Bab 12. Kesialan Dihari Minggu

347 19 0
                                    

Hari minggu adalah hari yang begitu dinanti-nanti oleh sejuta umat manusia. Hari dimana semua aktifitas yang melelahkan dihari-hari sebelumnya di nonaktifkan. Begitupula dengan Naya. Tapi rencana Naya yang ingin rebahan seharian harus ditepis jauh-jauh gara-gara Adit adiknya. Adit meminta untuk dibelikan sepatu sekolah yang baru sebab miliknya yang lama sudah berlubang. Kakek memberikannya uang namun Adit diminta agar mengajak Naya yang kebetulan libur untuk menemaninya. Sekaligus membantu Adit menemukan sepatu yang dirasa bagus dan sesuai budget.

Karena permintaan kakek, Naya tidak dapat membantahnya. Mamanya juga mendukung. Dan disinilah Naya dan Adit sekarang berada, sebuah mall dipusat kota yang sudah menjadi tempat langganan keluarganya berbelanja. Adik kakak itu berjalan bergandengan sambil memperhatikan setiap lapak yang mungkin menjual barang yang mereka cari. Naya sengaja menggandeng tangan Adit agar adiknya itu tidak asal masuk gerai dan membuat perjalanan mereka terhambat.

"Ingat ya, budget kita dua ratus ribu. Usahakan cari sepatu yang harganya segitu, kurang boleh tapi lebih jangan. Ngerti?"

"Iya, kak. Bawel banget sih daritadi. Aku tau kok jadi kak Naya nggak usah ingetin terus." Jawab Adit.

"Bagus." Naya pun mengacak-acak rambut Adit.

Sampai Naya menemukan satu lapak penjual sepatu yang lumayan bermerek lalu mengajak Adit untuk masuk untuk melihat-lihat. Toko itu memiliki cukup banyak pilihan sepatu. Untuk anak-anak sampai orang dewasa. Sepatu sekolah dengan berbagai gaya, sepatu pria dan juga sepatu wanita.

High heels warna krem yang dipajang disalah satu etalase menarik perhatian Naya. Sebenarnya Naya suka sekali mengenakan heels jika harus pergi bekerja. Tapi sekarang dia belum membutuhkannya karena setiap hari dia harus mengenakan sepatu pantofel pria untuk membuat dirinya meyakinkan sebagai seorang laki-laki.

"Kak! Yang ini bagus, menurut kak Naya gimana?" Panggil Adit yang berdiri didepan cermin sedang mencoba sepatu.

Naya menoleh dan segera menghampiri adiknya.

"Kamu udah lihat harganya belum?" Bisik Naya sebab ia tidak mau suaranya didengar oleh pramuniaga wanita yang kebetulan berdiri disamping adit.

"Harganya seratus enam puluh ribu. Gimana, sesuai budget kan?"

Naya manggut-manggut. Ia berjongkok untuk mengecek apa sepatu yang dipilih Adit itu sudah pas. Naya mendongak dan menatap Adit yang tersenyum bahagia sebab akhirnya dia dapat mengganti sepatunya yang sudah usang.

"Kamu suka yang ini?" Tanya Naya.

"Suka, modelnya bagus dan warnanya juga pas. Nggak melanggar aturan sekolah, jadi aku pilih yang ini ya."

"Ukuran nya gimana? Pas nggak?"

Adit berdehem panjang sebelum akhirnya menggeleng.

"Yang ini agak sempit. Mungkin aku ambil ukuran diatasnya lagi. Ini ukuruan 41 mungkin 42 bakalan pas." Kata Adit menerangkan.

Setelah lama berjongkok, akhirnya Naya bangkit kembali dan meminta mbak pramuniaga untuk mengambilkan ukuran yang disebutkan oleh Adit. Dirasa sudah menemukan yang sesuai, Naya membayar sepatu tersebut dimeja kasir. Sesudah mendapat apa yang menjadi tujuan mereka datang, Naya dan Adit pun melangkah pergi dari toko itu.

Kembali keduanya berkeliling mall sambil asik bercanda gurau membicarakan hal-hal random yang mereka lihat dan temui ditempat tersebut. Naya dan Adit memang sangat dekat bahkan setelah ayah mereka meninggal hubungan kakak beradik itu menjadi semakin erat. Maka dari itu, mau Naya ataupun Adit tidak pernah menyembunyikan apa-apa kepada satu sama lain. Kecuali soal pekerjaan Naya.

"Kak beli minum yuk, aku haus nih. Habisnya kita seharian jalan keliling bikin tenggorokan jadi kering. Boleh ya?"

