PART 18 - GLIMPSE OF DREAM

98 60 75
                                    

Zoe Sachi melepaskan genggaman tangannya ketika ia sampai di area yang tidak jauh dari stasiun Shinjuku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Zoe Sachi melepaskan genggaman tangannya ketika ia sampai di area yang tidak jauh dari stasiun Shinjuku. Kehangatan yang sempat menyebar dan memenuhinya berangsur lenyap saat sentuhan Sachi terputus. Tanpa menyisakan apa pun. Tak berbekas.

Mengabaikan seraut wajah heran yang menguasai Hiro, gadis itu masih mempertahankan senyumnya, “Di sinilah, aku ingin kau kemari,” lantangnya tanpa berniat menurunkan sedikit rasa semangat dalam dirinya.

“Stasiun Shinjuku?” Laki-laki itu mendaratkan pandangan pada pintu masuk stasiun.

Apa Sachi akan memintanya pergi bersamanya ke suatu tempat? Itukan alasan satu-satunya berada di stasiun. Memangnya ada alasan lain yang lebih masuk akal?

Gelengan tegas itu lepas bersamaan dengan tangannya yang terangkat dan ia tempatkan pada dagu Hiro tanpa keraguan sedikit pun. Lalu mengarahkan wajah terperangah yang diakibatkan tindakan berani Zoe Sachi—ke arah lain. Memang sepertinya ada yang salah dengan jalan pikir gadis itu hari ini, sehingga tindakan-tindakan berani yang tidak pernah Hiro duga terus dilayangkan untuknya.

Seharusnya ia menghindar jika merasa keberatan atas tindakan sepihak gadis itu, tapi rupanya isi benaknya sama sekali tidak menolak.

Kerumunan tidak jauh dari mereka menjadi sesuatu yang di maksud gadis itu, “Mari kita mendekat,” ajaknya antusias.

Lagi-lagi ia kembali tidak berkutik dan mengangguk di tengah-tengah setengah kesadarannya. Lalu melangkah mendekat mengikuti Zoe Sachi, dengan isi kepala yang mengacu pada pertanyaan besar seperti, mengapa ia rela membiarkan dirinya dikendalikan oleh Zoe Sachi, Ya Tuhan .…

“Hiro-kun, bukankah tindakan laki-laki itu cukup keren?” Suara gadis di tengah dengung tinggi hiruk pikuk kota Tokyo memecah jalan pikirnya.

Hiro mengernyit, setelah beberapa detik ia berusaha memusatkan perhatiannya ke sebuah kerumunan yang tidak nampak spesial-spesialnya—ia tidak menemukan apa pun yang patut diperhatikan. Sehingga pada akhirnya ia kembali menjatuhkan pandangan pada gadis it tanpa meninggalkan rasa heran.

“Aku sama sekali tidak mengerti,” tandas Hiro datar.

Seolah jawaban Hiro adalah sesuatu yang wajar, gadis itu hanya mengangguk-angguk. “Oh, baik. Aku akan menjelaskan,” sela Zoe Sachi. “Kau lihat nenek itu, dia sedang ditindas secara tidak langaung oleh seseorang. Tapi tiba-tiba seorang pahlawan muncul sambil mengucapkan Undang-undang yang sama sekali tidak kumengerti untuk membela nenek tidak berdaya itu.”

“Dia sepertinya seorang pengacara,” sergah Hiro. Sachi sudah menduga jika otak pintar Hiro pasti akan dengan mudah memahami.

Zoe Sachi mengangguk dipenuhi semangat yang belum berniat mereda, sementara sepasang mata hazel itu melayangkan kilau berbinar kepadanya, “Di masa depan aku bisa membayangkanmu memiliki profesi itu. Membela yang lemah di pengadilan dengan sebuah setelan rapi,” tutur Zoe Sahi dengan nada seolah sedang bermimpi.

The Light Start at 18yo (COMPLETE)Where stories live. Discover now