Laptop Mr. Edgar

8 3 0
                                    

"Kelas sosial, berarti golongan, dan –"

"Stratifikasi." Lucy mendengus saat mendengar suara itu dari arah belakangnya. Karena dia mengenal suara itu, suasana hati Lucy jadi buruk.

"Hei, lo kenapa cemberut gitu?" tanya Theo yang mengambil posisi duduk di samping Lucy.

Theo menyondongkan posisinya mengarah ke Lucy yang masih menghiraukannya. Sedari tadi laki-laki itu mencari Lucy kemana-mana karena kelompok mereka harus membicarakan soal sesuatu. Theo memutukan untuk dia yang mencari Lucy, dan akhirnya menemukan gadis itu di pojok perpustakaan seorang diri.

"Sticky note di jidat fungsinya apa, Lucy," ujar Theo dibarengi dengan kekehan pelan saat melihat Lucy yang enggan melihatnya, bibir yang merengut, serta sticky note yang bertuliskan 'gue pasti bisa!'di kening gadis itu.

Lucy langsung menyingkirkan apa yang Theo maksud dengan tatapan yang masih fokus ke laptop dan bukunya secara bergantian.

"Lucy, lo marah karena—"

"Lo mau ngapain ke sini, sih?" potong Lucy dengan nada sinis. Sedangkan Theo merasa lega. Setidaknya Lucy sudah mau berbicara dengannya.

Saat ini, perpustakaan hanya dihuni oleh dua insan itu saja. Dikarenakan semua kelas sudah pulang. Hari sabtu hanya masuk sampai setengah hari saja. Tapi ada pula beberapa yang menetap untuk belajar. Hanya saja, kali ini perpustakaan mendadak sepi dan hanya ada Theo dan Lucy.

"Anak-anak udah nungguin di markas. Ada yang mau gue omongin."

"Duluan aja. Tugas gue banyak."

Theo mengerti, mungkin Lucy masih marah perihal mereka yang sama sekali tidak memberitahu Lucy jika semuanya sudah mengumpulkan tugas lebih dulu saat Lucy sedang memperbaiki beberapa hal untuk tugasnya. Selama ini mereka memang bersama-sama dalam berbagai tugas karena memang kelompok belajar dipergunakan untuk saling membagi pembelajaran agar seluruhnya mendapatkan yang sempurna. Dan Theo mengerti itu. Lucy kecewa pada kelompok belajarnya.

"Okay ... I know ..."

"No, The. No. You don't know me." Selepas mengatakan itu, Lucy menatap Theo. Laki-laki sempurna yang rasanya, jika saja dia adalah gadis yang memiliki perasaan pada Theo, itu rasanya seperti kurang ajar. Lucy setakut itu karena melihat Theo yang cerdas, tidak pernah terlihat sombong, memiliki banyak hal, ya lelaki itu memiliki banyak hal.

Tidak seperti dirinya yang hidup dalam genggam keberuntungan semata.

Lucy tiba-tiba mendengus lalu tersenyum masam."Mungkin Mr. Edgar nyuruh gue bikin tugas soal kelas sosial biar gue tau diri di mana kelas gue. Okay, I got the point." Lucy langsun beranjak dari tempat duduk tanpa membiarkan Theo mengatakan apa pun.

"Lo mau ke mana?"

"Katanya mau ada yang lo omongin? Ayo. Gue, kan bukan siapa-siapa. Mana berani gue engga ngikutin mau kalian. Gue masuk kelompok aja ngemis dulu." Jika saja tidak ada Theo, mungkin Lucy akan menangis.

Lelaki itu juga tidak bisa mengatakan apa pun dan memilih mengikuti Lucy dari belakang saja. Soal kelas sosial sialan itu memang menyebalkan.

***

Kini semua sudah ada di ruangan. Mendadak keadaan lebih menegangkan ketimbang wajah Khai yang memang tidak pernah santai. Theo hanya bisa menghela napas. Dia memberikan hak Lucy untuk marah.

"Lo engga bujuk dia apa gimana sih, Theo?" bisik Serena yang duduk di samping laki-laki itu. Melihat wajah Lucy yang tidak bersahabat dan tingkahnya tidak seheboh biasanya, membuat Serena jadi khawatir. Sebegitu tersakitinya, kah Lucy saat ini?

"Udah tenang aja," ujar Theo sembari menepuk pundak Serena pelan.

"Oke, tadi gue udah ngomong sama pengacara Mr. Edgar." Suara Theo yang memenuhi ruangan, sedikit menarik perhatian Lucy. Ya, karena yang Theo bahas adalah Mr. Edgar.

Theo sejenak menatap Lucy sebelum kembali fokus pada pembahasan. Hanya sekedar memastikan kalau Lucy sudah mulai tertarik perihal pembahasan. "Sebelum itu, gue mau tanya sama kalian. Mau gabung atau gak? Untuk saat ini, semua engga boleh bocor karena kita masih di bawah umur."

"Gue ikut," ujar Khai sambil mengangkat tangannya. Masih tidak menyangka gadis itu yang lebih dulu mengajukan diri. Theo yang malah tampak biasa saja. Karena saat ini dia salah satu kartu AS.

Lalu dilanjutkan dengan Ian dan Serena sedangkan Gavin malah tampak ragu. "Gapapa, Vin kalo engga mau ikut.Kita ngerti, kok." Gavin mulai bimbang hingga akhirnya dia mengangguk setuju. "Oke, gue ikut."

"Lucy?" Theo memastikan Lucy. Gadis itu hanya menatap sengit ke arah Theo. Gadis itu pun bersiap untuk mengatakan sesuatu."Gue udah duluan ajukan diri ke Mr. Edgar kalo lo semua lupa. Gue, Lucy Madeline yang lo sebut bikin kelas malah makin ancur."

Semua terdiam. Ya, Lucy hanya ingin mereka mengerti jika orang yang mudah bergaul, sering tersenyum, dan bertingkah konyol seperti dirinya, bukan berarti tidak memiliki emosi amarah. Dan perihal menghargai. Lucy tidak dengan tangan kosong datang kemari. dia sudah mengorbakankan banyak hal untuk sampai ke sini.

"Lanjut aja, Theo," ucap Khai yang diangguki Theo.

"Pengacara Mr. Edgar bilang, kalau sebelumnya di ruang interogasi, Mr. Edgar bilang laptop dia hilang. Salah satu kemungkinan ..."

"Pemilik jejak kaki yang hilang orangnya?" sambung Lucy.

Theo mengangguk tegas. "Dia juga bisa jadi saksi di pengadilan, kalau Mr. Edgar bukan pelakunya. Karena dia ada di ruangan Mr.Edgar."

"Sekarang, kalian ngiranya yang harus diselidiki siapa dulu? Jangan asal nebak aja," tukas Khai. Ruangan kini menjadi mencekam. Banyak pemikiran dan spekulasi bertebaran.

"Sekarang, fokus kita cari laptop dulu. Jangan nyebar ke mana-mana. Kita engga tau ke depannya bakal kayak gimana," ucap Serena yang entah mengapa pemikirannya jadi ikut terpacu untuk memikirkan solusi.

"Gue bisa hack," aku Lucy tiba-tiba yang langsung mendapatkan tatapan terkejut.

"Biasa aja, anjir. Gue usahain buat nyari di mana tuh, laptop. Udah, kan? Gue balik duluan," ucap Lucy yang langsung beranjak dari bangkunya.

"Pulang bareng gue!" pekik Theo yang memberhentikan langkah Lucy sejenak, lalu melanjutkannya kembali. Theo langsung merapikan barang-barangnya tergesa-gesa. Lalu, menatap temannya seolah meminta untuk pamit lebih dulu. "Gue pamit, ya."

"Iya, Theo. Hati-hati," ujar Serena.

Sedangkan Khai masih terdiam. Dia yang merasakan sejauh ini hidupnya menjadi apa yang dia inginkan,seketika berubah. Karena dia tidak bisa menjadi Lucy.

Worst Class Where stories live. Discover now