6. Bad Day Ever

1.3K 43 0
                                    

Seika berjalan seorang diri di sepanjang trotoar. Di samping kanan dan kirinya hanya ada bangunan mewah yang berjejer rapi. Seika tidak melihat halte bus sama sekali padahal dia sudah berjalan lumayan jauh. Dia tidak bisa memesan taksi atau pun ojek online yang bisa mengantarnya pulang karena ponselnya jadul.

Andai saja dia sejak awal percaya dengan ucapan Diana kalau letak halte bus jauh, dia pasti akan menerima tawaran wanita paruh baya itu untuk pulang diantar supir.

Namun, semua sudah terlambat. Demi memuaskan egosnya dia sekarang harus berjalan lumayan jauh untuk menemukan halte bus.

Seika memaksa kedua kakinya untuk terus melangkah sambil sesekali menoleh ke belakang. Entah kenapa Seika tiba-tiba berharap Devan akan menyusulnya lalu mengantarnya pulang seperti yang dilakukan Kim Tan pada  Cha Eun Sang.

Namun, dia harus mengubur dalam-dalam impiannya karena Devan tidak mungkin melakukan hal itu pada dirinya. Lebih baik dia segera menemukan halte bus agar bisa cepat pulang.

Entah sudah seberapa jauh Seika berjalan karena kedua kakinya mulai terasa pegal. Seika yakin sekali otot kakinya pasti bermunculan dan betisnya mungkin saja sudah sebesar talas Bogor.

Seika berniat mencari tumpangan karena dia merasa sangat lelah, perutnya juga lapar. Namun, tidak ada satu pun mobil yang mau berhenti untuk memberinya tumpangan ke halte bus terdekat.

Perut Seika semakin terasa lapar. Dia merasa sangat menyesal sudah membuang bekal makan yang dia buat untuk Arka. Seharusnya dia tidak membuangnya karena masih bisa dimakan. Seika berjalan sendirian seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Gadis itu terlihat sangat menyedihkan.

Rasanya Seika ingin sekali menangis untuk meluapkan kesedihannya karena hari ini Arka tiba-tiba saja meminta putus darinya. Dia juga bertemu dengan orang kaya yang menyebalkan seperti Devan. Entah dosa apa yang sudah dia buat di masa lalu hingga Tuhan membuat nasibnya apes sekali hari ini.

"Argh! Sialan!" gerutu Seika di sepanjang jalan. Akhirnya dia sampai di halte bus terdekat ketika hari sudah mulai gelap.

***

Seika menguap pelan lalu merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Sepertinya gadis itu ketiduran selama di jalan karena merasa sangat lelah. Seika pun segera turun karena bus yang ditumpanginya sudah tiba di halte bus yang berada paling dekat dengan rumahnya.

Rumah Seika berada di sebuah gang kecil yang lumayan jauh dari jalan raya. Dia harus harus berjalan kurang lebih sejauh satu kilometer agar bisa tiba di rumah.

"Ya Tuhan ...." Seika mendesah panjang karena dia harus berjalan lagi agar bisa sampai di rumah. Kedua mata gadis itu sontak membulat melihat seorang lelaki bersepeda motor bebek yang melintas di hadapannya.

"Uncel Muthu!"

Lelaki yang dipanggil Uncle Muthu oleh Seika itu pun sontak menghentikan laju motor bebeknya. "Loh, Seika? Tumben sekali kamu malam-malam begini masih keluyuran."

Lelaki paruh baya yang memakai kaos dalam tipis berwarna putih dan sarung bermotif kotak-kotak itu menatap Seika dengan heran karena gadis itu jarang sekali keluar rumah saat malam.

Seika mengurucutkan bibir kesal. "Siapa yang keluyuran sih, Uncle? Memangnya Seika anak ayam?"

Lelaki yang memiliki nama asli Mujiono itu malah terkekeh pelan. Seika memang sengaja memanggilnya Uncle Muthu karena penampilannya mirip dengan salah satu tokoh di kartun Upin dan Ipin.

"Maaf, uncle cuma bercanda."

"Uncle, Seika nebeng sampai rumah, ya? Please ...." Seika menangkup kedua tangannya di depan dada.

"Owalah, kamu mau nebeng, to? Ayo, naik!" ucap Uncle Muthu kental dengan logat jawanya.

"Terima kasih, Uncle." Seika pun segera naik ke atas motor bebek tersebut.

Sementara itu Satria terus mondar-mandir di depan rumah sambil menggigit kuku jarinya dengan cemas karena Seika belum pulang, padahal sekarang sudah hampir jam sepuluh malam.

Satria pun mencoba menelepon Seika lagi, tapi sejak tadi hanya suara mbak-mbak operator yang menerima panggilannya. Nomor Seika tidak aktif.

"Kamu di mana, Seika?" desah Satria terdengar khawatir. Dia pun mengeluarkan motor matic-nya karena ingin mencari Seika. Namun, dia tidak jadi melakukannya karena mendengar suara motor Uncle Muthu.


"Terima kasih banyak, Uncle."

"Sama-sama." Uncle Muthu pun kembali melajukan motornya menuju rumah.

"Bang Sat ...!" teriak Seika sambil berlari kecil menghampiri Satria yang sedang berdiri di depan pintu dan langsung memeluk kakak kandungnya itu dengan erat.

"Aduh!" Seika sontak melepas Satria dari dekapannya dan meringis kesakitan karena Satria menjitak kepalanya lumayan keras.

"Kenapa Bang Sat memukulku?" sengit Seika menatap Satria kesal.

"Kamu dari mana saja, Seika? Kenapa baru pulang? Apa kamu tidak tahu kalau abang khawatir?"

Seika sontak menunduk, raut bersalah tergambar jelas di wajah cantiknya. Seika merasa sangat menyesal dan bersalah sudah membuat sang kakak khawatir.

"Maaf ...."

"Kenapa ponsel kamu tidak bisa dihubungi? Apa kamu tahu abang sengaja membelikanmu ponsel agar kita bisa saling memberi kabar Seika."

Seika pun merogoh saku celana untuk mencari ponselnya, tapi benda itu ternyata tidak ada. "Kayaknya ponsel Seika hilang. Sekali lagi maaf ya, Bang ...," ucapnya tanpa berani menatap Satria.


Satria menghela napas panjang lalu menarik tubuh Seika dalam dekapan dan mengecup puncak kepala gadis itu dengan penuh sayang.

"Abang maafin kamu, tapi jangan diulangi lagi, ya," ucap Satria tegas.

Seika mengangguk dalam dekapan Satria. Dia berjanji tidak akan membuat Satria khawatir lagi. "Bang Sat, laper ...."

"Mandi dulu sana, gih. Kamu bau!" Satria menutup hidungnya lalu masuk ke dalam rumah meninggalkan Seika di luar sendirian.

Seika pun mengendus kedua ketiaknya lalu terkekeh geli. "Bang Sat, tunggu!"

Gadis Lugu Milik CEO DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang