Mengapa Bimbang?

325 43 22
                                    

— PERAHU KERTAS —

Bita menutup layar laptopnya dengan perlahan, ia sedikit meregangkan otot-otot di tubuhnya yang sudah dari tadi minta untuk diistirahatkan. Terlebih jemarinya yang sedari tadi menari di atas keyboard laptop, mengumpulkan kata demi kata untuk satu bagian ceritanya. Kali ini Bita memberanikan diri membuat cerita tentang kehidupannya, ingin berbagi betapa kisahnya hampir sama dengan beberapa cerita fiksinya yang terdahulu.

Bita seperti mendapatkan karma. Dia suka menyiksa karakter utama dengan menjadikannya sebagai anak broken home yang berakhir tragis. Dua bulan yang lalu dia merasakan hancurnya perpisahan kedua orang tua, merasakan bimbangnya memilih harus tinggal dengan siapa. Pilihan akhirnya tinggal bersama Mama, tapi Mama jarang pulang karena sibuk dengan pekerjaannya, sering pergi ke luar kota. Semoga saja dia tidak ikut berakhir tragis seperti karakter-karakter fiksi ciptaannya.

Jangan Diangkat Dia Kriminal menelepon ...

Menatap layar ponselnya untuk beberapa detik, lalu menerima panggilan tersebut.

"Tidur, nanti di jendela ada yang ngeliatin lo, tuh!"

"Awas lo, ya. Lagipula jendela kamar gue uda—waduh!"

Terdengar tawa puas di seberang sana. "Mampus lo, belum ditutup kordennya, 'kan? Rasain lo, cewek yang suka duduk di pohon mangga depan datang ke sana."

"Ish!" Bita mendesis kesal, ia buru-buru beranjak dan menarik korden itu agar tak memperlihatkan pemandangan menyeramkan seperti yang ia bayangkan. "Iseng banget jadi orang, sih!"

"Mumpung lagi ngga deket, jadi aman dari pukulan-pukulan lo."

Bita mendengkus. "Apaan nelpon? Ganggu orang lagi tidur aja."

"Tidur atau lagi ngurusin cerita-cerita lo? Ngga mungkin lo terima panggilan gue kalo lagi tidur, mustahil!"

Tangan Bita ini sudah gatal ingin menjitak kepala Abian, atau kalau tidak Bita ingin sekali memukul lengan cowok itu untuk melampiaskan rasa kesalnya. Beruntung Abian sudah terbiasa, Abian juga tidak pernah marah, pukulan Bita tak ada apa-apanya, kalau pun ia meringis itu disengaja supaya Bita puas.

Bita merebahkan tubuhnya di kasur, ia memandangi langit-langit kamar dengan ponsel yang masih menempel di telinganya.

"Bang Sekala datang?"

"Hmm."

"Apa katanya?"

"Katanya gue makin cantik aja, terus katanya juga gue ngangenin."

"Cih!" Abian berdecih kedengarannya, lalu cowok itu tertawa. "Apanya yang cantik? Cewek galak macam lo yang ada—"

"Apa lo, hah?!" Bita langsung meninggikan nada bicaranya. "Jadi maksud lo gue ngga cantik? Maksud lo gue gak ngangenin, iya?"

"E-eh, ngga gitu maksudnya, Bie. Lo cantik ... iya cantik, tapi ngga ngangenin, sih."

Bita merotasikan bola matanya malas. "Gue juga ngga bakalan kangen sama lo, tuh!"

"Udah sana tidur, Bie."

"Ini mau tidur, lo ganggu!"

Abian terkikik di seberang sana, dia jelas merasa tergelitik mendengar Bita yang begitu kesal. Di benak pikirannya juga pasti terbayang bagaimana lucunya Bita saat sedang memberenggut.

"Dah, selamat malam manusia paling galak!"

"Ck, iya selamat malam juga buat manusia paling ngeselin!"

Perahu KertasWhere stories live. Discover now