Melepaskan

330 25 21
                                    

— PERAHU KERTAS —

Bin ...
Sudah dua bulan berlalu. Bagaimana dengan keadaan kamu di sana? Untuk pertama kalinya, Bita remaja mau bicara pakai sapaan aku-kamu lagi, seperti saat kita masih kecil. Bahasanya masih terjaga baik-baik.

Bin ...
Aku selalu tidur di malam hari hanya untuk menunggu kamu datang ke mimpiku. Tapi kenapa kamu tidak pernah datang? Aku selalu takut bangun tidur, karena aku tidak bisa mengubah apa-apa. Kamu yang pergi tidak akan bisa aku kembalikan lagi.

Bin ...
Sebisa mungkin aku bakalan jaga Sea, Tante Nuri sama Om Gema. Aku bakalan ngelakuin semua hal positif yang selalu kamu minta sebelum kamu pergi.

Dan hari ini, aku ikhlaskan kamu. Aku lepaskan kamu kepada Yang Maha Kuasa. Berlarut dalam kesedihan atas kepergian kamu tidak akan mengubah apa-apa, kamu juga pasti tidak suka melihat aku terpuruk. Iyakan?

Satu pukulan buat Abian dari Bita, tolong diterima dengan senyuman dan sedikit rintihan sakit.

Bita merindukan lengan kekar milik Abian yang selalu menjadi tempat pendaratan terbaik pukulannya. Bita merindukan pinggang berotot Abian yang bisa dipakai untuk mendaratkan beberapa cubitan. Bita merindukan semua hal dari Abian. Berdamailah, jangan khawatirkan Bita di sini, Bita punya cara sendiri untuk berbahagia.

Aku suka kamu, Abian.

Maafkan aku karena sudah menyukai kamu. Terima kasih karena pernah menjadi bagian dalam hidup aku.

Aku cinta sama kamu, Abian.

Aku sangat mencintaimu, Hulk Cokelat!

Dari sahabatmu,
Bita Si Nenek Sihir

Bita membutuhkan dua halaman untuk menuliskan surat terakhir sebelum dia benar-benar berhenti memikirkan tentang Abian. Perahu kertasnya dipenuhi dengan tulisan-tulisan indah yang ia buat seorang diri pada saat merenung. Dia memastikan perahu kertas ini terapung di danau, kemudian tenggelam bersamaan dengan rasa bersalah dalam dirinya.

"Bin, aku ikhlaskan kamu malam ini. Semoga kamu tenang di sana."

Clak!

Satu tetes air jatuh tepat di atas danau, Bita tersenyum getir memandangi perahu kertas yang berisi surat untuk Abian itu. Perahu kertasnya mulai menjauh dari tepian, terbawa gelombang air danau yang dibuat oleh Bita.

"Aku bakalan sering datang ke sini."

"Aku bakalan sering buat perahu kertas yang selalu kita buat berdua."

"Aku ngga salah, kan, Bin?"

Ekhem!

Deheman itu berasal dari seorang cowok yang sedang duduk di rerumputan samping danau. Bita buru-buru menghapus air mata begitu menyadari kehadirannya.

"Chandra?"

Chandra balas tersenyum, ia menaikan kedua alisnya sebagai sapaan.

"Lo ngapain di sini?"

"Mau meluk Kak Bita."

"Dih!"

Perahu KertasWhere stories live. Discover now