Perasaan Abian

118 25 12
                                    

— PERAHU KERTAS —

Kalau mau mengetahui bagaimana perasaan Abian, harus bertanya kepada Sandi. Beberapa rahasia Abian berada di tangan Sandi, sebab tak semua hal bisa ia katakan kepada Bita terlebih dahulu. Dan rahasia terbesarnya ialah perasaan ingin memiliki Bita.

"Dan lo ngebiarin Nathan buat nembak Bita, iya?"

Abian mengangguk.

"Lo gila? Terus mau dikemanain perasaan lo? Lo bilang lo suka sama Bita, lo bilang lo cinta sama Bita, terus kenapa di saat lo dapat kesempatan buat memiliki dia, buat mengutarakan isi hati lo ke dia, lo malah ngasih kesempatan itu sama Nathan? Why? Kenapa Abian?"

"Nathan tulus suka sama Bita."

"Dan lo?"

"Gue ngga bisa lebih lama lagi sama Bita."

Sandi mengusap wajahnya dengan kasar, dia menatap Abian dengan tatapan tidak bersahabat. Dia selalu berpesan kepada Bita untuk mengontrol raut wajah, tetapi dia sendiri tak mampu mengontrolnya.

"Jangan ngomong yang engga-engga!" tunjuk Sandi. "Biar bagaimana pun, yang menentukan hidup dan mati itu Tuhan, bukan lo!"

Abian tertawa kecil. "Bita juga tahu, kali. Seberapa lama lagi hidup gue dengan semua hal yang gue rasakan selama ini."

"Lo, tuh—tau ah, males pengen beli truk jadinya."

Jika sudah begitu, Abian mengerti kalau Sandi tak mau membahas soal rasa sakitnya lagi. Memiliki tekanan darah yang tidak stabil, membuat Abian harus banyak-banyak mengambil waktu istirahat dengan baik. Dia pun harus bisa berpikir baik-baik untuk menjaga kestabilan tekanan darahnya. Salah-salah bisa naik dan bahaya bagi jiwa dan raganya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam~"

Nathan menaruh dua kotak martabak di atas ranjang, cowok itu langsung merebahkan tubuhnya dan bermain ponsel. Abian dan Sandi saling beradu tatap, tak lupa tangan Sandi terangkat mengambil martabak yang dibawakan oleh sahabatnya itu.

"Ditolak gue," akunya. "Katanya bukan gue cowok yang dia harapkan."

"Hah?" Sandi berlagak bingung. "Maksud lo?"

Nathan menoleh. "Gue habis ngungkapin perasaan ke Bita, terus dia nolak dengan alasan gue bukan cowok yang pantas buat dia, pun gue bukan cowok yang dia harapkan."

"Sejak kapan lo suka sama Bita?" tanya Sandi, mendadak ia menjadi wartawan. Padahal sebenarnya dia sudah tahu dari Abian, seseorang yang Nathan beritahu lebih awal.

"Udah lama, tapi gue ngga mau paksa dia buat suka sama gue juga," katanya.

"Bagus kalo begitu, lo cowok yang keren," ucap Sandi terkagum. "Masih banyak cewek lain di luar sana, Bita mungkin jodoh orang lain."

Nathan mengangguk, tanpa tahu maksud Sandi sebenarnya tak mendukung dia bersama Bita. Sebab, dari awal Sandi tahu seberapa inginnya Abian memiliki Bita tapi terhalang oleh status persahabatan di antara keduanya.

Abian dan Bita sama-sama memendam perasaan satu sama lain, dan membiarkan waktu saja yang memberitahu semuanya.

"Abian, lo ngga boleh menjauh dari Bita cuma karena gue. Gue udah lega setelah ngungkapin perasaan gue, jangan rusak persahabatan lo sama Bita cuma karena gue," tutur Nathan memecah keheningan.

— PERAHU KERTAS —

Bita selesai mengedit seluruh alur cerita untuk dipublikasikan, dia juga mulai sering melakukan promosi supaya bukunya dapat dibeli oleh pembaca-pembaca setianya. Dalam waktu dekat ini novelnya akan terbit dan dia akan bertemu dengan para pembacanya. Jangan tanyakan seberapa bahagianya Bita sekarang, karena hal itu terlukis jelas dari senyumannya. Bita lupakan sejenak larangan Sang mama, ia akan selesaikan semuanya karena sudah terikat kontrak.

