. Jeruk ini gak bisa di makan, karena keras dan airnya tidak banyak. Terlebih tidak manis." Ucap seorang petami jeruk.

"Tampilannya bagus untuk dijual. Ternyata gak bisa ya kek." Chan sedikit sedih. Melihat hasil kerja pertamanya yang sudah banyak kesalahan.

"Gak apa, Chan. Ini masih bisa digunakan untuk pupuk." Kakek menenangkan.

"Paman, ajarkan Chan gimana pilih jeruk yang bagus." Masih dalam semangat yang menggebu, Chan mengikuti petani jeruk untuk mengajarinya.

Kakek tertawa melihat sang cucu yang tidak mudah menyerah. Sedikitnya ia bangga, cucunya tidak pemalas dan berke-inginan kuat.

Matahari sudah tinggi di atas kepala. Keringat sudah bercucuran di seluruh tubuh. Semua petani menghentikan kegiatan lalu berteduh di bawah pohon besar rimbun. Juga Chan yang sudah duduk sambil berkipas dengan topi.

belle àmeWhere stories live. Discover now