PART 10 - NIGHTMARE

256 116 308
                                    

        Jika ditanya, apa yang paling ia sesali di sepanjang hidupnya?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

        Jika ditanya, apa yang paling ia sesali di sepanjang hidupnya?

        Maka tanpa ragu, tanpa berpikir, tanpa ditelan oleh kebingungan dalam menyuarakan isi benaknya, ia dengan lantang akan melepaskan kata, "Mengapa saat orangtuaku memutuskan perceraian, aku tidak berontak. Aku hanya menyuarakan penolakan dalam hati di bawah intimidasi ibuku."

        Bahkan menarik napas dengan isi kepala mengingat kepingan momen itu menjadi tugas yang sangat berat baginya, "Dan bodohnya lagi, aku membiarkan ayahku pergi begitu saja. Pergi ke negara kelahirannya, Amerika."

        Kenyataan pahit yang menempati alam bawah sadarnya menghantamnya tanpa jeda sampai kelopak matanya terbuka, di telan kegelapan. Mimpi buruk!

        Zoe Sachi merasa sekujur tubuhnya dipenuhi oleh keringat dingin. Jantungnya terpacu cepat secara tidak wajar, menggedor tanpa henti nyaris membuatnya kesulitan menarik napas dengan normal. Tapi mimpi itu masih menyisakan jejak, masih mebekas erat di benaknya.

        Memaksakan diri untuk bangkit adalah jalan satu-satunya, supaya tidak kembali tenggelam pada mimpi yang sama. Masih dini hari, dan ia tahu harus melakukan apa saat otaknya nyaris gila diselimuti kekacauan. Menenggelamkan dirinya dalam sesuatu yang membuatnya merasa hidup—menekuni passion-nya—mengenang kehangatan ayahnya.

        Cukup beruntung bagi Zoe Sachi mampu menuruni satu per satu anak tangga dengan selamat. Dan keberuntungan ke dua menghampirinya setelah ia mampu melangkah ke dapur tanpa menabrak satu benda pun di tengah-tengah kegelapan yang menelannya.

        Uapan lebar ia terjangkan ke luar seolah-olah rasa kantuknya terbawa lepas ke udara.

        "Astaga... berisik sekali," desis suara dari balik kegelapan.

        Zoe Sachi terperanjat dan mengangkat wajahnya secepat laju Shinkansen. Matanya melebar saat mendarat tanpa sengaja ke seseorang yang tengah duduk di kursi makan dan merasa nyaman diselimuti oleh kegelapan. Hanya nampak sebuah siluet seorang laki-laki, tapi sebelum ia sempat menyalakan lampu yang berada tepat di atas meja makan, otaknya yang mendadak jernih dapat menebak bahwa Ryuichi Hiro sedang duduk di sana.

        "Apa... yang kau lakukan di sana?" Tanya Sachi ragu sejenak.

        Ia dapat mendengar Ryuichi Hiro mendesah, "Tidur..." jawabnya singkat dengan nada malas.

         Apa... tidur? Orang jenis apa yang tidur di meja makan di saat ada ranjang yang lebih nyaman? Bolehkah Sachi mengatakan bahwa ia jauh lebih aneh dari yang kepalanya pikirkan.

        "Tidur?" Sachi melangkah mendekat setelah menyalakan lampu yang berada tepat di atas meja makan.

        Hiro mengangguk dengan mata merah, penampilan lesu, wajah mengantuk dan rambut berantakan. Lantas hal apa yang mendasari laki-laki itu melakukan tindakan tidak terduga ini.

The Light Start at 18yo (COMPLETE)Where stories live. Discover now