Sulit Terucap

225 38 37
                                    

— PERAHU KERTAS —

"Kamu sengaja melakukan itu?"

"Kamu sengaja ingin membuat saya cemburu, iya? Kamu sebenarnya sayang atau tidak sama saya, sih?"

"Bita, lihat saya, saya bicara sama kamu."

Dengan sedikit keberanian Bita balas menatap Sekala, jemarinya bertaut satu sama lain merasa cemas dengan apa yang saat ini dihadapinya. Tiba-tiba Sekala mengirimkan pesan kepadanya, memintanya datang ke halaman belakang sekolah karena ada yang ingin dibicarakan. Bita sudah bisa menebaknya, Bita pun sudah mempersiapkan jawabannya. Tapi saat berhadapan seperti ini, jawaban itu seolah lenyap dari benak pikirannya. Yang ada hanyalah ...

"Aku minta maaf, Kak."

"Disengaja atau tidak?"

"Iya, aku sengaja supaya Kakak cemburu, soalnya aku juga cemburu."

"Bita," panggil Sekala lemah lembut. "Saya sama Arin itu cuma sahabatan, saya jagain dia juga karena orang tuanya sudah tidak ada."

"Iya Kak, aku minta maaf."

"Tolong ya, Ta." Sekala mengusap pucuk kepala Bita. "Saya minta jawaban dari kamu sekarang, tolong pilih antara tetap sama saya dan tinggalin laki-laki itu, atau kita putus kamu bebas."

"Aku mau tetap sama Kakak."

"Kalau begitu jauhi laki-laki itu, saya ngga suka."

"Aku bakalan jaga jarak sama dia, kok," kata Bita. "Tapi ngga bisa kalo sampe menjauh banget. Hampir separuh hidup aku dihabisin bareng dia, Kak."

"Egois kamu, Ta."

Bita menurunkan pandangannya, jemarinya makin bertaut satu sama lain menghadapi situasi saat ini. Padahal saat jauh dari Sekala dia sudah mantap akan putus, tapi anehnya ketika berhadapan begini yang terucap malah permohonan maaf.

"Kalau begitu ... Kakak juga jaga jarak sama Kak Arin, bisa?"

Sekala bergeming.

"Biar sama, Kak. Biar adil ke hubungan kitanya, kalo cuma aku yang disuruh menjauh, aku rasa itu ngga adil."

Sekala mengembuskan napas kasar. "Arin tidak punya siapa-siapa selain saya, Ta."

Kini Bita yang bergeming. Terdengar derap langkah dari lorong sana, Sekala yang tak mau dipergoki sedang berduaan dengan Bita pun pamit pergi.

"Saya pamit."

Bita memandang punggung Sekala yang berlalu jauh dari pandangannya, cowok itu memilih gerbang belakang sekolah agar tak berpapasan dengan orang yang datang dari lorong tersebut. Nathan Adinata berdiri di ambang lorong, cowok itu menatap Bita yang sedang berdiri menghadap ke tembok.

"Kamu dicariin sama Bian." Seraya berkata Nathan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tindakan itu dilakukan karena malu-malu.

"Kenapa emangnya?"

"Kamu terlalu lama ke toiletnya," jawab Nathan.

Bita tertawa kecil, melihat sikap Nathan yang selalu malu-malu membuatnya gemas tak tertahan. Temannya yang satu ini memang lain dari yang lain. Dia terlihat seperti anak nakal, padahal saat dikenal lebih dekat lagi dia malahan lemah lembut anaknya.

Di zaman sekarang di setiap kelas pasti ada sirkel pertemanan. Nah, Bita juga punya sirkel itu, yakni Bita, Jihan, Jiah, Abian, Sandi, dan Nathan. Nathan memang jarang ikut ekskul, makanya dia tak terlalu dikenal oleh warga sekolah, sekalinya dikenal karena ke kantin bersama dengan mereka.

"Bin yang nyari atau lo?" tanya Bita.

"Eh?" Nathan terpantau salah tingkah di sana, Bita yang melihatnya pun terkikik.

Perahu KertasWhere stories live. Discover now