Tantangan Ditolak

178 32 32
                                    

- PERAHU KERTAS -

"Cantik, ya."

Jihan dan Jiah menoleh ke sumber suara. Keduanya menatap tidak habis pikir kepada Bita yang mengeluarkan kalimat pujian pada foto milik salah satu kakak senior mereka. Tangan Bita secara reflek terulur dan menarik layar ponsel hingga menampilkan postingan selanjutnya dari Kak Stela. Bita manggut-manggut paham, dia makin tersenyum saat jemarinya terus menarik beranda media sosial yang menampilkan foto-foto Kak Stela.

"Lo ... normal, 'kan?" tanya Jiah.

Jihan mematikan ponsel itu sehingga Bita bingung karena sedang asyik menarik beranda media sosial Kak Stela. Dia bertugas meraba kening Bita untuk memastikan kesehatannya, dari suhu tubuhnya terasa normal. Kemudian, Jiah menaruh jari telunjuknya di bawah hidung Bita, memeriksa suhu napasnya takut panas atau dingin.

"Normal, kok," kata Jihan.

"Sama, napasnya juga normal," timpal Jiah.

Bita mengerjap. "Kalian kenapa?"

"Jadi begini, ya, Ta." Jiah mengambil posisi duduk yang lebih nyaman, ia membalik kursinya supaya tidak sulit berkomunikasi dengan Bita yang duduk di belakangnya. "Kita inikan lagi ngepoin kakel yang udah ngelabrak Jihan, otomatis kita mau bales perbuatan dia, dong?"

"Iya, terus?"

"Kenapa lo puji dia cantik?"

"I-iya, ya karena dia cantik!" Bita menjawab apa adanya. "Menurut gue dia cantik."

"Ah, jadi gue memang ngga pantes buat Kak Yuda?" tanya Jihan sedih.

"Eh!" Bita menggelengkan kepalanya. "Ngga begitu, bukan begitu maksudnya, inikan gue muji dia doang, bukan berarti lo ngga cocok sama Kak Yuda, lho!"

"Hayolo Bita~" goda Jiah. "Tanggung jawab lo, Jihan jadi sedih, tuh."

"Han, gue ngga maksud begitu, serius." Bita mengangkat kedua jarinya membentuk huruf v. "Han, lo cocok banget sama Kak Yuda, malahan gue dukung seratus persen lo sama dia!"

"Tapi kenapa lo puji Kak Stela cantik?" tanya Jihan.

"I-iya, iya karena dia cantik," jawab Bita gugup. "Tapi ngga ada hubungannya sama lo ke Kak Yuda, plis! Gue cuma puji dia cantik aja."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Bita beranjak dari bangkunya, dia menepuk bahu Jiah sekali sehingga cewek itu langsung ikut beranjak bersamanya. Jihan bingung, dia mau menahan tapi kedua temannya itu dengan kompak malah memberinya kode untuk tetap diam saja. Kak Yuda-nya datang ke kelas soalnya, jadi Jihan diberi kesempatan mengobrol berdua.

"Ke lapangan, yuk!" ajak Bita.

"Ngga mau jagain Jihan dari sini?" tanya Jiah. "Gue takutnya Kak Stela sama gengnya datang."

"Udahlah, ngga enak ganggu orang lagi berduaan," kata Bita. "Karena katanya, orang ketiga di antara dua orang itu setan!"

"Jadi dia orang atau setan?" tanya Jiah.

"Y-ya orang, tapi dia disebutnya setan, lho."

"Setan itu orang?"

"Jie." Bita merangkul bahu Jiah dengan sedikit gemas. "Gue belum pernah jedotin kepala lo ke tembok, 'kan, ya? Mau coba?"

Jiah menyengir, dia cengengesan menyadari bahwa pertanyaan yang dia ajukan itu benar-benar tidak ada manfaatnya sama sekali. Meninggalkan Jihan yang didatangi oleh Kak Yuda-nya, Bita menarik Jiah ke lapangan depan gedung sekolah untuk menemui Abian dan Sandi. Nathan tidak tahu ada di mana, palingan cowok itu ke uks buat rebahan. Istirahatnya diperpanjang, makanya sehabis dari kantin ada waktu luang untuk kelayapan.

Perahu KertasWhere stories live. Discover now