Dalam kisah Perahu Kertas yang akan terbit itu, Bita membuat alur cerita yang apik. Menceritakan sepasang sahabat yang sama-sama memendam perasaan, kemudian memilih untuk mencari pasangan masing-masing. Di pertengahan hubungan persahabatan mereka merenggang, kemudian setelah putus dari pasangan masing-masing mereka kembali hingga berakhir bahagia dengan status baru. Sahabat jadi cinta. Perahu kertasnya sama-sama berlayar lagi, berdampingan.

Bita sudah menyusun banyak rencana dalam cerita tersebut, dan dia berharap rencananya terkabul di kehidupan nyata. Yaitu, saat Abian bisa sembuh dari rasa sakitnya, dan mereka hidup bahagia tanpa ada yang menghalangi.

Dering panggilan masuk dari Mama Siska merusak suasana hatinya. Jika sebelumnya Bita sangat ingin bertemu Mama Siska, kini dia merasa bahwa lebih baik tidak bertemu saja.

"Bita, apa kamu sedang belajar sekarang?"

"Iya, Ma."

"Bagus kalau begitu, Mama akan mempersiapkan waktu untuk pulang ke sana."

"Iya, Ma."

"Ta, Mama harap saat Mama pulang nanti kamu ngasih Mama kabar baik, kayak nilai yang bagus, dan prestasi kamu yang meningkat."

"Kesehatan Bita ngga Mama tanya?"

"Mama yakin kamu pasti baik-baik aja, Mama juga tahu kamu sekarang sehat banget, jadi ... keterlaluan banget kalo sampai nilai kamu jelek nanti."

Bita tersenyum getir. "Iya, Ma. Ini Bita juga lagi belajar, jadi sebaiknya Mama ngga nelpon Bita dulu."

"Oh? Okay, iya Mama lupa, seharusnya Mama ngga ganggu kamu dulu. Kalau begitu belajar yang benar, ya~"

"Iya, Ma."

Dan panggilan berakhir, Bita menaruh ponselnya dengan perasaan tak tenang. Dilihatnya soal-soal yang diberikan oleh Sona, diraihnya kertas ulangan tersebut untuk dipelajari.

"Bita, ini Abang."

Bita menaruh kertas ulangannya. "Masuk aja, ngga dikunci, kok."

Arjuna membuka pintu kamar Bita, dia masuk dengan membawa segelas susu. Ditaruhnya gelas itu di atas meja belajar Bita, diusapnya pucuk kepala Bita.

"Diminum susunya, nanti langsung tidur," ucap Arjuna perhatian.

"Nanti aja, Bang," kata Bita. "Bita harus belajar dulu soalnya."

"Ulangannya masih lama, lo pake sistem baca satu malam saja, Ta," saran Arjuna. "Udah malam sekarang."

"Iya, tapi kata Mama harus belajar."

"Maafin Abang, Ta." Arjuna menyesal. "Seharusnya Abang saja yang kuliah di luar negeri, seharusnya Abang saja yang—"

Bita tertawa kecil. "Abang itukan bodoh, ngga pintar kayak Bita."

Arjuna memasang raut wajah datar seketika, ia menjitak kepala Bita sebagai pelajaran karena telah mengatakan hal tak enak di hati. Bita langsung saja terbahak, menutupi semua perasaan tidak enak di dalam hatinya. Lalu, Bita peluk Arjuna serta memohon maaf karena sudah mengatakan satu kata tak enak di hati itu.

"Ta," panggil Arjuna.

"Hmm?"

"Serius, gue jadi pengin kuliah di luar negeri aja kalo begini," katanya. "Di rumah sepi banget, biasanya Mama sama Papa ribut."

Bita tertawa kecil. "Turunin ego lo, Bang. Kita ke rumah Papa dan hancurin keluarganya, yuk!"

"Yang bener aja lo!" Arjuna kontan ngegas.

"Nggalah, gue ngga bener," kata Bita sambil tertawa renyah. "Habisnya gue mau Mama sama Papa balikan, huwaaaa!"

Arjuna pukul-pukul kepala Bita sebagai ungkapan rasa sayang, seharusnya dielus, tapi Arjuna kepalang gemas sama adiknya.

"Sana pergi lo, ah!" usir Bita. "Gue mau belajar bentar, soalnya pekan depan udah mulai ulangan akhir."

"Ya deh," balas Arjuna. "Yang penting jangan terlalu malam, apalagi sampe lupa waktu."

"Tenang, gue udah pasang alarm biar ngga kemalaman."

"Okedeh, selamat malam adek gue yang paling resek!"

"Selamat malam juga Abang yang ngeselin!"

— PERAHU KERTAS —

Perahu KertasKde žijí příběhy. Začni objevovat