20. Perjanjian Sialan

1.1K 37 3
                                    

Seika cepat-cepat membubuhkan tanda tangannya di surat perjanjian tersebut tanpa membaca lagi poin-poin penting yang tertulis di sana. Dia bahkan tidak tahu konsekuensi apa yang akan dia dapatkan jika melanggar perjanjian tersebut.

Devan tersenyum sangat puas karena dia sebentar lagi bisa bekerja dengan tenang jika Cherry bersama dengan Seika.

"Terima kasih atas kerja samanya, Nona Seika," ucap Devan sambil mengulurkan tangan kanannya seperti yang selalu dia lakukan jika berhasil bekerja sama dengan klien-nya.

Seika mendengkus kesal lalu menyambut uluran tangan Devan dengan malas. "Ini namanya bukan kerja sama, Pak. Tapi pemaksaan."

"Saya tidak peduli, yang terpenting kamu sudah menandatangani surat perjanjian ini."

"Bagaimana kalau saya membatalkannya?"

"Memangnya kamu berani?" Devan menatap Seika dengan alis terangkat sebelah seolah-olah menantang.

"Tentu saja berani," jawab Seika penuh percaya diri.

"Kalau begitu beri saya uang lima ratus juta sebagai kompensasi."

"A-apa?" Seika terenyak mendengar ucapan Devan barusan. Bagaimana mungkin Devan meminta uang setengah milyar untuk dijadikan kompensasi? Apa lelaki itu sudah kehilangan akal?

"Kamu harus memberi saya uang lima ratus juta untuk kompensasi, Seika." Devan mengulangi lagi kalimatnya karena Seika sepertinya tidak mendengar ucapannya dengan jelas.

"Bapak sudah gila? Dari mana saya mendapat uang sebanyak itu, Pak? Lagi pula di surat perjanjian itu tidak tertulis kalau saya harus membayar uang kompensasi kalau ingin membatalkan perjanjian ini."

"Sepertinya kamu melewatkan bagian penting ini." Devan malah menyeringai lalu menunjuk sebuah tulisan yang berada di pojok kiri bawah surat perjanjian tersebut. Tulisan tersebut sangat kecil hingga membuat Seika harus menyipitkan kedua matanya agar bisa membacanya.

"Pihak kedua harus membayar lima ratus juta jika ingin membatalkan perjanjian ini secara sepihak," gumam Seika. Sedetik kemudian dia menatap Devan dengan tajam karena merasa dibohongi oleh lelaki itu.

"Bagaimana? Kamu sudah paham, Seika?"

"Ini namanya bukan perjanjian Pak, tapi penipuan. Bapak benar-benar licik, ya!" Seika mendesis sinis. Dia benar-benar benci dengan makhluk ciptaan Tuhan yang paling menyebalkan bernama Marcellio Devan.

"Saya tidak licik, tapi cerdik. Sebagai seorang pebisnis saya harus membuat antisipasi agar tidak rugi, Seika. Apa kamu paham?"

"Ya, ya, ya, saya paham. Bapak tidak perlu menjelaskannya lagi," sahut Seika malas karena dia sudah terlalu malas menghadapi Devan.

"Bagus, kamu bisa mulai bekerja besok. Untuk tugas kamu selanjutnya saya akan mengirimkannya lewat pesan. Berapa nomor ponsel kamu?" Devan mengambil ponselnya yang ada di atas meja karena ingin menyimpan nomor Seika.

"Saya tidak punya ponsel, Pak."

Devan menatap Seika dengan alis terangkat sebelah. Tidak mungkin di zaman yang serba canggih dan modern seperti sekarang masih ada orang yang tidak mempunyai ponsel seperti Seika. Devan yakin sekali Seika pasti berbohong pada dirinya.

"Saya benar-benar tidak punya ponsel, Pak. Sumpah! Ponsel saya sepertinya hilang waktu nyelametin Nona Cherry di taman."

Devan menarik laci meja kerjanya lalu mengambil sebuah ponsel dari sana. "Pakai ini."

Mulut Seika sontak menganga lebar melihat sebuah ponsel pintar yang Devan berikan pada dirinya. Ponsel tersebut harganya pasti sangat mahal karena produksi salah satu perusahaan elektronik terbesar di Korea Selatan.

"Bapak ngasih ponsel ini ke saya?"

"Iya, memangnya kenapa?"

"Maaf, Pak, saya tidak bisa menerimanya." Seika menyodorkan ponsel tersebut kembali ke Devan.

"Memangnya kenapa? Kamu tidak suka?"

Seika menggeleng cepat. "Em, tidak. Saya suka sekali. Cuma—"

"Cuma apa?"

"Harga ponsel ini pasti mahal. Saya tidak bisa menerimanya, Pak."

Devan menghela napas panjang sambil memutar bola mata malas. Dia pikir Seika menolak ponsel pemberiannya karena tidak suka, tapi ternyata karena sungkan dengan harganya yang mahal.

"Saya memberimu ponsel ini agar bisa memantau Cherry kapan saja, Seika. Jadi, jangan banyak protes dan terima saja!" ucap Devan tidak bisa dibantah.

Seika mengerucutkan bibir kesal karena Devan sangat pemaksa. "Baik, Pak. Ponsel ini saya terima. Terima kasih."

Devan mengangguk lalu meminta Seika keluar dari ruangannya karena dia sudah tidak ada urusan apa pun dengan gadis itu.

Seika menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan untuk meredam emosinya agar tidak meledak ketika dia sudah berada di luar ruangan Devan. Rasanya dia ingin sekali mengabsen semua hewan yang tinggal di kebun binatang untuk memaki Devan karena lelaki itu suka sekali membuatnya kesal. Namun, dia tidak mungkin melakukannya.

"Anda baik-baik saja, Nona Seika?"

Seika tergagap karena mendengar pertanyaan Pramudya. "Em, i-iya, Pak."

Pramudya tersenyum hangat, seperti seorang ayah yang sedang tersenyum pada putrinya. "Sabar ya, Nona Seika. Tuan Devan aslinya baik kok, cuma sifatnya saja memang seperti itu."

Seika tersenyum kikuk pada Pramudya. Jujur saja dia tidak tahu kenapa Pramudya tiba-tiba mengatakan hal seperti itu pada dirinya. "Terima kasih banyak, Pak. Kalau begitu saya permisi."

Pramudya mengangguk lalu mempersilakan Seika kembali ke pantry.

***

Seika tidak bisa bekerja dengan tenang karena semua orang terus saja membicarakannya dan Devan. Padahal dia tidak mempunyai hubungan apa pun dengan lelaki itu selain atasan dan bawahan.

Rasanya Seika ingin sekali menyumpal mulut-mulut orang yang suka bergosip dengan kain lap agar berhenti membicarakannya dan Devan. Dia benar-benar muak mendengarnya karena omongan mereka tidak ada yang benar. Semuanya sampah dan hanya omong kosong belaka!

Menyebalkan!

Untung saja jam kerjanya selesai lima belas menit lagi. Dia pun cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya lalu bersiap-siap untuk pulang.

Sebuah Audy berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depan Seika ketika gadis itu sedang menunggu bus yang biasanya mengantarnya pulang. Kedua mata Seika sontak berbinar ketika melihat siapa orang yang berada di dalam mobil tersebut.

"Bara?!"

"Naiklah, Seika. Aku akan mengantarmu pulang," ucap Bara sambil membuka pintu mobilnya.

"Terima kasih." Seika tersenyum senang lalu segera masuk ke dalam mobil Bara.

Bara pun segera melajukan mobilnya menuju rumah Seika. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin dia tanyakan pada Seika, tentang hubungan gadis itu dan Devan yang sebenarnya. Namun, dia takut menyinggung perasaan gadis itu.

"Bara, maaf, ya?"

Kening Bara berkerut dalam. "Kenapa kamu tiba-tiba minta maaf?"

"Aku tadi kan, sudah janji mau makan siang sama kamu. Tapi aku malah pergi sama Pak Devan. Maaf, ya?"

Tanpa Bara duga, Seika malah memberitahu dirinya kalau dia tadi pergi makan siang di luar bersama Devan. Apa ini saat yang tepat untuk bertanya tentang hubungan mereka yang sebenarnya?

"Em, iya. Tidak apa-apa. Apa aku boleh bertanya sesuatu, Seika?"

Seika mengangguk.

"Apa kamu punya hubungan spesial dengan Pak Devan?"

"APA?" pekik Seika lumayan keras karena terkejut mendengar pertanyaan Bara barusan.

Gadis Lugu Milik CEO DudaWhere stories live. Discover now