49. Mana Tahan

1.3K 28 0
                                    

Berlayar selama tiga hari dua malam membuat Seika langsung ambruk begitu turun dari kapal. Kepala Seika terasa sangat berat, perut pun mual. Seika terus memejamkan mata saat pulang menuju rumah Devan.

"Mama nggak papa?" tanya Cherry khawatir karena wajah Seika terlihat pucat.

"Mama baik-baik saja," jawab Seika sambil tersenyum agar Cherry tidak khawatir.

Tiga puluh menit kemudian mobil yang mereka tumpangi tiba di rumah. Seika terkejut karena Devan tiba-tiba menggendongnya ala bridal style saat dia ingin turun dari mobil.

"Mas, apa yang ...?" Seika refleks mengalungkan kedua tangannya ke leher Devan. Dia takut jatuh.

"Kamu lagi nggak enak badan, kan? Mas akan menggendongmu sampai ke kamar," ucap Devan terdengar penuh perhatian.

Wajah Seika sontak bersemu merah, jantung pun berdebar hebat. "Aku masih kuat jalan sendiri, Mas. Turunkan aku."

"Tidak mau."

"Aku malu dilihatin Pak Maman sama Bik Arum, Mas. Turunkan aku." Seika menyembuyikan wajahnya yang semakin memerah di dada bidang Devan karena Pak Maman dan Bik Suti sejak tadi terus memperhatikannya dan Devan sambil tersenyum geli.

"Jangan pedulikan mereka." Devan terus menggendong Seika menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Dia membaringkan Seika dengan hati-hati di atas tempat tidurnya begitu tiba di sana.

Aroma musk yang menguar dari kamar Devan seketika menyeruak di indra penciuman Seika. Aromanya sangat menenangkan dan membuatnya ketagihan, seperti candu.

"Wajahmu terlihat pucat. Apa mas perlu panggilkan dokter?" Devan menarik selimut untuk menutupi tubuh Seika sampai sebatas bahu.

"Tidak perlu!" Seika langsung menolak karena dia takut disuntik. "Lagi pula aku cuma butuh istirahat," imbuhnya.

"Sungguh?"

"Iya." Seika mengangguk untuk meyakinkan Devan.

Devan menghela napas panjang lalu mengecup puncak kepala Seika dengan penuh sayang. "Kalau begitu tidurlah."

Seika mengangguk lalu memejamkan kedua matanya perlahan, mencoba untuk tidur . Namun, dia tidak bisa tidur karena Devan sejak tadi terus menatapnya, membuat perasaannya mendadak tidak nyaman.

Seika mendesah panjang lalu menatap Devan dengan kesal. "Jangan menatapku kayak gitu, Mas!"

"Memangnya kenapa?"

"Aku kan, jadi nggak bisa tidur."

Devan malah terkekeh pelan lalu kembali mengecup kening Seika. "Baiklah, mas keluar sekarang. Selamat malam, Sayang."

Seika sontak mengembuskan napas lega ketika Devan keluar dari kamarnya. Tidak butuh waktu lama bagi Seika untuk terlelap karena dia memang merasa benar-benar lelah hingga tidak menyadari kalau ponselnya bergetar sejak tadi.

Helaan napas panjang lolos dari bibir Bara karena Seika tidak menjawab teleponnya, padahal dia sudah menelepon gadis itu sejak tadi. Bara merasa rindu sekali dengan Seika dan ingin mendengar suaranya. Namun, gadis itu sulit sekali dihubungi beberapa hari ini.

Bagaimana kabar Seika sekarang? Apa gadis itu baik-baik saja?

Bara meletakkan ponselnya kembali di atas meja lalu beranjak menuju balkon kamar. Kedua matanya mengamati puluhan kendaraan yang berlalu-lalang di bawah dari lantai atas apartemennya. Jalanan terlihat masih ramai meskipun sekarang sudah hampir tengah malam. Maklum saja karena kota metropolitan seperti Jakarta tidak pernah tidur.

Bara mengeluarkan satu bungkus rokok dari saku celana, mengambil sebatang lalu membakar ujung rokok tersebut menggunakan pematik. Bara menghisap rokoknya kuat-kuat lalu mengembuskannya perlahan.

Gadis Lugu Milik CEO DudaWhere stories live. Discover now