Part 4 - Not yet giving up!

1.2K 230 14
                                    

Happy Friyeay! Enjoy!!

***

Ponsel Agam sudah berdering lebih dari lima kali saat dia mengangkat benda itu.

"Agam, lama banget sih ngangkat telpon aja?" sungut Tari di seberang sana.

"Apaan sih? Masih jam 4 pagi gilaa."

"Heh, gue nggak tidur semalaman buat bikin rencana yang akan mengeluarkan kita dari lubang neraka. Lo malah enak-enakan tidur. Dasar nyebelin."

"Gue baru balik jam satu malam, Tariii. Si Hawkeye tiba-tiba balik ke kantor abis makan malam bareng keluarganya. Gila kan? Ya Tuhan berikan Admaja hidayah-Mu, Amin."

"Dengerin gue baik-baik. Gue butuh bantuan lo atau ini semua ga akan berhasil."

"Tariiii, gue masih ngantuk. Jam tujuh gue udah harus nyiapin meeting. Tega banget sih lo."

"Oke, selamat menikmati neraka dunia, Agam. Semoga Sherly tetep mau diajak nikah."

Agam menggeram kesal dan marah karena tahu apa yang Tari bilang benar. "Oke, oke. Gue cuci muka dulu sebentar. Ngumpulin nyawa."

"Satu... dua..."

"Cewek gilaaa, gue diitungin," sungut Agam segera beranjak dari tempat tidur dengan Tari yang terus menghitung.

"...lima Agaaam...cepetaan."

Setelah terburu-buru mencuci muka, dia duduk di sofa dan mulai mendengarkan rencana Tari.

***

Kebutuhan kafein Daya berbanding lurus dengan kebutuhannya untuk bekerja, alias banyak. Jadi dia selalu mampir kedai kopi sebelum bekerja, siang hari sehabis makan siang dan malam hari jika perlu. Sepertinya dia lebih sering minum kopi daripada makan dengan benar. Sekalipun begitu Daya tidak tergerak untuk memiliki mesin kopi di rumahnya. Segala sesuatu harus praktis. Membeli adalah langkah yang teramat praktis apalagi di jaman penuh teknologi seperti saat ini. Memasak dan membuat kopi itu buang-buang waktu. Prinsipnya, jika suatu urusan bisa didelegasikan, kenapa harus mengerjakan sendiri.

Uniknya, Daya tidak memiliki satu kedai kopi langganan. Semua hal harus fleksibel karena mobilitas Daya yang tinggi. Jadi dia bisa mampir ke kedai kopi manapun yang ditunjuk Tari untuk membeli kopi setiap pagi. Ya, kebutuhan Daya untuk kopi lebih kepada kandungan kafeinnya daripada rasa. Pagi ini Tari memilihkan kedai kopi yang sama seperti dua hari yang lalu.

"Mba, saya ke toilet dulu ya. Kopi Mba udah saya orderin tapi masih menunggu," ujar Tari diikuti dengan mata Daya yang mendelik kesal.

Wajah memelas Tari yang membuat Daya akhirnya turun dari mobil untuk mengambil pesanan, sementara Tari sudah berjalan terburu-buru menuju toilet. Suasana kedai kopi tidak terlalu ramai dan dia langsung menuju tempat pengambilan pesanan.

Hhh...proposal e-car emailnya sudah dikirim belum sama Reza. Deadline siang ini kan? Reza sudah selesai revisi harusnya. Semalam gue udah cek dan...hrghhh...gue harus cek lagi.

Daya asik dengan ponsel sambil berdiri menunggu sementara Admaja tiba dan masuk dari pintu utama. Nama Daya disebut lalu dia mengambil pesanannya sambil berjalan dan membaca proposal e-car dari Reza. Tidak menoleh sekalipun padahal dia dan Admaja saling berpapasan.

Dari area toilet, Tari mengawasi sambil menghubungi Agam marah-marah. "Agam, cepetan cegat bos gue depan pintu. Tabrak badannya kek, apa kek. Agam!"

"Gue nggak berani. Lady Gaga mukanya jutek banget."

"Agaaaam..." geram Tari kesal. "Daya nggak akan noleh kalau lagi cek email begitu."

Dari jauh Agam menutup ponsel lalu dengan gugup ingin menyenggol bahu Daya tidak sengaja, tapi malahan Agam sendiri yang jatuh tergelincir di tangga sementara Daya lewat begitu saja. Satu tangan Tari menepuk jidatnya sambil bersumpah serapah kesal. Cepat-cepat Tari berjalan ke luar dan karena terburu-buru, kali ini dia yang tidak sengaja menyenggol Admaja hingga kopi Admaja tumpah ke lantai.

The Marriage TrapWhere stories live. Discover now