•4•

74 14 2
                                    

Pernah mendengar kata-kata seperti ini 'dikeramaian tapi merasa sendiri.' Itulah yang dirasakan seorang lelaki muda. Di umur kepala dua ini, hidupnya seperti roler coster. Sekali naik harus turun dengan terjam keras.

Ya, seperti itulah Chan melihat ibunya di dampingi lelaki lain bukan ayah yang dikenal. Gaun putih indah mengembang menutupi perut membuncit sang ibu. Sesak luar biasa di dada Chan, sang ayah di sampingnya hanya diam membisu. Seperti tidak ingin menjelaskan apapun. Chan pun malas untuk menuntut penjelasan. Ia juga ikut membisu.

Kemeja satin hitam dengan pita tidak terikat terlampir di dada Chan. Ia bahkan enggan memakai jas yang sudah di siapkan. Untuk apa gunanya ia berpakaian rapi, tapi wanita yang menikah itu sama sekali tidak melirik.

Chan juga enggan, jika si ibu mendatanginya dengan embel-embel sok perhatian. Senyum miring terlampir di bibirnya.

Chan menatap ayah di sebelahnya sibuk dengan ponsel "Ayah, aku mau pulang ke Jeju. Gak perlu antar aku ke bandara." Ucapnya datar. Lalu berdiri mengambil jas yang tergantung di kepala kursi.

Ayah mengalihkan pandangan melihat si anak yang beranjak meninggalkannya. Cepat-cepat ia menyimpan ponsel dan mengejar Chan.

"Chan." Panggil ayah.

Chan berbalik menghadap ayahnya. "Aku malas ngobrol." Benar-benar dingin.

Ayahnya mendekati Chan dan meraih kedua bahunya. "Dengar Chan. Perusahaan ayah akan tetap jatuh ke tanganmu. Selagi mempersiapkan diri, ayah membiarkanmu main-main dulu di Jeju. Tapi-"

Chan menepis tangan ayah dan menatap nyalang "Gak butuh. Aku gak peduli." Lalu Chan melanjutkan langkah yang terhenti.

"Kamu bisa bilang gitu sekarang !! Tapi lihat aja nanti !!" Teriak ayahnya.

"Aku lebih suka panen jeruk daripada sibuk mikirkan berkas-berkas gila itu." Chan mengedikkan bahu sambil berjalan.

Chan sampai di Jeju tengah malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chan sampai di Jeju tengah malam. Ia sama sekali tidak memberi tahu kakek. Bahkan tidak memikirkan akan bagaimana ia kembali ke rumah kakek. Berbekal ingatan yang sedikit, dirinya memberanikan diri untuk pulang naik taksi.

Walaupun malam, pemandangan Jeju sangat gemerlap. Tidak hanya lampu-lampu jalan menerangi, lampu-lampu yang sengaja di pasang tengah kebun juga ikut menerangi. Chan membuka jendela mobil dan menyenderkan kepala. Menghirup udara malam Jeju.

Ternyata ingatannya sangat bagus. Chan berhasil menemukan pucuk rumah kakek berserta kebun jeruk yang di panennya tempo hari. Membayar biaya taksi, dan turun. Tidak lupa mengambil jasnya yang tertidur di atas kursi penumpang.

Kalau sudah terlihat pucuk atap rumah kakek, berarti sudah tidak jauh lagi. Chan berjalan setapak demi setapak melewati kebun jeruk tanpa rasa takut. Ia lebih takut pada manusia daripada hantu.

belle àmeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang