Part 32 - This isn't a dream, right?

1.2K 247 31
                                    

Suaminya terus menggenggam tangannya, berujar sungguh-sungguh atas apa yang terjadi. Amplop coklat hasil penyelidikan ADS yang memang Ferina minta, belum dia buka. Dia takut atas kenyataan yang akan dia temui nanti. Hingga setiap malam amplop itu dia tatap saja. Kejadian percobaan penculikan pada Adeline membuat dia meledak juga. Saat tahu Adeline tidak pulang dan tidak bisa dihubungi, dia menggila. Menumpahkan segala kecurigaannya pada Janadi. Suaminya itu sama gusar dan cemas, hingga akhirnya menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi.

Dulu, Janadi Hadijaya muda memiliki hobi buruk yaitu judi. Ketiadaan masalah perihal dana membuat Janadi lupa diri. Tenggelam dalam pusaran setan. Dia sendiri tidak tahu hingga mereka menikah dan Janadi mulai pulang larut sekali. Dia pikir Janadi berselingkuh darinya, tapi akhirnya hobi buruk Janadi dia ketahui juga. Karena orang-orang Benny-si bandar judi mulai datang ke rumahnya. Kemudian Janadi berhenti saat mereka memiliki Admaja dan Adeline. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Karena hobi buruk itu seperti adiksi yang terus kembali. Ditambah lagi dengan Benny yang selalu mendekat, menawarkan, mengiming-imingi. Hingga akhirnya Janadi jatuh di lubang yang sama lagi.

Pada suatu hari, entah apa yang dilakukan oleh suaminya, Benny mulai berani mengancam Janadi. Itu semua membuat dia tidak bisa tidur karena ketakutan. Titik lemah suaminya adalah Adeline. Janadi begitu menyayangi Adeline dan Benny mengetahui hal itu. Lalu suatu ketika ponselnya berdering dan dia menerima kabar bahwa Adeline tidak sadarkan diri dari salah satu kawan dekat Adeline. Anak gadis mereka koma dua tahun lamanya. Dugaan kuatnya semua ini adalah ulah Benny. Setelah itu hubungan mereka renggang dan jauh. Sulit untuk dia memaafkan Janadi dan percaya lagi. Sekalipun suaminya itu sudah berlutut dan berjanji padanya.

Saat ini, seluruh traumanya seperti kembali. Rasa cemas bercampur dengan praduga dan emosi yang dia pendam berminggu lamanya seperti meledak. Membuat dia berteriak memaki menyalahkan Janadi atas hilangnya Adeline semalam. Janadi menjelaskan bahwa saat ini dia diminta pihak kepolisian untuk bekerja sama menangkap Benny dan membongkar seluruh praktik perjudiannya. Suaminya diminta berpura-pura untuk mengumpulkan bukti. Apa dia percaya? Tidak. Sampai akhirnya saat pagi tiba, Niko Pratama dan Toto dari kepolisian datang dan menjelaskan segalanya.

"Aku sudah tidak begitu lagi, Fe. Percaya padaku," ujar Janadi sambil menatapnya. Adeline sudah pulang dan sedang berada di ruang kerja bersama Niko. "Aku tidak bodoh untuk terjebak pada hal yang sama."

"Hah, dua kali, Jan. Dua kali aku percaya padamu bahwa kamu akan berubah. Kamu terus ingkar dan membahayakan anakku."

"Anak kita, Adeline adalah anak kita. Aku sayang padanya sebesar kamu sayang padanya. Aku tidak gila untuk membahayakan hidupnya lagi," nafas Janadi hirup dalam. "Bung Toto sudah menjelaskan. Kamu boleh tidak percaya lagi padaku, tapi apa kamu tidak percaya pihak kepolisian? Niko bahkan memberikan semua bukti-bukti bahwa apa yang aku bilang benar," saliva Janadi loloskan. "Aku tidak akan pernah mengulanginya lagi. Percaya padaku."

Air mata yang sedari tadi jatuh sudah dia usap satu-satu. Sulit sekali mengembalikan rasa percaya yang sudah dihancurkan dulu. Tapi tatapan Janadi sungguh-sungguh.

"Kamu, Admaja dan Adeline adalah duniaku, Fe. Maafkan aku."

Bibirnya masih bergetar, sakit itu masih ada, jelas terasa. Tapi dia juga tidak mau kehilangan keluarganya. Apalagi sekarang Adeline sudah bangun dan sehat kembali. Admaja sudah menikah dengan Daya yang dia sayangi seperti anaknya sendiri. Bahkan mungkin dia bisa berharap untuk menimang cucu seperti Trisa. Jadi sakit di dadanya bercampur dengan ragu. Dia tidak siap kehilangan semua ini, dia masih mencintai Janadi.

Suaminya tahu apa arti tatapan matanya. Ya, dulu mereka sama-sama tergila-gila. Dia tidak perlu banyak berkata-kata karena Jan sudah pasti tahu apa yang sedang berkecamuk dalam pikirannya. Lalu Jan melakukan hal yang selalu dia suka, memeluk dirinya lama-lama. Menenggelamkan kepalanya pada dada Jan dengan harum yang nyaman. Setelah itu Jan berbisik dan mengatakan hal-hal yang dia ingin dengar.

The Marriage TrapWhere stories live. Discover now