Berhasil Menolak

188 33 21
                                    

— PERAHU KERTAS —

Pesan untuk Kak Sekala♡:
'Ngga perlu, aku sama Abian.'

Bita tersenyum cerah. Berkat dorongan dari Jihan dan Jiah, dia berhasil menolak Sekala yang akan menjemputnya. Setelah membalas pesan itu Bita masukan ponselnya ke dalam tas tanpa sedikit pun sudi memeriksa notifikasi pesan masuk. Sandi dan Nathan juga datang, akan memberikan tumpangan gratis untuk Jihan dan Jiah. Jadi mereka pergi barengan ke sekolah.

"Ih, kenapa berhenti?" Bita turun dan membuka helmnya.

"Kayaknya motor gue mogok, deh."

Bita mengembuskan napas panjang, dia benar-benar sudah dalam suasana hati terbaiknya setelah menolak Sekala tanpa beban. Namun, tiba-tiba saja motor Abian berhenti di pertengahan jalan menuju ke sekolah. Mungkin pagi ini Bita memang harus banyak bersabar, Mama tak jadi pulang, berangkat ke sekolah pun terhambat.

"Gue pesenin grab, deh," kata Abian.

"Eh, ngga!" Bita menolaknya. "Gue temenin lo ke bengkel, di depan sana ada bengkel, tuh."

"Yakin?"

"Iyalah, gue ngga mau disebut sahabat durhaka nantinya."

Abian tertawa kecil dibuatnya, dengan gemas ia mengusutkan rambut Bita sampai cewek itu melotot tak terima. Nyali Abian menciut seketika, buru-buru ia merapikan kembali rambut panjang Bita agar kembali seperti semula.

"Dorong, Bie~" suruh Abian sambil terkikik.

"Argh, lo juga dorong, dong!" komentar Bita seraya mendorong bagian belakang motor itu. "Jangan direm, bodoh!"

Abian makin tergelitik. "Eh iya, lupa gue."

"Ck, dasar!"

Kalau Bita tidak kasihan pada Abian, mungkin dia sudah memesan grab dan pergi ke sekolah duluan. Bita hanya masih ingat dengan kondisi Abian yang tadi malam sempat dirawat sebentar di klinik. Takutnya Abian makin sakit, Bita tak bisa mengadu lagi jika sampai Abian kenapa-kenapa. Punya banyak sahabat pun rasanya percuma, kalau yang membuat nyaman hanya seorang.

Sampailah mereka di bengkel terdekat, Abian menjelaskan keluhan pada motornya yang tiba-tiba berhenti itu. Lalu, setelah menjelaskannya dia menghampiri Bita yang tengah menunggu di depan. Dia berdiri di samping Bita sembari memegangi tali tas ranselnya.

"Yuk!" ajak Abian.

"Apa katanya?" tanya Bita.

Abian mengusap peluh di dahi Bita menggunakan lengannya, cewek itu spontan menangkis tak terima.

"Ngusap keringat doang, Bie," katanya memelas.

Bita merotasikan matanya malas. "Ngga usah! Gue bisa sendiri, ya."

"Iya, iya Si paling mandiri, lah."

Motornya harus dirawat terlebih dahulu, jadi mau tidak mau mereka pergi mencari angkutan umum. Tak apalah, untuk saat ini lebih baik naik angkutan umum dibanding menunggu grab yang perlu waktu.

"Sebelah sini lo."

"Ih, iya berisik!"

Abian menarik Bita posesif, membiarkannya duduk di bangku paling pojok tepat di sampingnya. Bukan apa-apa, Abian takutnya Bita tak nyaman dengan penumpang lainnya. Bita kalau tak nyaman bisa mencakar.

"Bin," panggil Bita.

"Hm?"

"Bau pewangi ini~" keluhnya.

Abian celingukan mencari di mana letak pewangi yang dikeluhkan oleh Bita. Lalu, dia mengulurkan minyak kayu putih kepada Bita untuk mengubah aroma pewangi itu.

"Aaa, makasih ya, Bin~" ungkap Bita kesenangan. "Lo tahu aja kalo gue suka aroma minyak kayu putih."

"Iya, sama-sama."

Bita memejamkan matanya, menikmati aroma minyak kayu putih yang benar-benar sudah menghapuskan aroma menyengat pewangi di mobil. Sedang Abian terus memeriksa jalanan, takut kelebihan. Kemudian, Abian melirik Bita secara diam-diam, ia tersenyum tipis melihat betapa diamnya Bita saat sedang menikmati aroma minyak kayu putih tersebut.

