Bab 15. Harapan Mantan

359 20 0
                                    

Naya meniup embun panas dari bubur sebelum akhirnya memberikannya kepada Arjuna. Tangan Naya gemetar namun ia berusaha sebaik mungkin agar Arjuna tidak menyadari hal itu. Jujur saja, Naya sebenarnya ingin segera pergi namun melihat kondisi Arjuna yang tampak pucat dan lemas, Naya jadi tidak tega meninggalkan nya sendiri. Apalagi melihat keadaan rumahnya yang sepi Naya menyimpulkan bahwa Arjuna tinggal dan hidup sendiri didalam rumah itu. Rumah bergaya modern yang memiliki luas cukup besar itu berada disalah satu komplek perumahan elit didaerah Jimbaran dan jaraknya lumayan dekat dari kantor.

Arjuna meneguk segelas air putih seusai menyelesaikan makan nya. Naya mengambil kantung plastik yang dia bawa dari apotek yang berisikan beberapa obat dan vitamin untuk diberikan kepada Arjuna. Setelah melihat Arjuna meminum obat nya, Naya membantu pria itu untuk pergi menuju kamar tidurnya. Naya mengulurkan tangan dan terima oleh Arjuna dengan senang hati. Tangan Arjuna Naya kalungkan dilehernya lalu mereka berdua melangkah perlahan menuju kamar.

Kamar tidur Arjuna cukup minimalis. Dengan cat dinding warna putih dan beberapa furniture kayu yang menghiasi. Ada satu ranjang beukuran king size ditengah, meja kerja berbahan kayu serta lemari pakaian dan juga Rak buku berukuran sedang yang berdiri disudut kamar dekat meja kerja. Di sebrang pintu masuk terdapat pintu lain yang terhubung ke kamar mandi.

Dengan hati-hati Arjuna membaringkan tubuhnya diatas ranjang sedangkan Naya sudah kembali ke dapur untuk mencuci beberapa perabot yang ia gunakan untuk memasak bubur. Serta merapikan baskom, handuk dan mangkuk yang sempat dipakai tidak lupa Naya mencuci peralatan makan dan satu gelas kaca. Sudah seperti rumah sendiri, Naya memasukkan obat yang dibelinya kedalam kotak obat dan menyisakannya beberapa untuk Arjuna minum setelah makan siang nanti.

"Pak?" Naya perlahan membuka pintu kamar dan melihat Arjuna yang sudah terlelap.

Untuk memastikan, sekali lagi Naya mengecek suhu tubuh Arjuna menggunakan termometer yang ia temukan didalam kotak obat. Benda itu mengeluarkan suara bising memberikan Naya tanda bahwa tugasnya untuk mengecek suhu badan telah usai.

"36." Gumam Naya membaca angka yang ditunjukkan oleh termometer tersebut "Suhu badannya udah normal. Syukurlah."

Naya meletakkan termometer dimeja sebelah ranjang bersama dengan piring obat dan segelas air yang sudah dia siapkan. Melihat Arjuna yang menggigil kedinginan, Naya celingak-celinguk mencari letak remot AC berada dan ia menemukannya ditempel di dinding dekat pintu masuk. Setelah menurunkan suhu AC, Naya menarik selimut sampai leher agar Arjuna merasa hangat.

Kini tugasnya beres. Naya beranjak pergi keluar kamar dan menutup pintu dengan sangat hati-hati takut mengganggu istirahat Arjuna. Naya dapat bernafas lega sekarang. Ia berniat untuk pergi ke ruang tamu menunggu jam makan siang tiba namun niatnya itu harus diurungkan sebab melihat Wisnu yang tiba-tiba saja sudah berada disana.

"Gimana keadaanya Arjuna?" Tanya Wisnu sembari melangkah ke arah Naya.

"Pak Arjuna udah tidur setelah minum obat. Demam nya juga udah turun jadi bapak nggak perlu cemas." Jawab Naya kemudian "Karena pak Wisnu ada disini, mungkin saya balik ke kantor aja. Mari pak." Pamit Naya buru-buru.

Naya menunduk sambil berjalan melewati Wisnu. Namun pelarian Naya terpaksa terhenti sebab tangannya yang digenggam oleh Wisnu.

"Mau sampai kapan kamu kayak gini?" Tanya Wisnu tanpa memandang wajah Naya.

