Bab 25. Perang Dingin

342 16 0
                                    

Untuk yang kesekian kalinya, Naya menyambut baik uluran tangan Arjuna. Keduanya bergerak masuk ketempat acara yang berlangsung disebuah bangunan mewah yang terlihat seperti istana. Naya sampai dibuat terpaku dengan arsitektur bangunan yang sangat tidak biasa. Ada anak tangga yang akan membawanya menuju pintu utama. Disisi kanan dan kirinya berdiri pilar besar berbahan marmer yang menjulang tinggi. Belum sempat menikmati keindahan tempat itu, Arjuna sudah mengajak Naya untuk melangkah masuk.

Dari pintu, Arjuna menggiring Naya untuk pergi bersamanya menuju ruang utama dimana acara malam ini akan dilaksanakan. Sekali lagi Naya terbengong-bengong melihat isi didalamnya. Lantai berlapis marmer dan lampu gantung menjadi daya tarik bagi Naya. Karena Naya tahu kalau benda-benda yang telah djabarkan itu memiliki harga yang sangat mahal bahkan gaji Naya setahun pun tidak akan cukup untuk membelinya.

"Ini tempat apa?" Gumam Naya yang tanpa dia sadari ternyata Arjuna mendengarnya.

"Ini rumah papa dan mama." Kata Arjuna membalas gumaman Naya.

Sontak Naya menoleh kearah pria yang lengannya ia gandeng itu "Rumah?! Ini rumah?! Saya kira tempat ini nyewa." Ujar Naya tak percaya.

Jujur Naya sempat kaget setelah mengetahui bahwa tempat yang ia datangi ini adalah rumah milik mama dan papa Arjuna. Tempat sebesar ini hanya ditinggali oleh sepasang suami istri sedangkan sisanya pekerja rumah tangga dan tukang kebun bukankan itu terdengar mubazir. Tapi selama punya uang apapun bisa dilakukan.

Naya mengedarkan pandangan sekeliling, hanya ada wajah asing yang tidak satupun dirinya kenal. Bahkan Naya tidak kapan acara intinya akan dimulai atau mungkin acaranyasudah selesai. Sebab semua orang tampak asik dengan makanan dan obrolan mereka masing-masing. 

Arjuna melepas genggaman Naya dilengannya "Saya kesana dulu, kamu tunggu disini sebentar, saya nggak akan lama." Pinta Arjuna lalu beranjak pergi.

Naya mengangguk. Setelah sepeninggal Arjuna, Naya hanya berdiam diri ditempat yang sama selema beberapa saat namun tiba-tiba saja seseorang menabrak tubuhnya dan tanpa sengaja memunpahkan minuman di dress nya.

"Maaf, kak. Aku nggak sengaja." Kata orang yang menabraknya.

Naya menunduk dan melihat seorang bocah laki-laki berdiri didepannya sedang mendongak sambil memasang wajah memelas. Naya berjongkok agar tinggi mereka sejajar.

"Nggak apa-apa kok. Ini nanti tinggal dibersihin aja." Kata Naya menenangkan si bocah.

Si bocah tersenyum lebar membentuk bulan sabit dimatanya. Dia menggemaskan sekali, Naya jadi ingin mencubit pipinya.

"Kamu kenapa sendiri? Mama sama papa kamu kemana?" Tanya Naya basa-basi.

Seketika wajah si bocah cemberut, tangannya bersedekap didada dan mulutnya mengerucut.

"Mereka sibuk, nggak peduli sama aku. Makanya aku main sendiri." Jawabnya.

"Yaudah gimana kalau kamu main sama aku aja. Aku Naya, kamu?" Tanya Naya semari mengulurkan tangan mengajak bersalaman.

Si bocah menjabat tangan Naya "Aku Dewa. Benar aku boleh main sama kakak? Emangnya kakak nggak sibuk?"

"Dewa!"

Belum sempat Naya menjawab lagi pertanyaan bocah bernama Dewa itu, seseorang datang sambil berteriak memanggil nama si bocah. Seorang wanita yang tidak asing bagi Naya berjalan mendekat kearah mereka kini berada.

Itu mamanya pak Arjuna!

Wanita itu tampak begitu menawan dengan balutan long dress warna putih tulang yang membuat kulitnya tampak begitu bercahaya ditimpa sinar lampu. Kini wanita itu sedang memarahi Dewa sebab dia yang sejak tadi menghilang dan membuat dirinya pusing harus kesana-kemari mencari keberadaannya. Terlalu asik mengomel, wanita itu sampai tidak menyadari kehadiran Naya disana.

