Makam Ranny

6 1 0
                                    

Sebelumnya, Lucy bertemu dengan Pengacara Lingga. Pertemuan mendadak itu, tidak pernah Lucy bayangkan langsung disetujui. Dan lelaki itu sudah tahu apa yang hendak Lucy bicarakan kali ini. Tentu tentang sang kakak. Untuk saat ini, Lucy hanya berani membicarakan perihal sang kakak, hanya pada Lingga.

Akan tetapi, jawaban Lingga membuat pundak Lucy lesu. Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa soal Luna. Hanya dua yang Lingga katakan. Dari poin pertama, Lucy sudah dikejutkan dengan fakta jika Lingga Maheswara adalah mantan kekasih Luna. Selama ini Luna tampak tidak menunjukkan jika dia memiliki seorang kekasih. Lucy saja pernah berpikir jika kakaknya itu sudah berpacaran dengan buku-bukunya.

Saat ini Lucy merasa rumah mendadak menjadi sepi. Banyak sekali yang telah pergi. Mulai dari sang ayah, lalu kakaknya. Selama ini dia menutupi semuanya dengan perasaan jika semua masih berjalan dengan baik. Nyatanya, sepi itu masih memiliki celah untuk masuk.

“Lo di mana sih, anjir. Gaya-gayaan datengnya pake timing. Luna sialan.,” gerutunya. Untung sang bunda dan adik-adiknya sedang tidak di rumah. Menyebut Luna dan ayahnya adalah hal sensitif yang tidak mau bundanya bicarakan untuk beberapa waktu. Bundanya hanya ingin fokus dengan apa yang masih bisa dia pertahankan.

Lucy bangga bisa lahir dari seorang ibu yang setangguh itu.

Karena suasana hatinya yang tidak karuan, Lucy hanya duduk di depan. Masih dengan baju sekolahnya walau sebenarnya sedari pagi tidak sekolah, menunggu Ian yang katanya mau

Waktu itu ia pergunakan untuk bermenung lagi. Ah tidak. Saat ini Lucy sedang berpikir. Tidak ada lagi yang mampu dia lakukan selain duduk berdiam seorang diri, kembali mengulik isi kepalanya yang sudah menumpuk bebannya.

Semakin lama hidup seseorang, pada akhirnya dia hanya menginginkan tenang.

Tiba-tiba Lucy tersentak saat mendengar suara klakson begitu nyaring memenuhi gendang telinganya. “Santai aja dong! Lo kira  ini tanah bapak lo!” Pada kenyataannya ternyata suara bentakan Lucy jauh lebih besar dari suara klakson yang membuat gadis itu terkejut.

Kakinya menghentak ke tanah tapi tetap berjalan menghampiri mobil Ian dengan tatapan ingin melahap Ian sekalian mobil-mobilnya. Saat sudah duduk di bangku penumpang pun tatapan itu tidak berubah.

“Kalau dateng itu bisa gak—“

“Enggak,” potong Ian seraya menyumpal mulut Lucy dengan satu burger saat dia tahu jika gadis itu akan memulai rentetan kata yang siap menyerbunya tanpa ampun. Karena itu dia menyiapkan burger untuk menyumpal mulut Lucy.

Lucy tidak bisa mengatakan apa pun, tapi matanya sudah mewakili jika saat ini dia benar-benar membenci lelaki bernama Ian itu. “Mau apa lo? Melotot udah kayak apaan tau. Kunyah keburu busuk abis kenak ludah lo.” Lucy menggigit burger itu dan mengunyahnya kasar. Rasanya Lucy mengunyah rasa kesalnya juga.

“Memang bangsat lo,” ucap Lucy di tengah-tengah kunyahannya. Ian mana peduli. Dia menyalakan mesin mobilnya dan segera berangkat.

Lalu bagaimana keadaan Lucy. Dia sudah tenang memakan burgernya dengan nikmat karena sejujurnya dia juga cukup lapar dan tidak akan pernah menolak jika diberi makanan.

Sepanjang perjalanan, Lucy sibuk menghabiskan burgernya dan menikmati cola yang Ian sembunyikan di kursi belakang. Sedangkan laki-laki itu fokus dengan jalanan yang masih begitu ramai. Jakarta memang selalu berisik. Tidak ada lampu merah, tapi mobil mereka diam di tempat saat ini. Lagu Who dari Lauv mengisi kesunyian. Sesekali Ian juga menyanyikan satu bait lirik dengan suara yang kecil. Sedangkan keadaan di luar, begitu kacau.

“Lo curiga sama Theo?” Lucy membuka suaranya saat makanan sudah tandas.

“Emangnya siapa yang bisa dipercaya? Agaknya sepupu gue sendiri. No one I  can believe.” Lucy yang awalnya dalam keadaan bersender, mendadak menegakkan badannya. Isi kepalanya mencoba kembali mengulang apa yang baru saja Ian sampaikan padanya dengan kening berkerut. Biasanya kualitas berpikir otak Lucy akan menurun setiap kali dia habis makan. Sudah dasarnya memang lamban, malah semakin lamban.

Worst Class Where stories live. Discover now