Part 5 - Voila!

1.1K 232 9
                                    

Agam menatap ponselnya tidak percaya. Tari mengirim pesan dan memintanya untuk membuat mobil Admaja mogok. Permintaan panjang kali lebar itu diiringi dengan ancaman pembunuhan jika Agam tidak melakukan apa yang Tari minta serta keluhan panjang karena kontribusinya sendiri yang sedikit sekali dalam menyusun jebakan untuk Maja dan Daya. Bukannya dia tidak mau membantu, jadwal Maja sedang gila-gilanya karena tender rebranding yang tiba-tiba dimajukan. Semalam dia baru tiba pukul satu pagi dan langsung tergeletak tidak berdaya di kasurnya. Tidak cukup sampai di situ jam enam pagi Maja sudah menghubunginya lagi. Hrrrghhh...rasanya mau gilaaaa.

Pikir sekarang caranya, Gam. Atau lo akan terus berada di neraka. Dia sudah tiba di apartemen Maja dan biasanya hanya akan memberi tahu Maja lewat pesan singkat dan menunggu di lobby. Tapi pagi ini dia melangkah mantap menuju basement sambil menghubungi supir pribadi Maja. Tari si wanita gila itu benar. Dia harus mulai serius berpartisipasi untuk menjebak Maja dan Daya.

***

Jalanan pagi ini lebih padat dari sebelumnya. Karena biasanya hanya butuh paling lama empat puluh menit untuk tiba di kantor, tapi pagi ini Daya sudah duduk lebih dari tiga puluh menit hanya untuk menempuh seperempat jarak ke kantor.

"Pak Sakih, di depan ada apa ya? Kok macet banget?" tanyanya.

"Kayaknya ada mobil yang mogok atau kecelakaan, Mba. Ini tiga jalur jadi cuma dua," jawab Pak Sakih.

Nafas dia hirup dalam. Bukan salah Pak Saki jalanan macet begini. Jadi apa yang bisa dia lakukan untuk meredam rasa tidak sabar? Bekerja. Ya, itu obat ampuh dan mujarab untuk segala kondisi. Jadi dia mulai mengeluarkan laptop dan mengambil alas datar agar dia bisa memangku laptop dengan nyaman. Ponsel dia letakkan di samping sambil menghubungi Tari.

"Pagi, Tari. Sudah di kantor?"

"Pagi, Mba. Saya sudah di kantor. Meeting jam delapan pagi dengan desainer hijab kemarin yang mau mulai promo."

"Minta Reza yang handle itu. Saya masih di jalan, begitu sampai saya nyusul meetingnya. Gimana soal Trans Indo. Kapan meeting dengan mereka?"

"Minggu depan. Tapi ini tender formalitas, Mba. Pak Stevan bilang hanya sebagai persyaratan saja. Dua minggu mendatang Trans Indo minta langsung tanda tangan kontrak."

Tangannya mengetik cepat memberikan catatan penting pada salah satu presentasi dari tim, sambil terus bicara. "Easy win, good news. Ini semua karena reputasi Digicom yang bagus, Tari. Kita adalah kumpulan profesional dan ahli. Minta Izy segera siapkan kontrak Trans Indo. Hmmm...ada kabar soal..."

"Sebentar, Mba. Ada telpon masuk."

"Siapa?"

Tari diam sejenak di sana. "Agam, Mba. Sekretarisnya Maja."

"Angkat dulu sana," sambungan cepat-cepat dia sudahi.

Tanpa sadar Daya tersenyum lebar. Tari benar-benar berbakat karena ternyata sekretaris andalannya itu sudah dekat dengan Agam si sekretaris Maja. Ponselnya berbunyi lagi. Tari. "Ada kabar apa?"

"Pertama, tender rebranding dimajukan dan saya sedang usahakan dapat slot pertama seperti biasa."

"Yes, good. Cari tahu tanggal pastinya dan bilang sama Dion dan Reza untuk siap-siap."

"Kedua dan menurut saya ini kesempatan."

"I love opportunity. Bring it."

"Mba, mobil Maja lagi mogok pas di jalur Mba sekarang. Tadi Agam bilang begitu karena backsound Agam berisik banget, jadi saya nanya. Ada baiknya kalau Mba bisa..."

"Yes, I will," potong Daya langsung mengerti. "I need to close the phone then. The opportunity is in front of me. Atur ulang jadwal saya karena mungkin, saya akan terlambat lebih lama."

The Marriage TrapWhere stories live. Discover now