"Eh! Naya, kamu disini? Datang sama Arjuna ya?" Tebak Puspita tepat sasaran.

Naya tersenyum canggung "Iya tante. Kebetulan diajak sama pak Arjuna, nggak apa-apa kan kalau aku datang kesini?" Tanya Naya malu-malu.

"Nggak apa-apa dong. Malah tante senang kamu mau datang atas ajakkan nya Arjuna." Kata Puspita, sejenak ia menatap Naya dari atas ke bawah "Oh! Dress ini untuk kamu ternyata, pantas aja tante nggak boleh pegang." Lanjutnya.

Naya tidak paham dengan maksud dari perkataan Puspita. Naya berniat untuk menanyakan maksudnya, tapi seseorang lainnya memanggil lalu menghampiri mereka. Kali ini Naya terbelalak melihat siapa yang datang.

"Kak, ngapain disini?"

"Maya! Akhirnya kamu datang juga." Sorak Puspita kemudian mereka cepika-cepiki. 

Wanita bernama Maya itu melirik ke arah Naya sesaat "Eh kamu. Datang kesini juga? Datang sama siapa?" Tanyanya terlihat ramah.

Naya tersenyum "Kebetulan datang sama pak Arjuna bu." Sahut Naya cepat.

Wanita itu pun tertawa "Setelah Wisnu sekarang kamu mengincar Arjuna. Dari dulu masih sama saja, masih tidak tau malu." Cibir si ibu.

Puspita menatap keduanya kebingungan "Kalian saling kenal?" Tanya nya kemudian.

"Dia ini mantan pacar nya Wisnu yang dulu pernah aku ceritain." Sahut Maya, ia kembali menoleh ke Naya "kamu kerja apa sekarang? Udah sarjana harusnya udah dapat kerja dong."

"Saya kerja di Wisesa grup kebetulan jadi asistennya pak Arjuna." Jawab Naya.

Maya kembali tertawa "Cuma jadi asisten ternyata. Oh ya, papa kamu masih mengelola perusahaan kecil yang akan bangkrut itu, kalau iya mending kasih tau dia untuk sadar dan jangan memaksakan diri untuk terus memperjuangkan tempat sampah semacam itu." Katanya diakhiri tawa ejekkan.

Naya menatap nyalang ke arah wanita bernama Maya itu. Naya mencoba untuk menahan emosinya didepan Puspita. Dia mengepalkan tangannya erat serasa ingin meninju wajah songong Maya.

"Jangan bicara seperti itu tentang orang yang sudah meninggal." Kata Arjuna yang tiba-tiba saja sudah berdiri disebelah Naya dan memegang tangannya yang terkepal "Kanaya juga bekerja dengan sangat baik sebagai asisten saya. Walaupun cuma asisten Kanaya punya kualifikasi yang bagus jadi jangan memandang rendah dia dan pekerjaannya."

Menyadari ada perang dingin diantara Naya dan juga Maya, Puspita buru-buru menghentikannya karena dia tidak mau acaranya sampai berantakkan akibat pertengkaran ini.

"May, kita kesana yuk. Ketemu sama tamu yang lain." Ajak Puspita, keduanya pun beranjak pergi.

Bahu Naya yang awalnya tegang kini langsung santai saat melihat wanita bernama Maya itu melenggang pergi. Untung saja Arjuna datang dan berhasil mencegah amarah Naya yang akan meledak kepada Maya sebab menghina ayahnya yang sudah berpulang. Kalau saja Naya tidak sedang berada diacara orang, Naya pastikan dia akan membungkam wanita bermulut pedas itu dengan sebuah tamparan yang mungkin akan membuat nya bisu seumur hidup.

"Maaf ya, karena datang kesini kamu jadi harus bertemu lagi sama mamanya Wisnu. Saya nggak memperhitungkan bahwa hal semacam ini akan terjadi, sekali lagi saya minta maaf."

"Bukan salah bapak. Malah saya yang harusnya berterima kasih karena bapak datang dan membela saya. Kalau enggak mungkin saya udah meledak seperti bom mendengar hinaan terhadap papa." Kata Naya.

Keduanya saling pandang sebelum akhirnya tersenyum lega.

"Naya!"

Mereka serempak menoleh dan Naya kembali tegang melihat siapa orang yang telah menyebut namanya.

"Wisnu?!"

To Be Continued.

Naya ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang