34. Stupid Man

997 33 0
                                    

"Apa ada yang ingin kamu katakan pada saya, Seika?" Pertanyaan Diana barusan sukses membuat Seika tergagap. Gadis itu pun menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan agar perasaannya menjadi lebih tenang.

"Sa-saya dan Pak Devan tidak melakukan apa pun, Tante. Tolong jangan paksa Pak Devan untuk menikahi saya," ucapnya takut-takut.

Diana malah tersenyum. "Kamu tenang saja. Lagi pula saya tidak serius meminta Devan untuk menikahi kamu."

"Benarkah?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir mungil Seika. Dia merasa terkejut sekaligus lega di saat yang sama.

Sieka pikir Diana benar-benar ingin menikahkannya dan Devan, tapi wanita itu ternyata tidak serius meskipun sudah menangkap basah dirinya dan Devan tidur dalam satu ranjang.

Diana menghela napas panjang. "Saya sebenarnya ingin sekali menjadikan kamu sebagai menantu saya. Tapi ...."

Kedua mata Seika sontak membulat. Padahal Diana tadi mengatakan tidak serius ingin menikahkannya dan Devan, tapi Diana sekarang malah ingin menjadikannya sebagai menantu. Seika benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita itu.

"Kamu tahu sendiri kan, Devan tidak mau menikah lagi. Anak itu benar-benar membuat kepala saya pusing." Diana kembali memijit kepalanya yang semakin terasa penat karena memikirkan Devan. Seika tidak tega melihatnya.

"Mau saya pijitin, Tante?"

Diana lagi-lagi menggeleng. "Tidak perlu, Seika. Tolong maafin saya, ya. Saya tidak bermaksud membuat kamu—" Diana menatap Seika penuh dengan rasa bersalah karena sudah melibatkan gadis itu di dalam masalahnya dan Devan.

"Tidak apa-apa kok, Tante," ucap Seika sambil tersenyum agar Diana tidak merasa bersalah lagi. Lagipula dia memahami apa yang saat ini sedang Diana rasakan.

Seika kembali menghampiri Cherry yang sedang mengerjakan tugas sekolah di kamar. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya karena ucapan Devan saat di meja makan tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sepertinya Devan sangat mencintai mendiang istrinya hingga membuat lelaki itu langsung menolak permintaan Diana untuk menikahinya.

Seika pikir Devan memiliki sedikit perasaan pada dirinya karena lelaki itu sangat perhatian pada dirinya. Devan bahkan mengambil ciuman pertamanya. Namun, cinta lelaki itu ternyata hanya untuk Elea.

Lalu apa arti perhatian Devan selama ini?

"Mama baik-baik saja?" Cherry bertanya karena wajah Seika tiba-tiba berubah sendu setelah berbicara dengan neneknya. Cherry memiliki rasa peduli yang cukup tinggi hingga membuatnya tahu kalau Seika sekarang sedang tidak baik-baik saja.

"Ya, kakak baik-baik saja," jawab Seika sambil tersenyum agar Cherry tidak khawatir.

Tanpa Seika duga Cherry tiba-tiba memeluk tubuhnya denga erat lalu mengecup kedua pipinya. "Mama jangan sedih, ya. Cherry sayang sama Mama."

Ada perasaan hangat yang menjalari hati Seika mendengar ucapan tulus Cherry barusan. Dia merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan gadis kecil yang sangat manis dan baik seperti Cherry.

"Terima kasih. Kakak juga sayang sekali sama, Cherry. Apa tugas sekolah Cherry sudah selesai?"

"Tinggal dikit lagi, Ma." Seika pun membantu Cherry mengerjakan tugas sekolahnya. Setelah selesai dia meminta Cherry untuk beristirahat.

Tiba-tiba saja ponsel Seika yang ada di dalam saku celana bergetar karena ada panggilan masuk. Nama Devan terpampang jelas di layar. Tanpa menunggu waktu lama Seika segera menggeser ikon hijau di layar ponselnya.

"Halo, Pak?"

"Apa kamu bisa datang ke ruangan kerja saya sekarang?"

Seika melirik Cherry yang berada di sampingnya sebelum menjawab pertanyaan Devan. Ternyata anak itu sudah tertidur lelap. "Em, bisa, Pak."

Seika tanpa sadar menggigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat karena Devan memutus sambungan teleponnya begitu saja tanpa mengatakan apa pun lagi pada dirinya.

Untuk apa Devan tiba-tiba memintanya datang ke ruang kerjanya? Apa ada hal penting yang ingin lelaki itu bicarakan dengan dirinya?

Seika mengembuskan napas panjang. Raut cemas tergambar jelas di wajah cantiknya. Lebih baik dia segera menemui Devan agar lelaki itu tidak menunggu terlalu lama.

Seika melepaskan tangan Cherry dari pingganganya dengan pelan agar tidak bangun. Setelah itu dia menarik selimut untuk menutupi tubuh anak itu sampai sebatas bahu.

"Mama jangan pergi ...," gumam Cherry dengan mata terpejam. Sepertinya anak itu mengigau karena takut ditinggal Seika.

Seika pun mengusap puncak kepala Cherry dengan lembut agar kembali terlelap setelah itu pergi menemui Devan. Seika sedikit kesulitan menemukan ruang kerja Devan karena dia belum hapal rumah lelaki itu.

Setelah berputar-putar selama lima menit, Seika akhirnya berhasil menemukan ruang kerja Devan. Dia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan sebelum mengetuk pintu kayu yang ada di hadapan. Tidak lama kemudian terdengar suara Devan dari dalam.

"Masuk!"

Seika memutar kenop pintu yang ada di hadapannya dengan pelan. Kesan dingin langsung dia dapatkan ketika menginjakkan kaki di ruangan Devan. Jantung Seika tiba-tiba berdegup kencang, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah ketika melihat Devan yang duduk di balik meja kerjanya sambil meneguk segelas minuman berwarna merah.

Apa lelaki itu sedang mabuk? Siang-siang begini?

"Anda memanggil saya, Pak?"

"Duduklah." Devan menunjuk kursi kosong yang ada di hadapannya, menyuruh Seika agar duduk di sana.

"Tidak perlu, Pak. Saya bisa—"

"Kalau saya bilang duduk, duduk!" ucap Devan tidak bisa dibantah.

Seika menghela napas panjang lalu mendudukkan diri dengan malas di kursi kosong yang berada tepat di depan Devan.

"Ada hal penting yang ingin saya bicarakan sama kamu." Devan langsung memulai pembicaraan.

"Apa?"

Devan menatap Seika dengan lekat. "Saya tidak akan pernah menikahi kamu meskipun mama saya terus memaksa saya untuk menikahi kamu. Lagipula saya sangat mencintai mendiang istri saya."

Kedua tangan Seika yang berda di bawah meja mengepal kuat, kedua bola mata terlihat bergetar menahan sesak yang tiba-tiba menghimpit di dalam dadanya. Seika merasa sangat menyesal sudah berharap lebih pada Devan karena lelaki itu tidak akan pernah membuka hatinya untuk wanita lain.

"Bapak tenang saja."

Devan sontak menatap Seika. Dia bisa melihat sorot kecewa yang terpancar dari kedua mata Seika walau sekilas. Apa gadis itu kecewa pada dirinya?

"Saya cukup sadar diri, gadis jelek dan tidak berpindidikan seperti saya tidak pantas menjadi pendamping hidup pria hebat seperti Bapak. Lagipula saya sudah tahu kalau Bapak masih mencintai ibu kandung Cherry," ujar Seika dengan tenang padahal dia mati-matian menahan air matanya agar tidak jatuh di depan Devan.

"Apa ada hal lain yang ingin Bapak sampaikan?"

Devan menggeleng pelan. Dia memang sengaja menyuruh Seika datang ke ruangannya karena ingin memberitahu gadis itu agar tidak menaruh harapan lebih pada dirinya. Namun, entah kenapa perasaan Devan mendadak gamang, apalagi setelah melihat tatapan sendu Seika. Apa keputusan yang dia ambil ini sudah tepat?

"Kalau begitu saya permisi." Seika beranjak dari tempat duduknya lalu beranjak meninggalkan ruangan Devan sambil mengusap sudut matanya yang berair.

Devan kembali menenggak minumannya selepas kepergian Seika. Devan sadar ucapannya tadi pasti menyakiti hati Seika. Namun, dia terpaksa melakukannya demi menepati janjinya pada mendiang Elea.

"Maafkan saya, Seika," gumam Devan sambil menatap foto pernikahannya dan Elea yang berada di atas meja.

Gadis Lugu Milik CEO DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang