Part 26 - Do you?

1.4K 298 37
                                    

Tanggal untuk peluncuran proyek Digjaya makin dekat, hingga kesibukan Digicom berkali lipat lebih tinggi. Tim Daya bagi dua, Dion dan Tari yang akan menangani Digjaya langsung. Reza dan Melly yang menangani klien yang lain. Sementara dia sendiri memonitor segalanya dan membantu jika kesulitan terjadi.

Pembicaraannya beberapa hari yang lalu dengan Maja perihal apa yang Maja rencanakan untuk Agam menarik minatnya. Ya, Maja sudah menyiapkan career path yang jelas untuk Agam. Itu sedikit mengejutkannya, karena dia pikir Maja yang sulit sekali percaya dengan orang tidak memiliki rencana itu untuk Agam. Maja bahkan sudah merencanakan untuk melepaskan Agam. Bukan karena Agam tidak bagus, tapi justru sebaliknya. Maja bisa melihat potensi pada diri Agam setelah bertahun-tahun Maja didik sendiri.

Pengganti Agam si anak intern itu pun sudah datang dan mulai melakukan proses transisi bersama Agam. Dalam beberapa bulan ke depan Agam akan memegang proyek e-transport milik Digjaya. Proyek penting yang jika berhasil, maka bisa menaikkan profitabilitas perusahaan untuk lini bisnis lain yang sebelumnya Digjaya punya. Jika tugas itu berhasil Agam jalankan, maka Agam dengan resmi akan menjadi salah satu direktur di Digjaya, memimpin divisinya sendiri.

Semua hal itu membuat dia berpikir juga. Bagaimana dengan Tari? Kemampuan Tari bahkan lebih baik dari Agam, dia sangat yakin perihal itu. Akhirnya dia memutuskan ini sudah saatnya juga dia keluar dari zona nyamannya bersama Tari. Ya, dia sudah menunjuk Tari untuk memimpin proyek bersama dengan Dion. Agar Tari memiliki kesempatan yang sama seperti Direkturnya yang lain.

"Mba, apa saya boleh minta sesuatu?" tanya Tari saat mereka selesai meeting di dalam ruangannya.

"Ya?"

"Saya mau handle proyek bareng Reza aja, tukeran sama Melly."

Dahi Daya mengernyit. "Kenapa?"

"Saya...nggak terlalu nyaman kerja bareng Dion," bisik Tari serba salah. Seperti paham benar bahwa alasan itu adalah alasan yang pasti dia langsung akan tolak. Tapi ekspresi Tari jujur.

"Apa Dion melecehkan kamu?" dia mencoba mencari tahu.

Kepala Tari menggeleng.

"Dion mendekati kamu di luar kantor?"

Tari mengangguk perlahan, ragu-ragu.

"Apa perilaku Dion di luar kantor ke luar batas?"

"Enggak, Mba. Dion nggak begitu, dia baik kok sama saya. Saya cuma...nggak nyaman."

Nafas dia hirup dalam. "Kamu tahu kenapa saya pilih kamu dan Dion untuk tangani Digjaya."

"Agar kami belajar. Saya paham, Mba."

"Bukan hanya itu saja. Reza dan Melly sudah banyak pengalaman tangani klien besar. Kamu dan Dion berbakat. Digjaya adalah klien penting dan strategi mereka adalah strategi pemasaran yang benar-benar unik. Beberapa ide bahkan datang dari kalian berdua. Saya mau kalian mewujudkan ide-ide kalian sendiri di lapangan. Apa yang lebih baik dari itu?" Daya diam sejenak. "Saya nggak mau kamu stuck jadi sekretaris saya, Tari. Kamu terlalu pintar. Bukan karena saya nggak sayang sama kamu. Tapi justru karena saya peduli. Saya mau kamu jauh lebih maju dari saya. Mungkin buka kantor marketing untuk bersaing dengan saya nanti."

Ekspresi Tari makin serba salah. Dia memberi Tari waktu untuk bicara karena melihat perubahan ekspresi Tari yang tidak biasa. Tiba-tiba mata Tari berkaca-kaca sambil menatapnya.

"Jadi Mba sayang sama saya?" bisik Tari.

"Saya peduli sama kamu, Tari," dia menutupi perhatiannya pada Tari. Tidak mau anak buahnya ini jadi besar kepala karena itu.

Lalu hal lain yang tidak terduga terjadi. Tari menubruk dan memeluk tubuhnya. "Makasih ya, Mba. Okey, saya nggak akan ngeluh lagi dan pisahkan antara hal personal dan professional. I will work very hard until you say you are proud of me."

The Marriage TrapWhere stories live. Discover now