Bab 30. Titik Tengah

313 15 0
                                    

Sudah berhari-hari Naya mengurung diri didalam kamar. Sejak kejadian itu, Naya hanya menghabiskan waktunya dengan menangis seharian. Mungkin sekarang persediaan air mata nya mulai berkurang oleh sebab itu tangisannya kering tanpa ada setetes air pun yang mengalir.

Ayudia dan Adit cemas melihat kondisi Naya yang benar-benar kacau. Takutnya Naya akan jatuh sakit jika dibiarkan terus seperti ini. Tidak ada yang bisa membujuk Naya untuk membuka pintu kamarnya. Bahkan Wisnu dan Restu yang sempat berkunjung kemarin tidak dihiraukan oleh Naya.

Inti permasalahan sudah Ayudia dengar dari Wisnu dan Restu yang kebetulan waktu itu mereka berdua ada dihari dimana semua ini bermula. Namun permasalahan sebenarnya masih menjadi misteri bahkan Wisnu dan Restu tidak mengetahuinya dengan jelas.

Yang tahu hanya lah Naya tapi jika melihat Naya yang masih bersikukuh untuk mengurung diri, sepertinya tidak ada jalan keluar lain kecuali menunggu Naya membaik dan menceritakannya sendiri.

Kembali Adit mengetuk pintu kamar Naya untuk membawakan makan malam namun jawabannya masih sama seperti sebelum-sebelumnya, nihil. Adit tidak paham apa sebenarnya yang mengganggu pikiran Naya sampai nekat menyiksa diri dengan tidak menyentuh makanan selama berhari-hari.

Sejujurnya, Adit geram melihat Naya yang bertikah seperti anak kecil yang minta dimengerti sedangkan dia tidak mau mengerti perasaan orang yang mengkhawatirkannya selama ini.

"Silahkan aja kak Naya mengurung diri kayak gini. Terserah mau berapa lama aku nggak peduli! Tapi kalau kak Naya sampai bikin mama nangis karena khawatir sama kondisi kakak, aku akan marah besar ke kakak!" Teriak Adit dari balik pintu.

Dengan mencak-mencak, Adit membawa kembali makanan yang ia bawa tadi dan meletakkannya didapur dengan perasaan dongkol. Ayudia mengerti mengapa Adit marah tapi Ayudia juga paham mengapa Naya melakukan ini semua. Kini Ayudia hanya bisa duduk didepan pintu kamar Naya mencoba untuk menemani putrinya yang sedang terpuruk itu.

"Mama paham kenapa kamu menutup diri kamu dari kami. Kamu cuma tidak mau membuat kami cemas dan sedih seperti janji kamu ke papa. Kamu janji ke papa untuk menjaga mama dan Adit tapi kamu sepertinya sudah lupa kata-kata papa didalam surat itu yang mengatakan bahwa kamu yang harus lebih dulu bahagia sebelum membahagiakan orang lain.

Dan yang kamu lakukan sekarang hanyalah menyiksa dan menghukum diri kamu sendiri. Papa nggak akan suka liat kamu seperti ini, Naya."

Air mata mulai mengalir dengan deras setelah Ayudia mengucapkan kalimat terakhirnya. Dia tidak dapat menahan kesedihannya jika harus mengingat almarhum suaminya. Kini dia lah yang memiliki tugas untuk menjaga anak-anak nya namun tugas itu entah kenapa terasa sangat berat jika harus dilakukan seorang diri.

Setiap hari selalu saja datang masalah baru yang lebih rumit daripada yang dia alami kemarin. Rasanya Ayudia ingin sekali menyerah namun tidak bisa karena dia masih punya Naya dan Adit yang selalu berdiri disampingnya.

Tangisan Ayudia cukup keras sampai terdengar kekamar Adit. Adit yang sadar kalau mamanya sedang menangis didepan kamar Naya pun dengan tergesa-gesa menghampiri dan memberikannya pelukkan.

Tidak butuh waktu lama, pintu kamar Naya pun terbuka dan memperlihat Naya yang mengintip dari celah pintu. Ia tidak dapat menahan diri untuk tidak menghampiri mamanya yang menangis tersedu-sedu karena dirinya. Naya ikut duduk disamping mamanya dan langsung memeluknya erat.

"Maafin Naya, ma. Naya udah gagal menunaikan janji Naya untuk nggak bikin mama nangis. Naya emang salah, Naya bukan anak yang baik. Naya nggak peduli sama perasaan mama ataupun Adit yang mencemaskan Naya. Naya minta maaf." Kata Naya ditengah isak tangisnya.