"Cantik, sih. Tapi galak."

"Dek, sekolahnya di sini, 'kan?"

"Oh? Iya Pak, benar di sini. Bie, ayo cepat turun!"

Abian menyeret lengan Bita untuk segera turun dari mobil, setelah turun dia mengulurkan telapak tangannya untuk melindungi kepala Bita agar tidak terbentur. Baru setelah Bita turun, dia membayar ongkosnya.

"Nih!" Bita mengulurkan uang kepada Abian. "Gue yang minta jemput ke elo, jadi gue yang bayar."

"Ngga usahlah," tolak Abian. "Lagipula cuma berapa ribu doang."

"Ini ambil!" paksa Bita. "Gue tahu, lo bakalan keluar banyak uang buat perawatan motor lo, jadi ambil."

"Tumben." Abian mengambil uang yang diulurkan oleh Bita. "Mimpi apa lo semalam? Apa jangan-jangan lo ... suka sama gue, ya?"

Bita memukul lengan Abian tak terima, cowok itu kontan meringis sakit sambil mengusap-usap lengannya.

"Anjir, gue kira kalian berdua kenapa."

"Ini siapa yang nyuruh kalian naruh hp di tas?"

"Kalo ditelepon itu diangkat!"

"Kalian berdua bikin cemas aja, tahu ngga?"

Tentu saja mereka berempat cemas. Mereka yang datang lebih awal ke parkiran sekolah, dibuat menunggu lama padahal sebelumnya Bita dan Abian tak jauh dari mereka. Memang kebetulan saja kena apes, makanya mereka harus naik angkutan umum.

"Motor gue mogok," kata Abian.

"Semalam lo pulang jam berapa?" tanya Sandi. "Gue kira lo lagi ngopi di dapur, eh ternyata udah ilang aja."

Bita mendelik sinis, dia merasa kesal dengan apa yang dikatakan oleh Sandi. Hal itu berarti bahwa kalau mereka bersama, Abian selalu minum kopi. Jadi tak heran kalau tekanan darahnya naik, sampai pusing dan harus dirawat untuk beberapa waktu.

"Lo bisa mingkem, ngga, sih?" Abian mencomot mulut Sandi gemas.

Di saat seluruh pandangan tertuju pada Abian dan Sandi yang sedang beradu tatapan. Nathan mempusatkan pandangannya pada Bita yang kelihatan kesal, meyakini kalau Abian selalu minum kopi. Karena cuma Bita yang tahu soal kondisi Abian, jadi yang lainnya tak melarangnya.

"Nat, lo kenapa?" tanya Jiah.

"Eh?" Nathan terperanjat. "Iya kenapa?"

"Abian, Sandi!"

Seruan itu berasal dari Sekala. Bita berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari kontak mata dengan cowok itu, dia bahkan lebih memilih menarik Nathan ke dekatnya, merangkul bahu cowok itu sambil lanjut berjalan dan mengajaknya mengobrol. Kebetulan sedang ramai juga di sana, pun Nathan tak bersangkutan dengan Sekala yang pasti datang untuk membahas soal klub basket. Sekala menatap Bita yang berlalu dari hadapannya, tapi kembali melanjutkan tujuannya datang ke sini, yakni memberikan informasi penting pada dua adik kelasnya ini.

Jihan dan Jiah dibuat tergelitik melihat bagaimana raut wajah Nathan yang pasrah saat Bita merangkulnya begitu.

"Nat, kenapa lo ngga ikutan basket juga, sih?" tanya Bita random. "Kan, bisa lengkap formasi kalian, tuh."

"Ngga, saya ngga suka," jawab Nathan. "Kenapa kamu bawa saya ke sini?"

"Tahu lo!" sahut Jiah. "Kalo ngerangkul jangan kencang-kencang, kasihan anak orang!"

Jihan terkikik. "Iya Ta, kasihan itu Nathan harus bungkuk sedikit biar sesuai sama tubuh lo."

Bita menyengir tak berdosa, ia lepaskan rangkulannya dan menepuk-nepuk kedua telapak tangan merasa tugasnya sudah selesai. Tugasnya memang mudah, yaitu mengabaikan Sekala.

"Maaf ya, Nat," sesal Bita. "Dan makasih banyak, berkat lo, gue jadi bisa melanjutkan usaha buat ngelupain Kak Sekala."

— PERAHU KERTAS —

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang