Part 40 - Seven step away

1.3K 276 61
                                    

"Kita mau pulang?" tanya Daya kecil pada ayahnya saat mereka berdua sudah kembali masuk ke villa.

Ayah berlutut di hadapannya. "Kita ingin membantu teman Ayah yang sedang kesulitan, Daya."

"Teman Ayah yang di villa seberang?"

Kepala ayah mengangguk. "Siap-siap sekarang kita berangkat."

"Kemana?"

"Kantor polisi terdekat. Kita cari di sepanjang jalan."

"Polisinya nggak bisa ditelpon?"

"Laporan ditanggapi lebih serius jika langsung didatangi. Nanti kamu belajar ketika sudah dewasa."

Dia mengangguk dan segera masuk ke dalam kamar membawa tas kecil yang biasa dia bawa pergi. Ketika keluar dari kamar, dia melihat ayahnya mengintai dari jendela ruang tamu villa. Ibu yang melihat mengajak dia masuk ke dalam kamar.

"Ayah lagi apa?"

"Ayah sedang mengambil foto untuk laporan polisi. Ada seseorang yang ingin berbuat tidak baik ke teman Ayah yang di seberang villa. Kamu tunggu di sini dulu ya," Ibu mengelus puncak kepalanya kemudian keluar dari kamarnya.

Posisi kamar tempatnya tidur di villa menghadap ke depan. Karena rasa penasaran yang tinggi, diam-diam dia turun dari tempat tidur dan berjalan mendekati jendela. Tirai jendela dia sibak sedikit dan melihat ada tiga orang yang berada di garasi villa seberang mereka. Satu orang melangkah berkeliling dan mengintip jendela villa tersebut seperti ingin mencari teman ayah yang tinggal di sana. Hasilnya nihil. Ya, karena teman ayah dan anaknya sudah pergi tadi dengan mobil. Ada satu orang yang bertubuh lebih tinggi dan berpakaian lebih rapih. Kemeja lengan pendek dengan motif aneh, kacamata hitam, dan celana bahan. Merokok sambil berdiri menatap villa-villa yang lain. Rasa penasaran masih meraja hingga dia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Terus mengamati sosok laki-laki necis itu. Matanya tertumbuk pada tato yang menyembul dari leher laki-laki tadi. Seperti sebagian dari angka delapan, karena lingkaran pada ujung angka delapan dia lihat tadi.

'Itu pasti orang jahatnya. Apa ditato lehernya nggak sakit?' gumamnya dalam hati.

Tanpa sengaja pandangan matanya tertumbuk dengan mata orang itu. Kemudian laki-laki itu tersenyum menyeringai padanya. Persis seperti penjahat yang dia lihat di TV. Karena terkejut, tubuhnya mundur dua langkah menjauhi jendela. Ibunya masuk tidak lama setelah para penjahat pergi. Dia diajak ke luar villa dan mereka langsug berkendara cepat seperti ingin mengejar kendaraan orang-orang jahat itu. Sampai....

"Daaaan...awaaasss!!!"

Teriakan ibu, suara klakson truck besar, decitan ban, kaca mobil yang pecah, serta mata kedua orangtuanya yang menatapnya dingin dan mati kembali.

"Hhhh...hhhh..." dia bangun terkejut karena mimpinya tadi.

Ini mimpi yang berbeda, ingatan lama yang baru kembali. Sebelumnya dia tidak pernah mengingat bagian itu.

"Kak Daya..."

Sentuhan halus tangan seseorang membuatnya berjengit kaget.

"Maaf, Kak. Maaf. Kakak mimpi buruk?" Adeline mengambil segelas air putih dari meja.

Matanya mengerjap dua kali lalu bisa melihat wajah Adeline yang menatapnya cemas. "Adeline?" bisiknya perlahan berusaha mencerna.

"Iya, Kak. Kakak di rumah sakit."

Pusaran ingatan tentang apa yang terjadi di pemakaman orangtuanya mulai datang. "Maja, dimana Maja?"

"Kakak duduk dulu. Tenang dulu. Aku harus panggil dokter Tania."

The Marriage TrapWhere stories live. Discover now