Merindu

184 25 15
                                    

— PERAHU KERTAS —

"Bie."

"Hmmm?"

"Kenapa gue bertahan sama lo, ya?"

Bita mendelik tak terima, sedang yang bertanya tak tahu jika saat ini di sampingnya ada seseorang yang sedang memandang dengan sinis.

"Maksud?!"

Abian tersenyum tipis. "Dari kecil gue ngga pernah bahagia temenan sama lo, tuh. Hari-hari gue habisin dengan penderitaan, disuruh inilah, disuruh itulah."

Bita sudah mengangkat tangannya hendak mencubit Abian, tetapi cowok itu menoleh dengan pandangannya yang damai. Alih-alih mencubit Abian, Bita kini memutuskan untuk memalingkan wajahnya serta mempertahankan raut wajah angkuhnya.

"Tapi sekarang gue rasa bersahabat sama lo itu banyak manfaatnya," kata Abian. "Dan gue bangga punya sahabat kayak lo."

Bita manggut-manggut, dipandanginya perahu kertas yang terapung di tengah danau yang damai. Kemudian, Bita dapat merasakan tangan Abian yang merambat merangkul bahunya. Dia menoleh untuk memastikan, memang benar saat ini Abian merangkul dirinya serta sedikit menariknya agar lebih dekat.

"Lo jelek, Bin."

"Lo galak, Bie."

Pandangan mereka bertaut, pada detik-detik awal tak ada apapun yang terjadi. Tapi kemudian tawa mereka pecah begitu saja, tanpa tahu alasannya mereka tiba-tiba tertawa.

Bita tersenyum getir, tangannya terangkat mendorong masuk camilan kesukaan Abian. Bita mengunyah makanan itu sambil memandangi kenangan saat Abian masih berada di sampingnya. Tapi sekarang Bita duduk seorang diri di bangku ini, tidak ada Abian di sampingnya yang selalu mengundang amarah.

"Bin~"

Bita melirih pilu, ia menutup matanya menggunakan sebelah telapak tangan, sedang satunya lagi ia gunakan untuk menggenggam sebungkus camilan. Bibir Bita gemetar, tapi masih ada sisa makanan di mulutnya sehingga ia harus tetap mengunyah di sela menangisnya.

"Kangen~"

"Gue ngga mau sendirian di sini~"

"Pulang, Bin~"

"Kangen~"

Bita terisak-isak, ia menjauhkan bungkus camilan itu sehingga kedua tangannya mendapat keluasan untuk menutup wajahnya. Beberapa orang yang kebetulan masih berkeliaran malam-malam begini menatap Bita dengan bingung, beruntunglah rambutnya tidak digerai serta tak memakai pakaian serba putih. Orang-orang di sekitar jelas menyangka dia sebagai manusia, bukan makhluk lain.

Bita menggelengkan kepalanya, ia usap air mata yang ditampung sendiri menggunakan telapak tangannya. Setelah wajahnya tidak lagi basah, Bita lanjut memakan camilannya untuk menambah tenaga serta mengisi perutnya yang kosong. Tapi tidak bisa, Bita tidak bisa menahan air matanya, alhasil dia menangis sembari menghabiskan camilannya.

Danau ini banyak sekali kenangannya, Bita sering datang kemari bersama Abian. Terakhir kali ke sini saat bertemu Cakra, siapa sangka reuni itu menjadi reuni terakhir bagi mereka yang dahulu pernah berteman akrab.

"Bita."

Bita menoleh ke sumber suara, alih-alih berhenti menangis, ia malah makin menangis hingga cewek itu berlari ke arahnya dan memberinya pelukan. Dia terisak-isak dalam pelukan Jihan, dia memukul-mukul dadanya sendiri melepaskan rasa sesak di dada karena masih belum bisa merelakan. Sulit.

Perahu KertasWhere stories live. Discover now