11. Gara-Gara Cherry

1.2K 39 0
                                    

Seika mendorong pintu yang berada di hadapannya dengan pelan setelah mendengar seruan masuk dari dalam. Mulut Seika sontak menganga lebar melihat ketika memasuki ruangan sang pemilik perusahaan yang didiminasi cat berwarna lime. Ada sebuah sofa berwarna cokelat tua di pojok ruangan. Sepertinya pemilik perusahaan menyediakan sofa tersebut untuk menerima klien atau tamu penting.

Seika sontak menunduk ketika menangkap siluet seorang laki-laki yang duduk di balik meja direktur. Entah kenapa dia mendadak gugup saat ingin memberikan kopi yang dibawanya pada lelaki itu.


"Silahkan diminum, Pak  ...." Seika menggantungkan kalimatnya karena dia tidak tahu siapa nama pemilik perusahannya.

Devan pun mengalihkan perhatian dari berkas yang ada di tangannya lalu menatap gadis berambut cokelat yang berdiri tepat di hadapannya. Kedua mata Devan sontak membulat karena Seika ada di ruangannya.

"Kamu?!"

Seika pun tidak kalah terkejut hingga tanpa sengaja menaruh secangkir kopi yang dibawanya di atas meja dengan cukup keras. Seika benar-benar tidak menyangka pemilik perusahaan tempatnya bekerja adalah Devan, papa kandung Cherry.

Kenapa dunia sempit sekali?

"Kenapa kamu bisa ada di sini?" Devan menatap Seika dengan tajam. Raut wajahnya terlihat sangat jelas kalau dia tidak menyukai Seika.

"Apa Bapak tidak bisa lihat? Saya bekerja menjadi office girl di sini," ucap Seika tidak kalah kesal. Entah dosa apa yang dia buat di masa lalu hingga Tuhan mempertemukannya dengan lelaki menyebalkan itu lagi.

Devan menghela napas panjang lalu memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa penat. Devan tidak bisa membayangkan apa yang yang akan terjadi pada dirinya jika Cherry melihat Seika ada di ruangannya.

"Cepat keluar!" Devan mengusir Seika dari ruangannya dengan ketus.

Seika mendengkus kesal, tanpa disuruh pun dia akan keluar dengan senang hati dari ruangan Devan. "Kalau begitu permisi."

Devan mengangguk lalu menyesap secangkir kopi yang Seika bawa untuknya. Sedetik kemudian dia tersentak karena kopi tersebut rasanya sangat enak.

"Apa kamu yang membuat kopi ini?"

Seika sontak berhenti melangkah karena mendengar suara Devan. "Kalau iya, kenapa?"

"Saya takut kamu mencampur racun di dalamnya."

Seika menggeram kesal, kedua tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. Dia pikir pemilik perusahannya sangat baik dan berhati malaikat karena memberinya gaji yang lumayan tinggi meskipun dia hanya seorang office girl. Namun, Devan ternyata sangat menyebalkan. Kata-kata yang keluar dari mulut lelaki itu selalu membuatnya kesal.

"Kalau saya ingin mencampur kopi itu dengan racun, saya pasti sudah melakukannya dari dulu."

"Kamu?!" Devan menatap Seika dengan tajam. Dia tidak pernah menyangka gadis itu berani membalas kata-katanya. Sebagai seorang karyawan rendahan Seika seharusnya diam dan menerima semua perlakuan buruknya karena dia adalah pemilik perusahaan.

Apa gadis itu tidak takut dia pecat?

Seika pun kembali melangkah keluar karena dia tidak betah berada lama-lama di ruangan Devan. Namun, tiba-tiba saja ada seorang anak perempuan yang memeluk kedua kakinya dengan erat ketika dia ingin membuka pintu yang ada di hadapannya.

"Mama!"

Tubuh Seika sontak menengang, kedua matanya menatap anak peremuan yang sedang memeluk kakinya dengan pandangan tidak percaya. "Cherry?!"

"Ternyata Papa nggak bohong karena Mama benar-benar datang. Terima kasih, Pa." Cherry memeluk kaki Seika dengan erat. Anak itu terlihat sangat senang karena sang ayah menepati janjinya untuk mempertemukannya lagi dengan Seika.

Devan yang melihat Cherry bertemu dengan Seika hanya bisa menghela napas panjang lalu menyandarkan punggungnya di kursi kebanggaanya. Padahal dia sudah berusaha keras menjauhkan Cherry dari Seika, tapi Tuhan sepertinya punya ribuan cara untuk mempertemukan putrinya dengan gadis itu lagi.

Seika melepas tangan Cherry agar berhenti memeluk kakinya lalu berjongkok agar tingginya sejajar dengan anak itu. "Kenapa Cherry ada di sini? Memangnya Cherry nggak sekolah?"

Cherry menggeleng pelan. "Cherry mau sekolah kalau sama Mama."

"Tapi Kak Seika nggak bisa nemenin Cherry karena harus bekerja."

Cherry sontak mendukkan kepala, kesedihan tergambar jelas di wajah cantiknya karena Seika tidak mau mengantarnya pergi ke sekolah.

"Cherry jangan sedih, ya? Bagaimana kalau Kak Seika antar Cherry ke sekolah?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Seika, tapi sedetik kemudian gadis itu merutuki ucapannya.

Seika merasa sangat menyesal sudah menawarkan diri untuk mengantar Cherry pergi ke sekolah. Seharusnya dia berpikir lebih dulu sebelum bicara agar tidak menyesal. Namun, semuanya sudah terlambat.

"Asyik!" Cherry bersorak penuh kegirangan. "Papa, Cherry mau sekolah!"

Devan beranjak dari tempat duduknya lantas berjalan menghampiri Cherry dan Seika yang berjongkok di depan pintu. "Kenapa Cherry tiba-tiba mau sekolah?"

"Karena Mama Seika mau nganter Cherry pergi sekolah." Cherry memeluk Seika dengan erat. Anak itu terlihat sangat senang karena akan pergi sekolah bersama Seika.

Devan sontak menatap Seika seolah-olah meminta penjelasan kenapa gadis itu tiba-tiba ingin mengantar Cherry pergi sekolah.

"Sa-saya tadi cuma asal bicara kok, Pak. Kalau Bapak tidak mengizinkan, saya tidak akan—" Seika tidak melanjutkan kalimatnya karena Cherry memotong ucapannya.

"Boleh ya, Pa? Please ...." Cherry menatap Devan penuh harap.

Devan menatap Seika dengan lekat. Apa gadis itu bisa dipercaya?

"Papa ...." Cherry kembali merengek.

Devan menghela napas panjang lantas menganggukan kepala. "Jaga Cherry baik-baik. Kalau dia sampai kenapa-napa. Kamu saya pecat!"

Seika tanpa sadar menelan ludah mendengar ucapan Devan barusan.

Gadis Lugu Milik CEO DudaWhere stories live. Discover now