Part 45 - Time

1K 242 31
                                    

Enjoy their last parts.

***

Dua bulan kemudian. Kediaman Admaja dan Daya.

"Ya..." Maja meraba samping tempat tidur dengan mata masih tertutup, mencari istrinya. Matanya membuka perlahan lalu dia sudah duduk tegak karena Daya tidak ada. Jam empat empat lima pagi. "Yaya..." dengan panik dia berdiri dan mulai mencari.

Kamar mandi, nihil. Ruang tamu, masih sepi. Kemudian dia melihat cahaya kamar tamu di sebelah kamar mereka. Pintu dia buka dan di sanalah Daya. Duduk di kursi kayu kecil dengan kaus kebesaran dan celana tidur panjang santai. Rambut Daya gelung ke atas dan tusuk dengan kuas lukis. Istrinya itu sedang melukis dinding bakal calon kamar bayi mereka. Nafas dia hela lega.

"Ya, bilang-bilang dong kalau udah bangun. Aku panik cariin kamu."

"Iya, maaf. Solat dulu sana."

"Emang udah adzan?"

"Udah, sepuluh menit yang lalu," Daya masih terus melukis. "Aku udah solat ya."

"Kok aku nggak ditungguin?" keluhnya.

"Aku mau ngelukis dan biasanya, setelah solat kamu aneh-aneh, Maja. Apalagi ini hari libur," kepala Daya menoleh sejenak kemudian melanjutkan aktivitasnya.

"Tega banget aku dicuekin. Aku baru ketemu kamu semalam setelah dinas dua hari. Masa aku ditinggal ngelukis," pintu kamar dia buka lebar dan tangannya sudah bertolak pinggang. "Yaya..."

Daya menoleh lagi kemudian tersenyum. Kenapa istrinya jadi cantik banget begini sih. Apa matanya salah lihat? Daya semakin...apa ya. Seksi namun keibuan. Jadi apa namanya?

"Solat dulu, Yang Mulia Tuan Admaja," kekeh Daya kemudian kembali melukis lagi.

"Abis itu berhenti ya ngelukisnya," dia cepat-cepat kembali ke kamar untuk menunaikan kewajibannya.

Setelah sepuluh menit, dia menyusul Daya lagi. Istrinya fokus sekali jika sedang melukis begini. Itu membuat dia kesal bukan main. Karena akhirnya Daya mengabaikannya. "Yaya, udah dong ngelukisnya."

"Aku lagi mood banget nih," ujar Daya sambil terus asyik dengan dinding kamar.

"Aku juga lagi mood banget, lho. Mau cek?"

Daya tertawa menatapnya. "Nggak perlu, aku udah tahu. Dasar nyebelin. Aku selesaiin satu dinding terus kita berenang."

"Loh, kok berenang?"

"Kamu lagi mood berenang kan?" Daya kembali pada dinding lagi, menyebalkan.

Karena tidak sabar dia berdiri di antara Daya dan dinding yang sedang dilukis.

"Majaa..."

"Yayaaaa, apa sih menariknya dinding ini daripada suami kamu?"

Kuas Daya turunkan. "Pertama, dinding ini nggak suka ngambek dan marah-marah kayak kamu. Kedua, dinding ini nggak punya pikiran aneh-aneh kayak kamu. Ketiga, dinding ini diam aja aku apa-apain. Pasti aku lebih pilih dinding dong," kekeh Daya meledeknya.

"Penghinaan," dengkusnya kemudian berjalan melangkah menjauhi Daya agar istrinya itu tahu kalau dia sedang kesal. Dia tidak mau menarik dan memaksa Daya karena kondisi perut Daya yang makin besar. Harus Daya yang menghampirinya sendiri.

Lima menit dia berjalan mondar-mandir di dalam kamar menunggu. Daya harusnya paham kalau dia benar-benar rindu kan? Dia sudah bilang sejak semalam. Tapi Daya terlihat lelah jadi dia tidak tega. Lagian kenapa sih dia ini? Kenapa sulit sekali mengendalikan diri di depan Daya. Jarum jam dia tatap lagi, sepuluh menit sudah. Hrrghhh...Yayaaa... Belum sempat kakinya melangkah, pintu kamar sudah terbuka dan Daya sudah berdiri di sana. Masih dengan rambut digelung dan kuas di kepala.

The Marriage TrapWhere stories live. Discover now