Bab 8. Topik Hangat

371 20 0
                                    

Ini adalah minggu kedua Naya bekerja sebagai asisten. Tidak ada yang menyangka kalau ada orang yang dapat bertahan selama hampir setengah bulan bekerja dibawah tekanan Arjuna. Bahkan orang-orang kantor sampai membuat taruhan tentang berapa lama Naya akan sanggup bertahan. Sebenarnya pekerjaan Naya bisa dibilang tidak terlalu sulit hanya saja Arjuna yang mempersulitnya. Naya yang anaknya memang telaten, pintar dan cepat tanggap tidak terlalu memusingkan masalah tugas-tugas nya. Arjuna lah yang dibuat kelimpungan sebab Naya yang selalu menyelesaikan semuanya dengan cepat sampai dia bingung harus memberikan tugas apa setelahnya. 

Bekerja dengan manusia perfeksionis macam Arjuna memberikan Naya tantangan tersendiri. Dia dituntut untuk melakukan segalanya dengan penuh ketelitian sebab jika tidak, bisa-bisa Naya akan ditendang keluar seperti asisten sebelum-sebelumnya dan tentu saja Naya tidak ingin hal itu terjadi. Kunci untuk menghadapi makhluk menyebalkan seperti Arjuna adalah kesabaran. Jangan pernah mempertanyakan perintah atau bahkan membantah setiap ucapannya. Selama Naya dapat menahan emosi untuk tidak menjambak rambut atasannya dia tidak akan dipecat.

"Kamu sudah cek email yang saya kirim?" Tanya Arjuna dari balik telepon.

"Sudah pak." Sahut Naya terlihat sedang membaca isi email yang dimaksud.

"Kamu revisi lalu kirim ke email yang sudah saya cantumkan dibawahnya. Saya kasih kamu waktu dua puluh menit untuk menyelesaikannya. Setelah itu baru kamu boleh istirahat, mengerti?"

Naya mengangguk seolah Arjuna melihatnya "Baik, pak. Akan saya selesaikan secepatnya."

Dan seperti biasa panggilan telepon pun terputus. Naya sudah tahu dan mulai terbiasa dengan hal itu. Tanpa pikir panjang, Naya melaksanakan perintah Arjuna agar bisa cepat istirahat. Perutnya sudah lapar apalagi tadi pagi tidak sempat membeli sarapan karena harus terjebak macet. Untungnya Naya tidak terlambat.

Diambilnya kacamata yang diletakkan disamping komputer kemudian mengenakan nya. Naya mulai membaca isi email yang Arjuna maksudkan. Dengan telaten Naya memperbaiki setiap kesalahan kata ataupun penulisan dan juga tanda baca. Mengetik kembali hasil revisi nya, tidak lupa Naya mengecek kembali hasil kerjanya sebelum akhirnya mengirimkan nya ke email yang telah tercantum. Tidak butuh waktu lama email itu pun terkirim dan Naya hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk menyelesaikannya dengan baik dan benar.

Naya melirik ke jam tangannya. Pukul dua belas lebih sebelas menit. Beberapa karyawan kantor sudah ada yang pergi untuk makan siang hanya meninggalkan Naya dan dua orang yang tampaknya masih sibuk dengan pekerajaan mereka. Naya meregangkan otot-otot nya yang kaku sebab duduk seharian. Ia mengecek ponselnya dan menemukan pesan masuk dari Riska yang menanyakan perkembangan misinya. Hampir setiap hari Riska menanyakan hal yang serupa dan Naya membalasnya dengan hal serupa juga. Karena rutinitas Arjuna setiap harinya sama, tidak ada yang spesial. Naya juga bingung melihat hidup Arjuna yang begitu monoton.

Setelah mematikan monitor, Naya bangkit dari tempat duduknya dan berniat pergi menuju kantin. Namun tiba-tiba saja Restu datang lalu menarik Naya untuk ikut dengan nya pergi ke suatu tempat digedung kantor. Kini mereka tiba disebuah balkon yang tampak sepi tidak ada orang. Mungkin karena jam istirahat.

"Jadi kamu setuju sama permainan nya Riska untuk menjadikan kamu mata-mata dia?" Tanya Restu kelewat to the point. Tidak ada basa-basi nya sama sekali.

"Iya, lagipula kita berdua sama-sama diuntungkan. Aku bisa kerja dan mendapatkan gaji sedangkan Riska mendapat informasi yang dia mau tentang pak Arjuna. Win-win solution." Sahut Naya kemudian.

"Kayaknya penyakit gila Riska udah menjangkit kamu juga. Buktinya kamu jadi ikutan nggak waras sampai-sampai mau terlibat dengan hubungan mereka cuma karena butuh uang."

Naya menoleh, menatap Restu dengan tatapan tajam.

"Karena uang bisa menyelamatkan rumah dan keluargaku dari amukkan renternir. Kamu nggak akan paham situasinya jadi jangan sok menasehati. Aku tau keputusan apa yang harus aku ambil dan itu nggak ada hubungan nya sama kamu." Ucap Naya meninggikan suaranya.

Naya berniat pergi namun dihentikan oleh Restu yang menarik tangannya. Jujur, Restu kaget mendengar pengakuan Naya yang mengatakan tentang rumah dan renternir. Awalnya Restu pikir Naya mencari pekerjaan karena ayahnya sudah tidak ada jadi sebagai anak sulung, Naya lah yang memiliki tanggung jawab untuk mengemban semua tugas itu. Namun dia salah dan malah membuat semua ini menjadi semakin runyam.

"Kalau gitu, libatkan aku juga. Makin banyak orang makin bagus, iya kan."

Naya menoleh, melihat Restu tersenyum kepadanya.

"Restu, kamu naksir aku ya?" Tanya Naya nyeleneh.

"Apaan sih?! Enggak!"

Buru-buru Restu melepas genggaman tangan Naya dan langsung membuang muka. Namun sesaat kemudian Restu berbalik lalu menoyor kepala Naya sampai membuatnya terhuyung dan hampir jatuh.

"Tapi kalau kamu melibatkan diri, bagaimana kalau rencana ini terbongkar dan kamu akhirnya harus dipecat bareng aku?" Tanya Naya disela ia mengelus dahinya.

"Makanya jangan sampai terbongkar. Tapi kalaupun begitu masih ada Riska yang akan mem-backup kita jadi tenang aja." Sahut Restu kemudian "Udah, jangan terlalu dipikirin. Gimana kalau sekarang kita makan dikantin, aku yang traktir deh." Lanjutnya.

Naya mengangguk.

Setibanya mereka dikantin, Naya langsung mencari tempat duduk sedangkan Restu memesan makanan. Seorang pria tiba-tiba ikut duduk dimeja bersama Naya yang sedang menunggu Restu.

"Kamu kuat juga ternyata sampai dua minggu bisa bertahan kerja sama pak bos." Kata pria itu.

Sontak Naya menoleh namun setelah melihat wajah pria itu Naya langsung memalingkan wajahnya kembali.

"Kamu pasti nggak ingat aku. Aku Teguh, admin kantor. Kamu Nata kan?"

"Iya."

"Kamu tau nggak kalau kamu udah jadi topik perbincangan satu kantor. Karena kamu satu-satunya orang yang berhasil memecahkan rekor. Berhasil bertahan satu minggu lebih jadi asistennya pak bos, harusnya kamu bangga." kata pria bernama Teguh itu yang tiba-tiba saja merangkul bahu Naya.

Naya merasa risih sebab berada terlalu dekat dengan orang asing apalagi orang asing itu adalah seorang pria tulen. Laki-laki sungguhan bukan jadi-jadian seperti dirinya. Namun Restu datang tepat waktu dan melepas rangkulan Teguh. Meminta pria itu untuk pergi dan kembali ke mejanya.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanya Restu cemas.

Naya kini dapat bernafas lega segelah Restu datang sedangkan pria itu pergi.

"Kamu harus terbiasa, kamu nggak bisa menyalahkan mereka karena yang mereka tau kamu itu laki-laki sama seperti mereka."

"Iya, aku tau kok. Cuma nggak nyaman aja harus diperlakukan kayak tadi sama orang yang nggak terlalu akrab."

Restu membawakan mie ayam yang dia tahu kalau Naya begitu menyukainya. Mereka bersama menyantap makanan yang ada sebelum suara tidak asing menggangu ketenangan kedua sahabat itu.

"Nata! Ikut saya sekarang!"

Arjuna memanggil.

To Be Continued.

Naya ArjunaWhere stories live. Discover now