"Jangan menyalahkan diri kamu sendiri. Kamu sudah mampu bertahan sampai sekarang pun mama sudah senang. Kamu juga bekerja keras bahkan sampai menyakiti diri kamu. Jadi jangan bilang kayak gitu." Balas Ayudia sambil mengelus bahu Naya yang bergetar hebat.

"Aku juga minta maaf karena sempat marah-marah sama kak Naya. Aku cuma nggak mau kak Naya sakit dan bikin mama sedih. Maaf ya kak." Ujar Adit menimpali.

Ayudia dan Naya terkekeh mendengar Adit yang menangis meraung-raung seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan.

"Sekarang kamu udah merasa baikkan?" Tanya Ayudia.

Naya mengangguk lalu berujar "Udah ma." Sahut Naya cepat.

"Kalau begitu ceritakan ke mama apa yang sebenarnya terjadi sampai membuat kamu seperti ini?"

***

"Gitu, Nu. Menurut kamu gimana?" Tanya Naya kepada Wisnu yang duduk disebelahnya.

Pria yang sedang duduk disamping Naya itu terdiam cukup lama. Ia tengah berpikir sambil mengelus dagunya. Wisnu dan Naya kini berada disebuah taman dan mereka berdua tengah membicarakan soal pengunduran diri Naya yang dadakan.

Pada awalnya Wisnu tidak percaya kalau Naya mengiriminya pesan dan mengajaknya bertemu. Jujur, Wisnu sempat merajuk kepada Naya karena pergi tanpa menjelaskan apa-apa dan membuat semua orang kebingungan.

Namun setelah mendengar penjelasan Naya yang ternyata ada sangkut pautnya dengan Riska disanalah Wisnu mulai paham puncil permasalahannya. Naya sebagai sahabat yang baik rela melakukan apapun untuk membuat Riska senang termasuk mengorbankan dirinya sendiri dengan cara menjauhi Arjuna yang jelas-jelas menaruh perasaan kepadanya.

Wisnu juga mengtahui fakta bahwa semua yang ia lihat diacara waktu itu hanyalah sandiwara namun walaupun begitu perasaan keduanya tidak termasuk dalam sandiwara yang mereka mainkan.

"Okey, dengerin aku baik-baik. Kamu salah! Kamu salah karena pergi gitu aja bahkan sampai resign segala dari kantor. Aku tau kamu dan Riska bersahabat baik tapi bukan berarti kamu harus mempertaruhkan kebahagiaan kamu demi persahabatan kalian. Ada sesuatu yang harus dikorbankan tapi nggak perlu kamu yang berkoban. Hidup itu pilihan makanya kamu jangan sampai salah memilih jalan." Jelas Wisnu panjang lebar

"Masalahnya, Riska suka banget sama pak Arjuna dan aku nggak mungkin mengkhianati sahabatku sendiri. Apalagi aku berhutang banyak hal sama dia."

"Kamu yang punya hutang kenapa malah menyeret Arjuna. Denger ya, Nay. Rasa solidaritas kalian sebagai sahabat sudah menyakiti Arjuna. Dengan kamu meninggalkan Arjuna dan dengan Riska yang memaksakan kehendaknya terhadap Arjuna bikin masalah ini jadi rumit. Kamu pasti tau kalau Arjuna yang paling tersakiti diantara kalian bertiga. Sadar nggak?"

Naya terdiam sambil terbata mendengar perkataan Wisnu yang menjelaskan semuanya. Naya mengusap wajahnya gusar sebelum akhirnya berteriak frustasi sampai membuat Wisnu terlonjak kaget.

"Terus aku harus gimana?" Tanya Naya yang sudah tidak tahu harus berbuat apa.

"Nggak susah, kamu cuma perlu jujur sama perasaan kamu. Dan satu hal lagi. Kamu jangan jadi kayak aku yang dulu. Aku nggak mau kamu merasakan apa yang aku rasakan. Berat Nay, setiap hari harus hidup dalam penyesalan." Kata Wisnu menasehati.

Naya tersenyum haru "Makasih, Nu. Kamu emang the best."

"Sama-sama."

"Okey, kalau gitu.." Naya bangkit lalu mulai meregangkan otot-otot nya "Aku pergi dulu."

Tiba-tiba Naya berlari meninggalkan Wisnu seorang diri.

"Mau kemana Nay?!" Teriak Wisnu.

"Mau jujur!!" Balas Naya tak kalah keras.

Wisnu tersenyum "Good luck." Katanya.

To Be Continued.

Naya ArjunaWhere stories live. Discover now