Part 21 - Harusnya kamu...

1.3K 297 74
                                    

Suara-suara seperti jauh di telinga. Seluruh bayangan tentang bagaimana Daya memegangi tubuh anak kecil laki-laki itu berputar di kepala. Juga bagaimana tubuh Daya sendiri tenggelam saat sang anak kecil berhasil dinaikkan. Daya hilang kesadaran dan tertarik air yang bergelombang karena hujan. Dia terjun ke laut bersama petugas untuk mencari Daya. Entah berapa lama mereka di sana. Dia kehilangan satuan waktu karena dicengkram rasa takut yang hebat.

"Maja!" tangan mama menghentak tubuhnya hingga kesadarannya kembali. "Minum dulu, Sayang. Minum dulu," teh hangat dalam cup sudah ditangkupkan pada kedua tangannya.

Selimut sudah disampirkan di tubuhnya. Baju belum dia ganti dan dia tidak peduli. Daya berada di dalam ruang periksa rumah sakit MG belum sadarkan diri. Sementara mama sudah ada di sebelahnya.

"Adeline sedang ke sini," suara mama bergetar karena tangis yang ditahan. "Ayah sedang bicara dengan dokter Reyn."

Teh dalam cup dia tatap. Pikirannya lagi-lagi kembali pada saat melihat tangan Daya sedikit demi sedkit tenggelam dan dia terlambat menarik tangan itu. Sibuk membantu petugas mengangkat anak kecil yang Daya selamatkan. Saat itu pikirannya buntu, tanpa pikir panjang dia terjun ke laut dengan dua petugas. Mereka beruntung karena salah satu petugas berhasil menarik tubuh Daya ke atas.

"Selamat malam, Maja." Dokter Antania Tielman berdiri di hadapannya bersama Mareno suaminya.

"Saya turut prihatin, semoga istrimu nggak apa-apa," Mareno menjabat tangannya erat. Dia hanya bisa mengangguk dan berterimakasih.

"Beiby, aku tunggu di bawah," bisik Mareno pada Tania yang mengangguk. Mareno berlalu setelah berpamitan sopan pada mama.

"Saya harus memeriksamu. Tolong ikut saya sebentar."

Dia melepaskan selimut pada bahu dan meletakkannya di kursi. Mama tetap di sana menunggu kabar dari dokter yang memeriksa Daya di dalam. Sementara dia mengikuti Tania berjalan ke arah salah satu ruangan di ujung koridor. Tubuhnya duduk pada di pinggir tempat tidur. Tania dengan cekatan memeriksanya sambil bertanya secara detail apa yang sedang terjadi. Pertanyaan-pertanyaan Tania dia jawab singkat. Pikirannya masih timbul tenggelam dengan apa yang terjadi tadi.

"Kondisimu baik, tapi kamu shock berat dan saya nggak heran," ujar Tania sambil menatapnya.

"Anak yang Daya selamatkan? Apa dia baik-baik saja?"

Tania mengangguk. "Orangtua dan keluarga sudah ada di sini. Anak itu kondisinya stabil dan sudah sadar. Pihak keluarga ingin bertemu dengan Daya tapi kami masih melarang."

Dia mengangguk lega. "Lalu bagaimana Daya? Apa dia baik-baik saja?"

"Saya sudah baca catatan medis Daya. Fisik Daya sehat dan Daya mahir berenang. Umumnya kami akan memeriksa saluran pernafasan, kondisi paru-paru, saturasi oksigen dan gejala hipotermia. Tapi karena Daya jatuh dari ketinggian kami juga akan memeriksa apakah ada benturan. Dokter Aryan dan Dokter Pram yang menangani Daya. Saya belum dapat kabar dari mereka tapi seharusnya semua akan baik-baik saja. Daya tidak lama tenggelam dan petugas medis melakukan penanganan pertama yang tepat."

Kepalanya mengangguk perlahan.

"Saya lebih khawatir dengan trauma Daya, Maja. Rendy bicara pada saya beberapa hari lalu karena tiba-tiba dia mendaftarkan Daya pada salah satu psikiater yang menangani sahabat saya."

"Daya diserang trauma sebelum terjun ke laut," bisiknya sambil menarik nafas dalam. Satu tangan dia usap perlahan ke wajahnya.

"Bujuk Daya untuk pergi ke psikiater segera setelah ini. Untuk mencari tahu sumber trauma jadi bisa diobati. Jangan diabaikan. Sekali trauma terpicu akan terus kambuh jika tidak ditangani dengan cepat."

The Marriage TrapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang