Part 16 - Come away with me

1.4K 285 60
                                    

One of my favorite part.

***

"Besok pagi kalian harus datang ke acara golf mingguan. Kalian menginap di sini lagi saja," ujar mama yang Maja bisa dengar saat dia melangkah ke taman pinggir kolam renang tempat mereka sarapan pagi.

Sudah ada Adeline dan Daya yang duduk di sana menemani mama. Ayah sepertinya belum turun. "Kami berangkat dari apartemenku saja, Ma."

"Masih banyak reporter berkeliaran. Di sini lebih aman. Kamu nggak mau pertimbangkan?" tanya mama.

Daya hanya duduk diam memakan sarapan yang hanya sedikit sekali. Dia sendiri sudah duduk di sebelah Daya. "Daya nggak nyaman di sini karena semua pakaian dan perlengkapan Daya nggak ada," dia beralasan.

"Kak Daya yang nggak nyaman, atau kamu? Karena bisa marah-marah kalau kalian balik ke apartemen lagi kan?" dengkus Adeline padanya.

"Pikiran kamu jelek banget ya sama Kakak sendiri," timpalnya kesal.

"Kak Daya masih marah sama kamu, ngerti nggak? Mangkanya dia diem aja begini. Nggak peka banget sih jadi cowok," Adeline mendelik marah. "Kamu belum minta maaf dengan benar kan?"

"Aku nggak apa-apa, Del," senyum Daya pada Adeline. "Beneran. Cuma memang lagi banyak pekerjaan."

"Jangan terlalu sibuk, Sayang. Bahumu gimana? Basri bilang kamu melewatkan sesi terapi terakhir di Bangkok?" mama kali ini.

"Sudah membaik, Ma. Jangan terlalu khawatir."

"Kak Daya siang ini sudah aku buatin janji sama Rendy. Sekalian nemenin aku fisioterapi di MG," sambung Adeline.

"Kamu terapi apa lagi? Kaki kamu masih sakit?" tanya Maja penasaran.

"Enggak, tapi Kak Daya perlu diperiksa karena bahunya masih biru dan masih sakit. Kamu tahu nggak? Tadi aku nggak sengaja liat waktu masuk ke kamar kalian dan Kak Daya lagi ganti baju sementara kamu masih tidur."

Dia diam saja karena memang tidak tahu. Bagaimana dia bisa tahu kalau Daya tidak bilang kan? Tapi gimana bisa bilang kalau kamu nggak nanya, Maja? Hrrgrhhh, geramnya dalam hati.

"Bener kan, kamu nggak tahu? Rendy bolak-balik nanya ke aku karena kayaknya dia lebih khawatir sama Kak Daya daripada suaminya sendiri."

"Adeline...sudah," Daya menggenggam lengan Adel. "Sudah ya. Bahuku nggak apa-apa kok."

"Pokoknya nanti siang aku jemput Kak Daya di kantor dan ikut aku ke MG. Kalau Kakak aku nggak bisa urus istrinya, aku yang urus," Adeline sudah berdiri dan pamit pergi kembali ke kamarnya.

"Adel, nggak boleh ngomong begitu sama Kakak kamu," mama memperingati kemudian menyusul Adeline.

Apa yang Adeline bilang banyak benarnya, tapi tidak ada yang suka dengan fakta yang dipaparkan membabi buta. Lalu tanpa bisa dia redam emosinya sudah naik lagi. Tapi entah untuk siapa? Untuk Daya karena tidak jujur padanya? Untuk Adeline yang hanya ingin membela Daya? Atau untuk dirinya sendiri?

"Saya berangkat dulu, ada meeting pagi," pamit Daya sudah berdiri. Wanita itu melangkah untuk berpamitan pada mama dan Adeline yang berada di ruang tengah.

Sarapan dia tatap tidak bernafsu. Dia kehilangan seluruh keinginannya untuk melakukan apapun tiba-tiba karena kalimat-kalimat Adeline tadi. Kemudian dia berdiri menyusul Daya di ruang tengah. Daya sudah melangkah ke area ruang tamu selesai berpamitan saat dia menggenggam lengan Daya dan menariknya ke arah kamar tidur tamu di bawah yang mereka tempati semalam. Pintu dia tutup kemudian mereka berdiri berhadapan.

"Please, don't start a fight. Ini masih pagi dan di rumah orangtuamu, Maja," nada Daya tekan perlahan.

Adukan rasa cemas, bingung, marah dan kesal pada segalanya membungkam mulutnya. Tubuhnya maju memojokan Daya ke tembok agar wanita itu tidak bisa berlari menghindarinya. Dua tangan sudah terulur untuk membuka kancing kemeja satin Daya. Dengan cepat tangan Daya yang tidak terkilir mencengkram lengannya kuat, mata Daya menatapnya tajam.

The Marriage TrapDonde viven las historias. Descúbrelo ahora