Make Up

3 0 0
                                    

Kejadian sebelumnya …

Audy datang kembali ke depan ruang pemeriksaan Serena saat ini. Lucy dan Ian juga sudah kenbali ke sana, walau Lucy masih belum ada keinginan untuk berbicara dengan Luna yang duduk tepat di sebelahnya.

“Theo mana, Tan?” Lucy yang pertama kali bertanya saat Audy datang tanpa Theo. Wanita itu datang dengan wajah bingung, tampak berpikir keras. Lucy jadi penasaran apa yang yang sudah Theo katakan pada Tante Audy.

“Hah?” Audy tampak tidak mengkap pertanyaan yang Lucy layangkan padanya. Butuh sedikit berpikir untuk kembali mengingat pertanyaan Lucy tadi.

“Oh, Theo ya? Tadi katanya pulang sebentar. Rumahnya engga ada yang jaga. Pembantunya sakit.” Usai mendengar penjelasan Tante Audy, Lucy mengangguk mengerti. Memang sedikit sulit hidup seorang diri dengan segala bentuk peninggalan mendiang orang tua Theo yang harus laki-laki itu jaga dengan baik.

Untungnya Theo memiliki paman yang baik untuk menjalankan perushaaan ayahnya sebelum Theo bisa memegang perusahaan itu seorang diri.

“Tante udah makan?” tanya Lucy kembali. Berbeda dengan sebelumnya, Lucy tampak lebih tenang. Apa yang Ian katakana memang benar. Untuk saat ini, dia harus fokus dengan apa yang sedang ia lakukan. Emosi yang berlebihan bisa menghancurkan dirinya sendiri.

Bukannya menjawab, Audy malah menimpali dengan pertanyaan lagi. “Serena bisa begini karena Revan?” Tanpa pikir panjang, tentu Lucy mengangguk tegas. Kakaknya diam-diam memerhatikan sang adik yang tampak begitu berani walau pandangannya tertuju pada ponsel.

“Semua karena Revan. Aku aja, belum tahu semua soal apa yang dilakuin Revan ke Serena. Dan sekarang, lihat keadaan Serena separah ini, berarti Revan ngelakuin hal yang engga bisa dimaafin, Tante.” Audy masih terdiam mendengarkan penjelasan Lucy yang menggebu-gebu.

‘Terlalu banyak yang Serena tutupin, Tan. Bahkan aku engga tahu kalau dia udah lama engga pulang. Dan kalau aja Serena engga aku ajak panas-panasan di atas rooftop, aku engga bakal tau dibalik make up dia yang bisa jadiin dia hebat dari murid SMA biasa, ternyata ada memar yang dia tutupin, Tante. Aku mohon angkat kasus Serena ke persidangan, Tante Audy.”

Tatapan Audy saja, sudah membuat Lucy percaya penjelasannya sama sekali tidak berguna. “Revan itu anak anggota dewan, Lucy. Dia bukan orang sembarang.”

“Jadi anak tante itu orang sembarangan?”

“Lucy.” Luna memberikan peringatan untuk Lucy agar tidak berbicara kasar pada orang yang lebih tua. Tapi Lucy tidak memperdulikannya. Dia sudah sama sekali tidak peduli. Sesopan apapun Lucy, bukankah dia memang sudah dipandang rendah sejak awal? Dan sampai sekarang tidak ada yang berubah.

“Anak Tante udah mau mati, loh,” ungkap Lucy penuh penekanan. Bagiamana pun, untuk mengangkat kasus Serena, mereka butuh seseorang yang bersangkutan langsung dengan orang terdekat Serena.

“Saya engga bisa untuk itu. Tapi saja bisa bayar semua pengobatan dan buat hidup Serena baik kayak dulu lagi.”

Lucy seketika tertawa masam. “Makasih, Tante Audy. Pesan Lucy, minimal mengerti perihal hati sebelum lahirin Serena.”

***

Sekarang, hanya tinggal Lucy dan Luna di rumah sakit. Tidak mampu Lucy percaya jika Mama Serena melanjutkan perjalanannya ke Kalimantan saat Serena sudah sadarkan diri. Akhirnya Lucy yang akan menjaga Serena setidaknya sampai pagi nanti.

Lucy dan Luna memilih ke taman untuk menyantap makanan seadananya yang dibeli di kantin rumah sakit. Tapi kali ini, hanya Lucy yang makan. Luna hanya menemani adiknya yang dulu ia kenal paling tidak suka makan seorang diri. Tapi ternyata waktu sudah berjalan sebegitu jauhnya, hingga dia sadar jika adiknya sudah tumbuh menjadi sosok yang kuat.

Worst Class Where stories live. Discover now