Mantu Idaman Katanya

169 32 30
                                    

— PERAHU KERTAS —

"Papa mau nikah lagi, Bita ngga mau kalo sampe nanti Papa lebih sayang sama keluarga barunya."

Ibundanya Abian terkasih mengusap pucuk kepala Bita dengan penuh kasih sayang, dikarenakan sudah sangat dekat, Bita tak pernah canggung untuk berbagi cerita kepada Bunda Nuri. Dahulunya, Bunda Nuri ini sahabatan dengan Mama Siska, makanya Abian dan Bita memiliki hubungan persahabatan yang erat hingga saat ini.

Bita rebahan di ranjang milik Sea—adiknya Abian. Dia menjadikan paha Bunda Nuri sebagai bantalan, dikarenakan Mama Siska sibuk dan jarang pulang, jadi Bita minta saja tidur di paha Bunda Nuri. Tak ada bedanya, kok.

"Mama ngga pulang-pulang, Bita kangen tapi di sana Mama pasti capek kerja."

Bunda Nuri mencubit gemas hidung runcing Bita. "Coba telepon Mamanya, biar Tante yang bicara."

"Mama masih kerja di jam sekarang, Tan," kata Bita. "Waktu itu aja panggilan Bita ditolak."

Bunda Nuri juga tidak pernah menyangka jika hubungan harmonis di antara Siska dan Pram akan kandas di usia pernikahan yang sudah menginjak puluhan tahun. Pasti Bita tidak terbiasa dengan keadaan sekarang, karena setahu Bunda Nuri, keluarga Bita itu sangatlah hangat.

"Ya sudah, nanti Tante kirim pesan saja, Tante bakalan bilang ke Mama kamu supaya dia jaga kesehatan," kata Bunda Nuri. "Ini sudah malam, harusnya Mama kamu istirahat."

Bita mengangguk setuju. "Mama jadi banyak menyibukan diri setelah pisah sama Papa."

"KAK BITA!"

Seruan penuh semangat itu berasal dari Sea, cewek itu langsung melompat ke ranjang tepat di samping Bita sehingga menimbulkan guncangan di kasur tersebut. Bita beranjak duduk dan langsung saja berpelukan melepas rindu dengan Sea, lama tak berjumpa akhirnya bisa bertegur sapa lagi.

"Kenapa Kakak jarang ke sini, sih?" tanya Sea. "Sea kangen banget sama Kakak, tahu, ngga?"

"Duh, kirain ngga ada yang ngangenin Kakak," kata Bita. "Lagipula baru satu bulan Kakak ngga mampir ke sini, belum satu tahun atau selamanya."

"Ih, Kakak ngomong apaan, sih!" Sea memekik tak suka. "Kak Bita, Sea kangen banget sama Kakak, plis!"

Bunda Nuri dibuat geleng-geleng kepala melihat interaksi di antara Bita dan Sea. Dekat dengan Abian itu bukan sembarang dekat, tapi Bita juga sampai sangat dekat dengan keluarga cowok itu. Dia kenal siapa ibunya Abian, dia kenal siapa ayahnya Abian, dan dia pun kenal siapa adiknya Abian.

"Tuh, setiap hari terus nanyain kamu ke Abangnya," adu Bunda Nuri. "Lain kali jangan jarang ke sininya, Ta."

"Maaf banget, ya, Tante," sesal Bita. "Setelah ini Bita bakalan sering datang ke sini, kok."

"Nanti sekalian jagain Sea, ya, Ta?" kata Bunda Nuri. "Dia bakalan sekolah di SMA yang sama kayak kamu. Biar dekat sama Abangnya juga."

"Tenang, Tante." Bita menggampangkan. "Lagipula anak-anak sekolah SMA Cakrawala baik-baik, kok. Ngga ada yang namanya perundungan, serius."

"Alhamdulillah kalau begitu, supaya Sea ngga salah pergaulan."

Sea menepuk-nepuk kedua pipi Bita. "Kak Bita, kenapa Kakak susah dihubungin, sih? Sea kangen banget sama Kakak, tahu, ngga?"

Abian berdiri di ambang pintu kamar Sea, dia mengunyah permen karet sambil menatap interaksi heboh di antara tiga perempuan di sana. Tak beberapa lama, pria setengah baya berdiri di sampingnya sambil menyentuh bahu.

"Lama-lama kalian kelihatan cocok," kata Ayahnya Abian—Ayah Gema. "Kalo Bita jadi mantunya Ayah, Ayah ngga perlu mikir beberapa kali lagi."

"Ayah percaya kalo hubungan persahabatan bisa hancur karena perasaan cinta sebagai pasangan?" tanya Abian.

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang