Part 22 - Terms and Conditions

1.4K 284 38
                                    

Nah, ini udah dibenerin jadi nggak bold semua. Baca ulang lagi gih.

Enjoy, genks!

***

Hasil seluruh test di rumah sakit sudah keluar. Kondisinya dinyatakan baik hingga sudah bisa pulang dan melakukan rawat jalan. Demam Maja juga sudah hilang sejak satu hari lalu dan laki-laki itu sudah kembali bekerja karena dia memaksa. Bagaimana tidak, jika perubahan sikap Maja yang dia tidak duga membuat segalanya aneh. Ada banyak kecanggungan diantara waktu mereka bersama. Dia sendiri meminta dokter Aryan untuk menambahkan jenis test agar mereka berdua tidak selalu bersama di dalam ruangan. Adeline juga dia minta selalu datang. Pokoknya apa saja untuk menetralisir suasana.

Siang ini Maja bisa saja bekerja dan mereka akan bertemu nanti malam di rumah. Itu permintaannya pada Maja kemarin. Tapi laki-laki itu sudah berada di kamar rawatnya sejak pagi tadi bersama dengan mama. Dia tidak terbiasa diperhatikan begini, dia biasa sendiri. Jadi ini aneh sekali. Siangnya Adeline menyusul, bahkan ayah Maja menghubunginya padahal dia tahu ayah Janadi sibuk sekali. Akhirnya dia banyak diam, karena tidak mengerti harus bersikap seperti apa.

Mereka tiba di rumah pukul dua. Mama memanggil Ibu Sarni untuk melayani mereka. Ibu Sarni adalah kepala pelayan sejak Maja belum lahir. Sebenarnya beliau sudah pensiun namun dipanggil lagi karena Maja tidak nyaman jika memiliki pelayan lain yang akan tinggal bersama mereka. Saat ini, Ibu Sarni membawa satu pelayan yang lebih muda untuk membantunya.

"Ma, apa perlu Bu Sarni di sini?" ujar Maja dari dapur bersih sambil meneguk minuman.

"Mama nggak mau kalian berdua terlalu sibuk. Daya akan kelelahan mengurus rumah sebesar ini, ditambah lagi kesibukan Daya di kantor. Daya harus sehat agar bisa cepat hamil," jawab mama.

Maja tersedak minumannya hingga terbatuk-batuk. Dia sendiri hanya diam saja sama terkejutnya. Sedangkan Adeline malah terkekeh geli melihat Maja.

"Aku dan Daya masih belum ingin punya anak, Ma," gelas minuman Maja letakkan.

"Mama yang ingin punya cucu, dan tugas kalian buatkan sebanyak-banyaknya untuk Mama. Buat apa seluruh usaha ini ada kalau bukan untuk penerus keluarga kita?" tegas mama.

Kali ini Adeline tertawa kecil, sementara Maja melotot memperingatkan Adeline. Dalam hati dia sama paniknya dengan Maja.

"Kak, kalian cuma disuruh hamil bukan manjat menara Eiffel. Jangan pada panik dong. Kemarin di rumah sakit nggak mau pisah," ledek Adeline yang langsung ditimpuk bantal oleh Maja.

Kemudian Maja mengeluarkan jurus mengusir halus pada mama dan Adeline. Hingga dua wanita itu pergi meninggalkan mereka setelah berpamitan dan memeluknya hangat. Mereka berada di ruang tengah lagi-lagi dengan canggung yang sama. Ibu Sarni muncul dari arah paviliun belakang bersama satu wanita.

"Selamat siang, Tuan. Saya ingin mengenalkan asisten saya di sini, namanya Atik. Sarapan pukul tujuh pagi, makan malam pukul tujuh tiga puluh. Kami sudah membaca riwayat alergi Nyonya dan seluruh kebiasaan makan Nyonya. Rumah akan dibereskan pukul sembilan hingga dua sore. Selain dari jam itu kalian bisa memanggil kami di paviliun belakang."

Maja tersenyum mengangguk. "Apa kabar, Bu?"

"Baik, Tuan," senyum Bu Sarni mengembang kecil.

"Saya dan Daya akan sama-sama sibuk dan berusaha tidak terlalu merepotkan," ujar Maja.

Dia bisa melihat ada tatapan sayang antara Maja dan Bu Sarni. Seperti mereka dekat sekali. Mama Fe bercerita bahwa Maja dirawat oleh Bu Sarni sejak bayi.

"Anda tidak pernah merepotkan saya, Tuan. Silahkan beristirahat. Panggil kami jika membutuhkan sesuatu," kepala Bu Sarni mengangguk untuk berpamitan sopan.

The Marriage TrapWhere stories live. Discover now