Part 8 - Get married and get it done

1.7K 251 18
                                    

Sudah hampir seminggu mereka tidak berkomunikasi dalam bentuk apapun. Kembali sibuk bekerja adalah satu-satunya cara dan itu yang Admaja lakukan. Tapi sejak makan malam keluarga, mama terus menerornya dengan pertanyaan apa dia sudah melamar Daya. Kontrak kerja sama dengan Digicom dia tunda penandatanganannya. Ya, dia tidak membatalkan kontrak itu seperti ancamannya pada Daya. Itu hanya gertakan karena dia sangat emosi sebelumnya. Sesungguhnya yang dia ingin adalah Daya yang datang mengetuk pintu dan meminta agar kontrak Digicom segera ditanda tangan. Tapi wanita ini seperti menghilang. Meninggalkan jejak berupa pesan-pesan palsu di ponsel dan seluruh harapan tinggi keluarganya sendiri. Dia sudah terjebak dan tidak bisa kembali. Hhhh, bagaimana ini?

Sementara di tempat yang lain. Agam dan Tari sedang bicara di ponsel.

"Mba Daya kemana?" tanya Agam cepat. "Bos gue tiba-tiba balik ke mode gila kerja lagi. Harusnya makan malam minggu kemarin okey kan?"

"Kayaknya mereka berantem deh, Gam. Karena Mba Daya tiba-tiba pergi ke luar kota. Sore ini udah pulang sih. Muka Mba Daya waktu berangkat dingin banget, kalah deh kulkas dua pintu."

"Terus kita gimana dong nih?"

Tari diam sejenak. "Gam, yang gue tahu ternyata Ibu Ferina Soedibyo itu ternyata ibunya Pak Maja. Ibu Fe dan Mba Daya itu dekat sebelum kejadian ini semua. Jadi gimana kalau lo telpon ibu Fe..."

"Hah? Nggak berani gue," potong Agam.

"Dengerin gue dulu, rese. Lo telpon Ibu Fe dan bilang lo khawatir karena Pak Maja nggak mau makan. Lo bilang juga penyebabnya adalah mereka berantem."

Respon Agam yang diam saja membuat Tari berbisik tidak sabar. "Agam, lo denger nggak sih? Lo sudah mengecap keindahan hidup manusia normal di bumi kan minggu kemarin. Pake pamer foto-foto sama Sherly lagi. Lo mau kita balik ke neraka dunia?"

"Iya, iya. Gue telpon Ibu Fe. Ya Tuhan, kenapa gini amat jadi mak comblang. Lama-lama kena penyakit jantung gue."

Tari terkekeh. "Hey, ingat reward-nya di ujung jalan. Kehidupan stabil dan normal."

"Mba Daya jam berapa ada di kantor?"

"Jam lima sore. Pesen bunga dan bikin bos lo ke sini buat baikan lagi," ujar Tari.

"Kenapa nggak lo aja yang bujuk Mba Daya buat baikan sama bos gue?" tanya Agam balik.

"What? Enak aja lo. Bos gue jauh lebih pinter dan keren daripada bos lo. Lagian nggak mungkin putri es kayak Mba Daya mau nyamperin cowok. Nggak masuk akal lo."

"Okey-okey." Sambungan Agam sudahi sebelum Tari menyerocos tanpa henti.

***

Ponsel Maja berdering kemudian dia menggeram kesal karena siang ini mama sudah menghubunginya lebih dari lima kali. Akhirnya dia menyelesaikan meeting cepat-cepat dan kemballi ke ruangan untuk menghubungi mama.

"Kamu kebangetan, Admaja," protes mamanya. "Telpon mama dicuekin padahal ini penting."

"Iya, Ma. Ada apa?"

"Dimana Daya?"

"Kenapa nanya Daya ke aku?"

"Lah, ke siapa lagi kalau nggak ke tunangannya."

"Aku belum tunangan, Ma."

"Ya, cepetan tunangan kalau begitu. Atau nikah aja langsung. Mama sudah hubungi Sabiya di butiknya untuk pesan gaun...."

"Maaa..." ya Tuhaan.

"Jadi Mama mau ketemu Daya siang ini tapi ponsel menantu Mama nggak aktif," lanjut mama tanpa menghiraukan protesnya. "Apa kamu berantem sama Daya?"

The Marriage TrapWhere stories live. Discover now