Sedangkan disisi lain Naya terkejut menerima perlakuan dan pertanyaan Wisnu. Jantungnya seketika berdegup kencang, Naya ketakutan. Perlahan Naya menoleh dan menatap bagian samping wajah Wisnu.

"Ma--maksudnya?" Tanya Naya balik, suaranya gemetar saking gugupnya.

Wisnu berdecih lalu mendadak tertawa tanpa sebab. Ia menghadap ke Naya kemudian menarik nya untuk mendekat. Kini keduanya berada dijarak yang begitu dekat bahkan mungkin saja Wisnu dapat mendengar suara detak jantung Naya yang sudah tidak beraturan.

"Bapak mau ngapain?" Tanya Naya panik.

Tidak ada jawaban. Dengan susah payah Naya mencoba melepaskan diri dari cengkraman Wisnu namun tenaga pria itu lebih kuat ketimbang dirinya. Naya hanya bisa pasrah saat rambut palsunya yang ditarik paksa oleh Wisnu dan membuat rambut aslinya terurai. Seketika itu juga Wisnu langsung melepas genggaman nya dari Naya.

"Sejak kapan kamu tau?" Tanya Naya sambil menunduk.

"Sejak awal pertemuan kita dirumah sakit." Jawab Wisnu cepat.

Jawaban yang didengarnya barusan sontak membuat Naya terkejut sekaligus tidak percaya. Jadi selama ini Wisnu sudah mengetahui tentang rahasianya. Naya mendongak menatap Wisnu meminta diberi penjelasan.

"Aku langsung tau kalau itu kamu. Rambut dan penampilan kamu memang bisa mengelabuhi aku tapi mata mu nggak bisa bohong, Nay. Waktu itu kamu keliatan kaget melihat aku dan tatapan yang kamu tunjukkan waktu itu sama seperti kamu menatapku sekarang. Kamu bisa menipu orang-orang tapi kamu nggak akan pernah bisa menipu aku. Karena aku kenal kamu luar dalam."

"Terus kalau kamu udah tau kenapa kamu diam aja membiarkan aku berpura-pura jadi orang lain didepan kamu? Kamu suka melihat tingkah bodohku?" Tanya Naya lagi.

Wisnu menggeleng kemudian memegang bahu Naya "Bukan. Aku cuma belum tau alasan kamu sampai menyamar segala. Aku juga nggak mau tanya takutnya kamu malah menghindar dari aku."

"Kenapa baru sekarang?"

"Aku cemas sama kamu, Nay. Aku takut kamu malah kenapa-napa karena menyamar sebagai laki-laki dan kamu bekerja dengan banyak laki-laki makanya aku khawatir." Jawab Wisnu kemudian.

"Aku nggak butuh kamu khawatirin. Aku bisa jaga diri lagipula bukan urusan kamu kalau aku dekat sama laki-laki manapun. Memangnya kamu siapanya aku sampai harus cemas berlebih kayak gini?"

"Aku adalah orang yang pernah punya tempat spesial dihati kamu. Nggak ingat?"

Naya menepis tangan Wisnu dibahunya dengan kasar "Ingat, ingat banget! Dan aku juga ingat kalau kamu yang memilih untuk membuang tempat spesial itu dan pergi meninggalkan aku tanpa kejelasan. Kamu lupa?"

"Itu nggak ada hubungan nya sama semua ini. Apa salahnya kalau aku cemas sama kamu?" Tanya Wisnu kemudian

"Itu salah, Wisnu. Dengan kamu khawatir sama aku itu seakan memberi aku harapan." Naya terkejut dengan ucapannya sendiri.

Wisnu terbelalak mendengarnya. Kembali ia memegang bahu Naya dan menatap manik mata nya dalam-dalam.

"Apa masih ada harapan untuk hubungan kita bisa seperti dulu?"

Untuk yang kedua kalinya Naya menepis tangan Wisnu. Ia merampas rambut palsunya dari tangan Wisnu sebelum akhirnya melangkah pergi. Namun Naya berhenti sejenak dan melirik Wisnu dari sudut matanya.

"Diantara aku dan kamu nggak akan pernah ada kata kita. Harapan untuk bisa kembali bersama udah aku buang jauh-jauh jadi kamu juga harus melakukan hal yang sama." Kata Naya tanpa berbalik lalu beranjak pergi.

Tapi aku akan terus berharap, Nay. Batin Wisnu.

To Be Continued.

Naya ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang