•22•

58 15 2
                                    

Minho yang menunggu di depan pintu mendengarkan semua percakapan. Saat Chan keluar dari ruangan neraka itu, Minho mengimbangi langkah cepat Chan. Ia sangat ingin menjelaskan yang sebenarnya. Tapi Chan tidak dalam kondisi baik.

Tidak ada percakapan di antara keduanya. Chan dan Minho hanya kembali bekerja. Pikiran mereka kalut. Minho terus menghubungi Jisung maupun Seungmin. Hatinya lega saat dengar kabar kekasih Chan dan Jisung si lelaki favoritnya itu sampai di cafe dan sedang bekerja seperti biasa.

Tanpa bertanya Minho mengutus orang-orangnya untuk menjaga lelaki kesayangannya. Ia sungguh mengerti perkataan dan jalan pikiran mantan presiden direktur–nya itu. Bahkan hari ini belum genap menjadi sehari mereka menetap di Seoul tapi sudah khawatir pada orang-orang di Jeju.

Chan tampak duduk di kursi kebesaran CEO menyenderkan kepala sambil memijit-mijit dahi. Pikiran penuh menjadi padat, kepala terasa luar biasa sakit.

Minho berdiri menatap si sahabat "Hyung, mungkin ini salahku mengadu pada Tuan Bang tentang–mu dan Seungmin. Tapi itu jauh sebelum kalian kembali. Percaya pada–ku."

"Aku tau. Itu terjadi sebelum hubungan kami kembali. Tentu kamu kasih informasi karena masih di pihak Ayah." Chan masih memijit dahi.

"Hyung, aku—"

Chan memejamkan mata "Ingin membalas kesalahanmu ?"

Minho mengangguk "Katakan apa yang harus aku lakukan."

Chan membuka mata dan menatap lekat Minho "Kembalilah ke Jeju diam-diam. Jaga Seungmin dan Jisung. Aku takut terjadi sesuatu pada mereka."

"Kalau aku pergi. Bagaimana dengan hyung !!?" Protes Minho.

"Aku akan menyusul setelah keadaan kondusif."

Minho menggeleng "Hyung, boleh aku tetap denganmu ?  Kita lawan bersama."

"Mereka berdua lebih penting. Juga Kakek dan Paman Kim. Aku hanya percaya padamu, Minho." Mata Chan tampak memohon.

Bahu Minho merosot itu membuatnya tidak dapat menolak. Chan juga dalam keadaan tidak baik. Bisa-bisa Chan–lah yang akan menjadi sasaran empuk.
Minho terperangkap dalan kebingungan.

Setelah kejadian berat menghantam. Chan menolak untuk pulang ke rumah. Ia lebih baik bermalam di hotel. Terasa sepi kala kamar besar ini di huni oleh dirinya sendiri. Sambil berjalan tangannya membuka  jas menarik ikatan dasi yang menyesakkan lalu melemparkan di atas tempat tidur. Membukan kancing kemeja hingga memamerkan dada bidang.

Tepat berdiri di depan jendela, Chan menatap pemandangan malam kemerlab cahaya lampu-lampu. Tampak dari atas, bunga delphinum hidup lebat juga terawat di perkarangan hotel yang di buat khusus.

Awalnya Chan merasa seperti mimpi saat dapat kembali ingatannya. Di dalam lelap tidur, ia terus memimpikan kenangan-kenangan indah saat hidup di Jeju. Bahkan ia mengingat Jeju adalah tempat penyembuhan luka di hati kala mengetahui kebohongan kedua orang tua.

Paginya ○●

Seperti biasa Chan pergi bekerja. Berjalan di lobi perusahaan dengan wibawa. Setiap yang melihat langsung membungkuk hormat. Aura kepemimpinan Chan sangat besar dan kuat.

Sebelum naik ke lantai paling atas tepat ruangan CEO berada. Chan melakukan inspeksi mendadak setiap divisi. Tidak terkecuali, siapapun yang berani meninggalkan meja di saat jam kerja. Tentu, surat panggilan atau SP siap menemani diatas meja kerja.

Chan menyibukkan diri dengan membaca laporan-laporan dari setiap divisi. Memberikan masukkan setiap ada kesalahan. Walaupun tegas, Chan terkenal sebagai pimpinan yang mau mengayomi karyawan. Tidak sama sekali menyudutkan, ia bahkan memberi hormat pada karyawan rajin, ulet dan tekun.

belle àmeWhere stories live. Discover now