Naya menoleh ke Adit lalu mengecek uang didalam dompetnya. Ada selembar uang dua puluh ribu dan sisa kembalian membeli sepatu tadi. Jadi totalnya enam puluh ribu, mungkin cukup jika dipakai membeli minuman yang murah.

"Boleh, tapi jangan yang mahal."

Adit bersorak gembira. Namun ditengah perjalanan mereka mencari penjual minuman tanpa sengaja Adit maupun Naya melihat sosok Wisnu yang berdiri sendirian sedang bersandar dipembatas kaca.

"Itu kak Wisnu bukan sih?" Tanya Adit sambil menunjuk kearah Wisnu.

Belum sempat Naya menjawab, Adit sudah lebih dulu berlari kearah pria yang ia tunjuk tadi. Tapi Naya lebih memilih untuk mundur dan menghindari pertemuan diantara mereka. Naya berlari sambil terus mengecek keadaan dibelakang sana dan tanpa sengaja membuat dirinya menabrak seseorang. Tas sepatunya jatuh berhamburan dan mengeluarkan isinya. Naya maupun orang yang ditabraknya secara bersamaan berjongkok untuk merapikan kekacauan yang terjadi.

"Maaf mas. Saya nggak sengaja." Ucap Naya.

Selesai membersihkan dan memasukkan kembali sepatu milik Adit ketempatnya Naya berdiri kembali dan diikuti oleh orang dihadapannya. Naya mendongak dan menatap pria berpakaian santai itu tapi betapa terkejutnya Naya saat melihat wajah pria tersebut yang ternyata adalah Arjuna. Naya terbelalak melihat Arjuna yang kini tengah berdiri berhadapan dengannya.

Dia ngenalin aku nggak ya. Batin Naya.

"Kak Naya!"

Mendengar namanya dipanggil, seketika itu juga Naya berbalik dan melihat Adit bersama dengan Wisnu berjalan kearahnya. Naya tidak tahu apa ini bisa disebut kebetulan atau Tuhan telah merencanakan pertemuan mereka. Tapi Naya menganggap ini semua adalah sebuah kesialan yang berlipat ganda.

"Kak Naya kemana aja sih? Aku dari tadi nyariin tau nggak? Ada kak Wisnu nih." Kata Adit tanpa rasa bersalah sama sekali.

Wisnu yang berada disamping Adit melambai kemudian tersenyum manis kepada Naya.

"Hai, Nay. Apa kabar?" Sapa Wisnu ramah.

"Nggak pernah sebaik ini." Jawab Naya sarkas.

Wisnu tersenyum melihat wajah Naya yang ditekuk. Mungkin Naya merasa kurang nyaman karena harus bertemu dengannya ditempat ini.

"Oh iya, dia sepupu ku. Namanya Arjuna. Ini Naya dan adiknya, Adit." Ucap Wisnu yang saling memperkenalkan mereka.

Ketiganya saling melempar senyum sejenak lalu kembali membuang muka.

"Kalian darimana?" Tanya Wisnu.

"Aku sama kak Naya habis beli sepatu buat aku sekolah. Sekarang sih niatnya mau cari minum habisnya dari tadi jalan lama banget. Sampai kehausan."

"Oh! Kebetulan aku sama Arjuna mau ke cafe, kalian mau bareng?" Tawar Wisnu.

"Mau!"

"Enggak!" Jawab Adit dan Naya serempak namun saling bertolak belakang.

"Jadi mau atau enggak nih?" Tanya Wisnu lagi.

Dengan kasar Naya menarik tangan Adit agar adiknya itu mendekat "Kita pulang aja, minum air dirumah lebih sehat dan lebih murah bahkan gratis."

"Tapi mumpung ketemu sama kak Wisnu. Siapa tau dia mau bayarin minuman kita, kan lumayan kak."

Naya mendengus kesal mendapat penolakkan dari Adit. Tidak segan-segan Naya menyentil dahi Adit saking geramnya sebab dia tidak bisa membaca situasi. Namun tanpa ada yang nenyadari, Arjuna tersenyum melihat interaksi diantara kakak beradik dihadapannya.

"Wisnu! Kita jadi pergi apa enggak? Aku nggak mau nunggu lebih lama lagi!" Tegas Arjuna.

"Ya, ben--"

"Kita mau kak, mau banget. Tapi kak Wisnu yang bayarin kan, soalnya kak Naya lagi bokek." Kata Adit.

"Adit!" Pekik Naya geram.

Gara-gara adiknya itu, Naya harus mendekam bersama dua orang manusia yang sangat tidak ingin dia temui dihari liburnya yang indah ini.

"Kita mau kemana?" Tanya Naya sinis.

"Nanti juga kamu bakalan tau, jadi sabar aja." Sahut Wisnu.

To Be Continued.

Naya ArjunaWhere stories live. Discover now